Ads

Senin, 27 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 19

"Harap Totiang tidak menuduh yang tidak ada buktinya. Penyelewengan dan kejahatan apakah yang telah dilakukan murid kami? Tunjukkan buktinya dan siapa orangnya, pasti kami akan mengambil tindakan dan memberi hukuman kalau memang benar!" katanya dengan suara lantang.

“Gouw-pangcu! Setelah melihat keadaan dua orang murid keponakanku, masih minta bukti lagi?” Dia menoleh kepada dua orang yang menderita luka-luka itu dan memberi perintah, "Kalian ceritakan apa yang telah kalian alami semalam!"

Dua orang murid Kun-lun-pai itu mengangguk dan seorang diantara mereka yang lukanya tidak terlalu parah bercerita. Kiranya malam tadi, karena iseng saja, mereka meninggalkan pondok dan bahkan keluar dari perkampungan Cin-lihg-pai. Ketika mereka keluar, malam belum gelap benar. Mereka pergi ke perkampungan di lereng bukit, dimana terdapat beberapa dusun.

Dua orang murid Kun-lun-pai itu adalah murid biasa, bukan tosu (pendeta To), maka mereka pergi ke dusun itu untuk bermain-main dan membeli makanan. Malam telah agak gelap ketika mereka mengambil keputusan untuk kembali ke perkampungan Cin-lihg-pai.

Akan tetapi setiba mereka di luar dusun dimana mereka bermain-main tadi, mereka mendengar jerit tangis seorang wanita. Mereka cepat mengejar dan melihat lima orang laki-laki muda sedang menarik-narik seorang gadis dusun. Sebagai pendekar-pendekar Kun-lun-pai, tentu saja dua orang itu segera turun tangan menegur.

Akan tetapi, lima orang itu tanpa banyak cakap lagi memaki. Seorang diantara mereka mengatakan bahwa sebagai tamu, dua orang itu tidak sepatutnya mencampuri urusan murid-murid Cin-ling-pai. Terjadi perkelahian dan karena dua orang itu dikeroyok, maka mereka menderita luka-luka di leher dan dahi. Mereka melawan terus dan akhirnya terpaksa melarikan diri karena lima orang yang mengaku murid Cin-ling-pai itu agaknya berkeras hendak membunuh mereka.

Untung mereka dapat melepaskan diri dan lari sampai ke perkampungan Cin-ling-pai dan malam itu mereka mendapatkan pengobatan dari paman guru mereka, yaitu Yang Tek Tosu. Karena kebijaksanaannya, Yang Tek Tosu tidak mau membikin ribut di malam hari itu, menanti sampai keesokan harinya barulah pagi-pagi dia membawa dua orang murid keponakan yang luka-luka itu untuk mengadu dan memprotes kepada pimpinan Cin-ling-pai.

"Nah, Pangcu mendengar sendiri. Apakah patut kelakuan murid-murid Cin-ling-pai itu? Mereka berlima hendak memaksa dan memperkosa seorang gadis dusun! Begitukah kelakuan para pendekar Cin-ling-pai? Ketika dua orang murid keponakanku menegur, mereka berdua malah dikeroyok secara pengecut. Kami minta pertanggungan jawab Gouw Pangcu sebagai pimpinan Cin-ling-pai saat ini!" sebelum Gouw Kian Sun yang memandang terbelalak saking kaget dan herannya mendengarkan penuturan murid Kun-lun-pai itu, terdengar Tiong Gi Cinjin pimpinan rombongan Bu-tong-pai berseru dengan suaranya yang lantang.

"Perbuatan mengeroyok dua orang murid Kun-lun-pai oleh lima orang itu masih belum berapa hebat, karena akibatnya hanya melukai dua orang murid Kun-lun-pai. Yang lebih hebat lagi adalah apa yang dialami oleh muridku sendiri! Muridku telah dikeroyok dan dibunuh oleh belasan orang murid Cin-ling-pai!"

Semua orang terkejut, terutama sekali Gouw Kian Sun.
"Tidak mungkin! Bagaimana mungkin murid-murid Cin-ling-pai membunuh tamu mereka sendiri?"

"Hemm, Gouw Pangcu. Selama hidupku, aku tidak pernah berbohong! Aku tidak akan sembarangan menuduh kalau tidak ada buktinya. Mau bukti? Datanglah ke pondok kami dan lihatlah sendiri. Jenazah muridku, Gu Kay Ek, sampai sekarang masih rebah di atas dipan dan masih hangat!”

Saking kagetnya, Kian Sun bangkit berdiri dari tempat duduknya dan hendak pergi menyaksikan sendiri bahwa ada murid Bu-tong-pai yang tewas akibat pengeroyokan murid-murid Cin-ling-pai. Akan tetapi pada saat itu, Poa Cin An bangkit berdiri dan sekali menggerakkan tubuhnya, dia sudah meloncat dan berdiri di depan Gouw Kian Sun, menghadang kepergian wakil ketua Cing-ling-pai itu.

"Gouw Pangcu, jangan pergi dulu! Kun-lun-pai hanya menderita luka-luka kedua muridnya, Bu-tong-pai menderita kematian seorang murid yang dikeroyok. Akan tetapi aku, aku orang Go-bi-pai yang selama hidupku tidak pernah menganggap Cin-ling-pai sebagai musuh, pagi hari tadi telah menderita yang teramat hebat dan noda ini hanya dapat ditebus dengan darah!"

Wajah Kian Sun menjadi agak pucat. Dia tahu bahwa Poa Cin An, tokoh kelas dua dari Go-bi-pai ini, datang bersama dua orang sutenya dan puterinya, seorang gadis muda yang cantik. Dan sekarang, tokoh ini hanya muncul dengan dua orang sutenya, tanpa puterinya! Dan dia bicara tentang noda yang harus ditebus dengan darah!






"Lo-cian-pwe……. apa ……. apa pula yang telah terjadi?" tanya Kian Sun dan suaranya terdengar penuh kegelisahan.

"Apa yang terjadi? Puteriku, Poa Liu In, pagi tadi selagi berlatih sendirian dan sedang bersiulian, telah ditotok orang, dalam keadaan pingsan dibawa ke sebuah pondok kosong dan diperkosa! Dan sekarang, Gouw Pangcu juga tidak percaya dan minta bukti? Lihat, tubuh puteriku juga masih hangat walaupun nyawanya telah melayang, ditembusi dua batang pedangnya sendiri yang ia pergunakan untuk membunuh diri! Pangcu, kalau engkau tidak menyerahkan pelaku perbuatan terkutuk itu, jangan salahkan kalau Go-bi-pai akan membasmi Cin-ling-pai!"

Wajah Gouw Kian Sun menjadi pucat sekali. Sungguh mimpipun tidak pernah dia bahwa murid-murid Cin-ling-pai dapat melakukan semua perbuatan yang dituduhkan oleh tiga orang pimpinan rombongan tiga perguruan besar itu. Otomatis, seperti orang mencari pembela, dia menoleh ke arah dua orang hwesio Siauw-lim-pai.

"Omitohud …….!" kata Thian Hok Hwesio. "Tadinya pinceng (aku) mengira bahwa orang Cin-ling-pai telah menjadi kurang ajar dan suka menghina orang, tidak tahunya telah terjadi perbuatan-perbuatan yang begitu jahatnya. Hemm, apakah artinya semua ini, Gouw Pangcu?"

“Maaf, Lo-suhu. Apakah juga terjadi sesuatu yang membuat Losuhu menjadi marah?" tanya Gouw Kian Sun, semakin tidak enak perasaan hatinya dan dia seperti mendapat firasat yang amat tidak baik.

"Omitohud, pinceng berdua menerima hidangan yang terdiri dari segala macam daging, juga arak. Sedangkan yang mengantar hidangan itu adalah murid-murid perempuan Cin-ling-pai yang genit-genit pula. Bukankah itu berarti suatu penghinaan yang disengaja untuk merendahkan pinceng berdua?"

"Aih, mana mungkin begitu? Kami sudah mempersiapkan masakan ciak-jai (masakan bebas daging) untuk para Losuhu dan para Totiang!"

"Hemm, Gouw Pangcu. Arak dan masakan itu masih berada di pondok kami, belum tersentuh. Apakah Pangcu tidak percaya dan ingin melihat sendiri?"

Kian Sun menjadi lemas. Bagaimana dia dapat tidak mempercayai mereka? Mereka yang kematian murid, kematian anak, adalah tokoh-tokoh besar dari perguruan yang terkenal. Mereka pasti tidak berbohong. Akan tetapi, kalau untuk percaya begitu saja, diapun masih ragu-ragu karena selama dia menjadi murid Cin-ling-pai sampai sekarang, belum pernah ada murid Cin-ling-pai yang melakukan perbuatan jahat seperti itu.

Cin-ling-pai memegang keras peraturan, dan setiap murid yang melanggar peraturan sedikit saja pasti dihukum berat. Apalagi sampai melakukan penghinaan kepada tamu, bahkan pembunuhan dan perkosaan!

"Cu-wi Lo-cian-pwe, bagaimana kami dapat tidak mempercayai keterangan cu-wi (anda sekalian)? Akan tetapi, beritahulah kepada kami siapa saja pelaku-pelaku kejahatan itu diantara murid kami, pasti akan kami tangkap sekarang juga!”

"Mereka yang mengeroyok dan melukai kami tidak pernah menyebutkan nama mereka.” kata dua orang murid Kun-lun-pai itu.

“Muridku Gu Kay Ek sebelum menghembuskan napas terakhir sudah pinto tanyai, akan tetapi dia mengatakan bahwa para pengeroyoknya hanya mengaku murid-murid Cin-ling-pai, tidak ada yang menyebut namanya." kata pula Tiong Gi Cin-jin dari Bu-tong-pai.

"Murid Cin-ling-pai jahanam yang melakukan perbuatan terkutuk kepada puteriku mengaku bermarga Lui!" kata poa Cin An. "Serahkan jahanam she Lui itu kepadaku, Pangcu. Aku harus membawa kepalanya untuk dipakai sembahyang di depan jenazah atau makam puteriku!”

Kian Sun mengerutkan alisnya,
“She Lui? Akan tetapi, rasanya tidak ada yang she Lui diantara murid Cin-ling-pai……..”

“Maaf, Suhu. Teecu melapor. Pagi tadi teecu melihat dua orang murid yang mengganggu seorang gadis dusun. Teecu tegur dan ketika hendak menangkapnya untuk diseret ke depan Suhu agar menerima hukuman, mereka melarikan diri."

Tiba-tiba Ciok Gun berkata, suaranya tenang namun jelas terdengar oleh semua yang berada di ruangan itu.

Kian Sun terbelalak memandang kepada muridnya itu.
"Ciok Gun! Apa maksudmu? Apa artinya keteranganmu itu? Siapa dua orang murid itu?"

“Mereka itu Lui Ti dan Ji Kun, dua orang murid seangkatan teecu, hanya mereka lebih muda beberapa tahun."

"Gouw Pangcu, jelas bahwa engkau hendak melindungi murid yang bersalah, ya? Tadi kau mengatakan bahwa tidak ada yang she Lui, sekarang muncul yang bernama Lui Ti!" kata Poa Cin An. "Tentu dia yang telah melakukannya. Cepat Pangcu tangkap dan serahkan dia kepada kami!”

Kian Sun merasa kepalanya pening. Tentu saja dia meragukan sekali keterangan yang keluar dari mulut Ciok Gun, muridnya yang kini telah menjadi seperti mayat hidup yang dikuasai oleh Pek-lian-kauw! Di dalam hatinya timbul dugaan bahwa semua peristiwa itu pasti didalangi oleh Pek-lian-kauw! Akan tetapi mengapa mereka itu melakukan semua ini? Ah, dia tahu sekarang! Kiranya Pek-lian-kauw yang hendak menguasai Cin-ling-pai adalah suatu siasat untuk mengadu domba Antara Cin-ling-pai dengan perguruan-perguruan besar lainnya.

Jantungnya berdebar keras. Otaknya dikerjakan. Kalau begitu, setelah pertentangan memuncak, tentu mereka akan membebaskan keluarga Cia, perlunya agar keluarga Cia mempertahankan Cin-ling-pai dari amukan para pimpinan perguruan lain itu. Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan sekarang? Membuka rahasia itu? Semakin merugikan.

Pertama, tentu para tamu tidak percaya, karena buktinya, dia yang masih duduk sebagai pimpinan di Cin-ling-pai. Dan ke dua, kalau dia membuka rahasia yang belum tentu dipercaya oleh para tamu itu, tentu keselamatan seluruh keluarga Cia terancam. Kalau siasat mereka gagal, tentu orang-orang Pek-lian-kauw takkan segan-segan melanggar janji dan membunuh semua keluarga Cia yang sudah dipenjarakan itu.

Dia menarik napas panjang. Dia harus mampu mengulur waktu, mencari kesempatan untuk menyampaikan semua itu kepada gurunya, dan kepada suhengnya, Cia Hui Song.

"Cu-wi Lo-cian-pwe harap jangan khawatir. Kami akan menyelidiki dengan teliti dan akan mengerahkan seluruh anggauta kami untuk menangkapi mereka yang bersalah. Kami berjanji. Sekarang kami ingin melihat semua korban sebagai bukti. Dua orang murid Kun-lun-pai sudah kami lihat bahwa mereka memang luka-luka!”,

Gouw Kian Sun diiringkan oleh Ciok Gun, bersama semua rombongan tamu itu lalu meninggalkan kamar tamu dan pertama-tama mereka berkunjung ke pondok Bu-tong-pai. Disini mereka melihat Gu Kay Ek, murid dari Tiong Gi Cin-jin, telah menjadi mayat dengan tubuh penuh luka, rebah telentang di atas pembaringan. Kemudian mereka semua menyaksikan jenazah Poa Lui In, murid Go-bi-pai dan yang terakhir mereka semua menyaksikan hidangan daging dan arak di pondok kedua hwesio utama utusan Siauw-lim-pai.

Setelah menyaksikan sendiri, Gouw Kian Sun kembali lagi ke ruang tamu Cin-ling-pai, diikuti oleh mereka yang kini penuh semangat untuk menuntut balas. Kembali mereka duduk di ruangan tamu yang luas itu dan wajah Gouw Kian Sun muram sekali. Dia telah menyaksikan sendiri kebenaraan semua laporan dan tuntutan para tamunya yang terhormat.

Diam-diam dia merasa khawatir sekali, bukan mengkhawatirkan keselamatan diri sendiri, melainkan khawatir akan nama baik Cin-ling-pai. Kini dia dapat menduganya dan hampir yakin bahwa memang inilah yang dikehendaki Pek-lian-kauw, yaitu mengadu domba antara Cin-ling-pai dengan para perguruan besar! Buktinya, yang terkena musibah hanyalah empat perguruan besar sehingga mereka semua merasa penasaran kepada Cin-ling-pai. sedangkan para tamu lain, tamu biasa, tidak mengalami gangguan apapun.

Kini para tamu yang sudah duduk semua memandang kepada Gouw Kian Sun dengan sinar mata penuh tuntutan. Wakil ketua Cih-ling-pai itu, yang sejak beberapa pekan ini telah kehilangan bobot banyak sekali sehingga nampak pucat dan kurus, berulang-ulang menghela hapas panjang. Kemudian dia mengangkat mukanya yang sejak kembalinya dari pemeriksaan tadi menunduk saja memandang kepada semua tamu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar