Ads

Sabtu, 25 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 15

“Ciok Gun ……!”

Gouw Kian Sun berseru dengan mata terbelalak. Pada saat itu, hatinya diliputi kekagetan, keheranan dan juga kekhawatiran, walaupun ada juga perasaan girang melihat munculnya murid kepercayaan itu.

Ciok Gun bukan saja merupakan murid Cin-ling-pai di bawah pimpinannya sendiri, akan tetapi juga telah ia tarik sebagai pembantu utamanya dalam mengurus Cin-ling-pai selama dia mewakili ketua Cin-ling-pai, yaitu Cia Kui Hong yang sedang pergi merantau.

Tentu saja dia terkejut karena murid inilah yang pertama kali menghilang bersama dua orang murid Cin-ling-pai lainnya ketika pergi berburu. Dan sebelum mereka dapat ditemukan, kakek Cia Kong Liang dan cucu yang masih kecil, yaitu Cia Kui Bu, telah menghilang pula. Bahkan peristiwa aneh itu disusul dengan lenyapnya Cia Hui Song dan isterinya, Ceng Sui Cin ketika suami isteri itu berturut-turut pergi mencari putera dan ayah mereka.

Dia telah mengerahkan anak buah Cin-ling-pai untuk mencari jejak mereka yang hilang secara aneh, namun belum juga berhasil dan malam ini, selagi dia berada di kamarnya, daun jendela kamarnya diketuk orang perlahan-lahan dari luar .

"Siapa ……?”

Gouw Kian Sun bertanya dari dalam. Semenjak peristiwa lenyapnya tokoh-tokoh penting Cin-ling-pai, dia selalu merasa curiga dan khawatir. Tentu saja ketukan di jendela itu membuat dia curiga. Kalau ada murid Cin-ling-pai yang perlu bicara dengan dia, tentu akan mengetuk daun pintu, bukan jendela! Dan di tengah malam pula!

"Teecu datang, suhu, harap dibukai jendela!" ,

Hampir Kian Sun tidak percaya akan pendengarannya sendiri. Dia lalu membuka jendela kamarnya dan sesosok bayangan melompat masuk ke dalam kamarnya. Tentu saja dia terkejut, heran, khawatir dan juga girang ketika melihat bahwa bayangan itu bukan lain adalah Ciok Gun, murid yang dicari-cari selama ini.

"Ciok Gun, engkau? Apa…… apa yang terjadi?" tanyanya gagap dan bingung.

Ciok Gun memberi isyarat kepada suhunya agar tidak membuat gaduh dan diapun bicara dengan suara lirih.

"Suhu, harap jangan berisik. Teecu tahu dimana adanya su-kong Cia Kong Liang, supek Cia Hui Song, supek-bo Ceng Sui Cin, dan juga adik Cia Kui Bu. Akan tetapi jangan membuat ribut. Marilah, Suhu, teecu antarkan suhu melihat mereka."

Dapat dibayangkan betapa kaget dan girangnya rasa hati Kian Sun mendengar berita yang menggembirakan ini. Akan tetapi dia juga merasa heran dan bingung mengapa pembantu yang sangat dipercayanya ini bersikap demikian aneh dan penuh rahasia.

Akan tetapi kegembiraannya untuk segera melihat gurunya dan suhengnya, diapun mengangguk dan keduanya lalu berloncatan keluar dari jendela kamar itu, menutupkan daun jendela dari luar, kemudian Gouw Kian Sun mengikuti muridnya menyusup keluar dari perkampungan Cin-ling-pai.

Malam telah larut, bahkan lewat tengah malam, maka para penjaga dan peronda hanya berkumpul di gerdu penjagaan dan membuat api unggun melawan hawa dingin. Dengan mudah guru dan murid yang merupakan orang pertama dan kedua di Cin-ling-pai pada waktu itu, keluar dari perkampungan dan Gouw Kian Sun terus mengikuti muridnya yang berlari-lari menuju ke sebuah bukit.

Dapat dibayangkan betapa kaget dan heran rasa hati Kian Sun ketika muridnya membawa dia ke depan sebuah bangunan besar yang tersembunyi di tengah hutan di lereng bukit itu. Setahu dia, disitu tidak ada bangunannya! Dia hendak bertanya, akan tetapi Ciok Gun sudah membisikinya.

"Hati-hati, suhu, jangan mengeluarkan suara. lkuti saja teecu ……"

Biarpun hatinya merasa tidak enak melihat sikap muridnya, yang kini penuh rahasia itu, diapun mengikuti saja ketika Ciok Gun mengajaknya memasuki bangunan itu dengan menyelinap melalui sebuah pintu kecil di dalam kebun atau pekarangan samping.

Tak lama kemudian, muridnya sudah mengajaknya mengintai dari lubang dan dia melihat betapa gurunya, Cia Kong Liang, sedang tidur nyenyak bersama cucu gurunya, yaitu Cia Kui Bu. Jelas bahwa keduanya sehat dan sedang tidur nyenyak di dalam kamar tahanan yang kokoh kuat dengan pintu berjendela dan beruji baja itu. Dan di sebelah sana, dia melihat pula suhengnya, Cia Hui Song, juga tidur pulas di dalam sebuah kamar tahanan lain, sedang di kamar ke tiga dia melihat Ceng Sui Cin juga tertidur pulas.






Setelah memandang semua itu dengan mata terbelalak, Kian Sun menoleh dan memandang kepada muridnya.

"Cik Gun, apa artinya semua ini? Mengapa mereka disini dan apa yang telah teriadi?"

Saking khawatirnya, dia bicara agak keras. Ciok Gun memberi isyarat agar gurunya suka mengikutinya meninggalkan tempat itu dan menuju ke ruangan lain di dalam rumah itu.

"Mari kita temui orang yang menawan mereka, Suhu." kata Ciok Gun yang berjalan cepat memasuki sebuah ruangan lain di bagian depan.

Ruangan ini luas dan terang dan ketika Kian Sun melangkah masuk mengikuti muridnya, dia melihat seorang wanita cantik dan tiga orang pria setengah tua berpakaian pendeta sedarig duduk disitu, agaknya memang sedang menanti kehadirannya. Dan suatu hal yang aneh terjadi, Ciok Gun muridnya yang setia dan paling dipercaya itu tanpa ragu-ragu melangkah dan berdiri di belakang empat orang itu dan sikapnya seperti menanti perintah!

“Selamat datang dan selamat malam, Gouw Pang-cu (Ketua Gouw)! Maafkan kelambatan kami menyambut wakil ketua Cin-ling-pai yang terhormat. Silakan duduk, Gouw Pangcu!"

Gouw Kian Sun memandang heran dan gugup, akan tetapi melihat sikap mereka ramah, diapun terpaksa menyambut dengan hormat dan dia duduk di atas kursi yang sudah disediakan menghadapi mereka berempat.

Sejenak dia memperhatikan mereka. Wanita itu usianya masih muda, tidak akan lebih dari dua puluh lima tahun. Wajahnya cantik manis, matanya bersinar-sinar, lincah gembira, senyumnya selalu menghias mulut, bentuk tubuhnya padat dan indah. Tiga orang pria berpakaian pendeta itu seperti tosu (pendeta agama To), usia mereka antara lima puluh sampai enam puluh tahun, sikap mereka angkuh dan dingin, dan mereka diam saja, agaknya memang gadis itu yang menjadi juru pembicara.

"Maafkan saya kalau saya terpaksa mengaku bahwa saya tidak mengenal kalian. Siapakah kalian dan apakah artinya semua ini?" kata Gouw Kian Sun sambil memandang tajam.

Wanita itu yang bukan lain adalah Tok-ciang Bi Mo-li Su Bi Hwa, tersenyum. Manis sekali ketika mulutnya tersenyum, seperti sekuntum bunga merekah dan nampak kilatan gigi yang berderet rapi dan putih.

"Kami tidak akan merahasiakan diri kami, Pancu. Namaku Su Bi Hwa dan golongan kita mengenalku sebagai Tok-ciang Bi Mo-Ii."

Gouw Kian Sun mengerutkan alisnya. Dia belum pemah mendengar nama dan julukan ini, akan tetapi mengingat akan arti julukan Tok-ciang Bi Moli (Iblis Betina Cantik Bertangan Racun) itu saja sudah diduga bahwa gadis ini adalah seorang wanita golongan sesat yang lihai. Akan tetapi Kian Sun adalah seorang tokoh Cin-ling-pai yang sudah berpengalaman, maka dia mengangkat tangan ke depan dada sambil berkata.

"Ah, kiranya Tok-ciang Bi Moli yang terkenal. Sudah lama mendengar nama besar itu dan mengaguminya."

"Dan mereka ini adalah guru-guruku, bemama Lan Hwa Cu, Siok Hwa Cu dan Kim Hwa Cu, terkenal dengan julukan mereka Pek-lian Sam-kwi."

Kini Gouw Kian Sun benar-benar terkejut. Kiranya dia berhadapan dengan orang-orang Pek-lian-kauw!

"Hemm, seingatku, Cin-ling-pai tidak pemah berurusan dengan pihak Pek-lian-kauw. Sekarang kalian datang ke wilayah kami, sesungguhnya ada keperluan apakah ?”

"Hi-hik, ternyata Gouw Pangcu adalah seorang laki-laki yang gagah perkasa dan berpengalaman. Sungguh mengherankan kalau seorang gagah seperti pangcu ini sampai sekarang belum juga menikah."

Kian Sun mengerutkan alisnya. Agaknya orang-orang Pek-lian-kauw ini telah menyelidiki keadaan Cin-ling-pai sehingga tahu akan keadaannya pula. Sungguh banyak yang aneh dia temui disini. Para tokoh Cin-ling-pai, bahkan suhengnya Cia Hui Song dan isterinya, keduanya memilki ilmu kepandaian tinggi, berada dalam kamar-kamar tahanan itu. Muridnya, Ciok Gun bersikap demikian anehnya, tentu muridnya itu yang menceritakan semua tentang Cin-ling-pai. Kian Sun menjadi marah sekali kepada muridnya itu. Ciok Gun yang digemblengnya menjadi seorang pendekar yang gagah itu kini mengkhianati Cin-ling-pai? Rasanya tidak masuk akal.

“Ciok Gun, kesini engkau dan ceritakan padaku apa artinya semua ini!" bentaknya kepada Ciok Gun.

Akan tetapi yang dibentaknya itu sedikitpun tidak memperlihatkan tanggapan, bergerakpun tidak, berkedippun tidak, hanya menunduk dan tetap berdiri di belakang empat orang Pek-lian-kauw itu.

"Moli, katakan saja terus terang, apa yang kalian kehendaki dariku?" Akhirnya dia membentak marah melihat muridnya sama sekali tidak menjawabnya.

"Hi-hik, Ciok Gun, ini hanya akan bicara atau bertindak kalau mendengar perintahku! Gouw Kian Sun, dengarlah keinginan kami. Kami datang ini untuk mengulurkan tangan kepadamu dan menawarkan kerja sama dengan Cin-ling-pai.”

Kin Sun bangkit berdiri, wajahnya berubah merah,
"Cin-ling-pai bekerja sama dengan Pek-lian-kauw? Tidak mungkin! Lebih baik aku mati daripada harus bekerja sama dengan Pek-lian-kauw yang sesat!"

Bi Hwa tertawa.
"Hi-hik, sudah kuduga engkau akan menjawab demikian, Gouw Kian Sun. Akan tetapi kami tidak menghendaki engkau mati. Engkau perlu hidup untuk bekerja sama dengan kami dan engkau harus mentaati kami."

"Tidak sudi!"

"Hi-hi-hik, bagaimana engkau bisa bilang tidak sudi? Engkau tidak mempunyai pilihan kecuali hanya dua, yaitu pertama, engkau taat kepada kami, suka bekerja sama dan semuanya akan selamat. Dan engkau pilih yang ke dua , yaitu kalau engkau menolak, berarti engkau membunuh kakek Cia Kong Liang, Cia Hui Song dan Ceng Sui Cin, juga anak mereka Cia Kui Bu. Engkau membunuh mereka melalui penolakanmu terhadap uluran tangan kami. Nah, kau pilih yang mana?"

“Aku pilih mati!"

Gouw Kian Sun membentak dan diapun sudah menerjang ke arah wanita cantik itu. Karena dia dapat menduga betapa lihainya empat orang itu, maka begitu menyerang Bi Hwa, dia sudah mempergunakan Thai-kek Sin-kun dan mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya dalam hantamannya.

"Brakkkk !"

Kursi yang tadi diduduki Bi Hwa hancur berkeping-keping, akan tetapi wanita itu sendiri tidak terkena pukulan karena dengan gesitnya ia sudah meloncat meninggalkan kursinya ketika hantaman itu tiba.

Kim Hwa Cu, tosu termuda diantara Pek-lian Sam-kwi, yang bertubuh tinggi kurus dengan muka kuning, sekali bergerak sudah meloncat ke depan Kian Sun. Dia tersenyum mengejek dan mengelus jenggotnya.

"Gouw Kian Sun, kami peringatkan agar engkau sebaiknya menyerah saja agar semua tokoh Cin-ling-pai selamat. Kami hanya ingin mempergunakan nama Cin-ling-pai saja, untuk mencapai maksud tujuan kami."

"Tosu Pek-lian-kauw keparat!"

Kian Sun membentak saking marahnya dan dengan nekat diapun sudah menyerang tosu itu dengan pukulan tangannya, kini dia mengerahkan tenaga dan mainkan ilmu Thian-te sin-ciang yang amat kuat.

"He-he, ini Thian-te sin-ciang lumayan juga!"

Kim Hwa Cu tertawa mengejek dan diapun dengan berani menyambut pukulan kedua tangan wakil ketua Cin-ling-pai yang didorongkan ke arah dadanya itu dengan kedua tangan pula.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar