Ads

Selasa, 28 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 24

Tak lama kemudian, terjadilah ketegangan antara para rombongan tamu dan para anak buah Cin-ling-pai sehingga timbul perkelahian. Akan tetapi, melihat ini, Kui Hong segera berbisik kepada Hay Hay.

"Aku harus bertindak. Kau tunggu saja, aku pasti akan mencarimu disini, atau di dalam hutan sana.”

Ia menuding ke arah lereng berhutan. Tanpa menanti jawaban, karena takut kalau perkelahian itu menjadi berlarut-larut, Kui Hong meloncat, lari dan ia berhasil menghentikan perkelahian itu sebelum jatuh korban.

Demikianah, ketika mendengar tuduhan para wakil empat perguruan besar itu, tentu saja Kui Hong menjadi semakin terkejut dah terheran-heran. Kini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kong-kongnya (kakeknya) pergi meninggalkan Cin-ling-pai, dan susioknya, Gouw Kian Sun yang menjadi wakil ketua, tiba-tiba saja menikah tanpa setahu keluarga Cia. Ia tidak membiarkan lamunannya berlarut-larut, dan cepat ia keluar dari kamar, lalu memanggil susioknya untuk bicara di ruangan dalam.

Gouw Kian Sun muncul dari dalam kamarnya, diikuti isterinya dan tak lama kemudian Ciok Gun juga muncul dari belakang. Memang Kui Hong ingin bicara dengan tiga orang ini, maka ia memberi isyarat kepada mereka untuk menutup pintu dan jendela, kemudian mengajak mereka duduk menghadapi meja besar.

"Pangcu, sebelum bicara, sebaiknya kuhidangkan dulu makanan dan minuman yang sudah saya sediakan. Begitu tadi Pangcu pulang, saya sudah menyuruh siapkan dan tentu sekarang sudah selesai. Biar saya sendiri yang membawa hidangan itu kesini." kata Bi Hwa dengan ramah dan sebelum Kui Hong menjawab, wanita itu sudah pergi meninggalkan ruangan itu, tidak lupa untuk menutupkan kembali daun pintu dari luar.

Kini tinggal Kian Sun dan Ciok Gun saja yang berada di kamar itu dengannya. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kui Hong.

"Ciok-suheng dan Gouw-susiok, sebenarnya apakah yang telah terjadi disini? Sekarang hanya ada kita bertiga. Nah, ceritakanlah sejujurnya kepadaku!"

Suara Kui Hong mengandung perintah dan ketegasan. Juga sepasang mata yang tajam dari Kui Hong memandang penuh selidik kepada dua orang itu. Ia melihat betapa Kian Sun nampak gugup dan gelisah, akan tetapi Ciok Gun nampak tenang saja, bahkan wajahnya tidak membayangkan perasaan apapun. Dingin!

"Bagaimana, Gouw Susiok? Apakah engkau takut akan sesuatu yang menekanmu? Katakanlah!"

Kian Sun mengangkat, muka, memandang kepada gadis itu, lalu menunduk kembali.
"Tidak ada apa-apa kecuali yang sudah kau ketahui, Pangcu. Memang terjadi hal-hal itu, akan tetapi aku telah gagal melakukan penyelidikan. Tidak ada bukti bahwa murid-murid kita melakukannya."

"Hemm, dan engkau, Ciok Suheng?"

Ciok Gun mengangkat mukanya dan kembali Kui Hong merasa ngeri. Wajah suhengnya ini seperti kedok!

"Akupun tidak tahu, Pancu. Aku sudah membantu sedapat mungkin melakukan penyelidikan, akan tetapi tidak berhasil menangkap pelaku-pelaku itu."

Kui Hong bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Hemm, tidak mungkin, pikirnya. Suhgguh aneh! Yang ia rasakan aneh bukan peristiwa itu sendiri, melainkan sikap dua orang ini! Diam-diam, sambil berjalan hilir-mudik seperti orang sedang berpikir, dikerlingnya dua orang itu dan ia melihat betapa Kian Sun masih menunduk dengan gelisah, dan Ciok Gun tetap tenang saja seperti patung!

"Susiok!" Tiba-tiba saja ia menepuk pundak paman gurunya itu.

"Ehh……..? Ahh …….. ada …….. ada apakah, Pangcu?"

Jelas bahwa susioknya itu terkejut dan gugup sekali ketika tiba-tiba ia panggil dengan bentakan.

“Susiok, katakan siapakah wanita yang menjadi isterimu itu?”






Akan tetapi kini Kian Sun sudah tenang kembali. Dia yakin bahwa keselamatan keluarga Cia yang menjadi tawanan berada di dalam tangannya.

"Aih, isteriku itu? Ia bernama Su Bi Hwa."

“Dari mana ia datang dan bagaimana bisa menjadi isterimu?” seperti seorang hakim yang melakukan penyelidikan, Kui Hong mengajukan pertanyaan dengan suara tegas dan pandang mata penuh selidik.

"Ia datang dari sebelah selatan pegunungan Cin-ling-san. Ayah dan ibunya tewas oleh gerombolan perampok dan ketika ia tiba di lereng Cin-ling-san, pada suatu siang aku melihat ia hendak membunuh diri. Aku melihat dan menolongnya. Kami berkenalan dan aku kasihan kepadanya, Kemudian kami menikah…….."

Tentu saja cerita ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Bi Hwa yang sudah mempersiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang mungkin dilontarkan ketua Cin-ling-pai itu. Tadipun, dengan dalih mempersiapkan makanan dan minuman, Bi Hwa sengaja meninggalkan ruangan itu untuk memberi kesempatan kepada Kui Hong untuk "memeriksa” suaminya.

Ia tidak khawatir kalau Kian Sun akan mengkhianatinya. Wakil ketua itu sudah tunduk kepadanya karena keselamatan keluarga Cia harus dia lindungi. Pula, disana terdapat Ciok Gun yang menjadi mata-mata yang setia. Pemuda itu sudah menjadi seperti mayat hidup yang akan menuruti semua petunjuknya karena pengaruh sihir dan racun, juga pengaruh rayuan dan rangsangan yang diberikan Bi Hwa kepadanya!

Kui Hong memutar otaknya. Tentu saja ia tidak dapat menelan mentah-mentah ketarangan dari Kian Sun itu. Akan tetapi, andaikata Kian Sun berbohong, apa alasannya? Susioknya ini merupakan seorang murid Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan amat setia, maka ia percaya kepada susioknya itu untuk mewakilinya menjadi ketua Cin-ling-pai.

Tiba-tiba ia menggerakkan tangannya dengan gerakan menyerang ke arah Ciok Gun! Jari tangannya menusuk dengan serangan totokan ke arah pundak kanan suhengnya itu, merupakan sebuah jurus dari ilmu silat San-in-kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu diantara ilmu-ilmu Cin-ling-pai. Kui Hong tahu benar bahwa suhengnya itu merupakan seorang ahli dalam ilmu ini, maka ia sengaja menyerang dengan ilmu itu untuk membuat suhengnya terkejut.

Akan tetapi diserang secara tiba-tiba itu, Ciok Gun sama sekali tidak kelihatan gugup atau heran. Dengan tenang saja dia miringkan tubuh sambil menangkis dan meloncat dari kursinya. Tangkisan itu terasa kuat sekali oleh Kui Hong dan ketika ia memandang kepada Ciok Gun yang kini sudah berdiri, pemuda itu sama sekali tidak terkejut atau penasaran, hanya memandang kepadanya dengan wajah dingin.

"Pangcu, mengapa menyerangku?"

Pertanyaan itu diajukan, akan tetapi sikap kaki tangan Ciok Gun menunjukkan bahwa dia siap untuk berkelahi! Hal ini tidak lepas dari pengamatan Kui Hong.

"Aku hanya ingin bertanya, Suheng. Dengan adanya Suheng membantu Gouw Susiok, bagaimana rnungkin kalian sampai tidak mampu membongkar rahasia ini? Banyak murid Cin-ling-pai dituduh memperkosa dan membunuh, mengeroyok dan menghina para tamu kehormatan dan kalian sama sekali tidak mampu menangkap seorangpun diantara mereka? Rasanya mustahil sekali ini!"

"Pangcu, kami sudah berusaha sekuat tenaga namun gagal." kata Ciok Gun.

Pada saat itu, Bi Hwa masuk sambil membawa hidangan yang masih panas.
"Pangcu, masakan sudah siap. Mari, silakan, Pangcu. Selagi masih panas, silakan makan minum dulu. Pangcu habis melakukan perjalanan jauh, tentu lapar." Dan ia melirik kepada suaminya dan kepada Ciok Gun, "Mari kalian temani Pangcu makan."

Dengan ramah wanita ini mengatur hidangan di atas meja. Ia pura-pura tidak tahu betapa sejak tadi Kui Hong mengamatinya dengan penuh perhatian dan penuh selidik.

Melihat betapa baik Kui Hong maupun suaminya dan Ciok Gun kelihatan tegang dan tidak gembira, Bi Hwa menghampiri suaminya.

"Eh, kenapa kalian nampak bingung? Silahkan makan minum, baru bicara lagi.”

Kian Sun terpaksa menjawab.
“Kami sedang membicarakan ancaman tiga hari mendatang dan ……”

“Aih, sun-ko, kenapa murung? Setelah pangcu pulang, apalagi yang ditakutkan? Engkau pernah bercerita bahwa pangcu biarpun terhitung murid keponakanmu, memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Kalau orang-orang yang tidak tahu aturan itu berani mengacau Cin-ling-pai dan menuduh yang bukan-bukan lalu hendak menyerang, tentu pangcu akan sanggup mengalahkan mereka.”

“Pangcu!” kata Ciok Gun penuh semangat. “Para utusan itu memang keterlaluan. Mereka hanya menuduh, akan tetapi kami tidak dapat menemukan buktinya. Memang ada murid mereka yang tewas, akan tetapi apa buktinya bahwa murid-murid Cin-ling-pai yang melakukannya? Kalau mereka mendesak, biar aku yang akan melawan sekuat tenaga!”

Kui Hong tersenyum dan waspada. Dari ucapannya tadi, ia tahu bahwa isteri Gouw Kian Sun itu seorang wanita yang amat cerdik, walaupun nampaknya halus dan ramah.

"Ciok Gun Suheng, engkau tidak boleh bertindak tanpa perintahku! Sudahlah, kita bicarakan lagi nanti, aku ingin beristirahat." kata Kui Hong, dan ia membalik hendak pergi ke kamamya sendiri.

"Aih, Pangcu. Apakah engkau tidak makan dulu? Sudah kuhidangkan semua ini….”

Kui Hong menghadapi wanita itu dengan sinar matanya mencorong penuh selidik.
"Enci," katanya dengan suara tegas, "engkau bukan murid Cin-ling-pai maka tidak perlu menyebut aku pangcu. Namaku Kui Hong, Cia Kui Hong, dan pada saat ini aku tidak lapar. Terima kasih atas keramahanmu. Aku hendak beristirahat di kamarku dan menenangkan pikiran. Aku tidak mau diganggu siapapun!"

Kui Hong meninggalkan ruangan itu, akan tetapi setelah tiba di luar ruangan itu, ia menyelinap ke balik pilar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan tiga orang didalam itu.

“Ahhh, ia marah sekali,"

Kui Hong mendengar suara Kian Sun, suara yang mengandung kedukaan dan kekhawatiran.

"Sudahlah, biarkan ia yang memikirkan hal itu. Ia ketua Cin-ling-pai. Yang penting, engkau tidak bersalah dan tidak ada bukti bahwa murid-murid Cin-ling-pai melakukan semua itu.” terdengar suara Bi Hwa yang halus merdu, seolah menghibur suaminya.

"Benar, Suhu. Kalau mereka datang menyerang, ada pangcu disini. Dan kita dapat mengerahkan seluruh murid Cin-ling-pai untuk melawan mereka. Aku sendiri akan menghadapi mereka dengan mati-matian!" terdengar suara Ciok Gun.

Ketika mereka itu tidak bicara lagi dan terdengar langkah kaki mereka hendak meninggalkan ruangan, Kui Hong menyelinap dan pergi ke kamarnya. Ia tidak tahu betapa Bi Hwa memberi isyarat dengan telunjuk di depan mulut kepada Kian Sun dan Ciok Gun agar mereka tidak bicara lagi!

**** 24 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar