Ads

Rabu, 29 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 28

“Aku tidak takut! Kita tunggu apalagi? Sudah jelas mereka menawan kong-kong, ayah, ibu dan adik Kui Bu. Mereka mempengaruhi Gouw Susiok dan suheng ini, mereka menguasai Cin-ling-pai dan hendak menghancurkan Cin-ling-pai, mengadu domba dengan partai-partai lain! Mari kau bantu aku menghancurkan dan membasmi gerombolan jahat ini, hay-ko!”

“Tenang dan ingatlah, Hong-moi. Ingat bahwa kong-kongmu, juga ayah dan ibumu, mereka bertiga adalah yang berkepandaian tinggi. Namun tetap saja mereka sampai tertawan! Tentu Pek-lian-kauw menggunakan akal busuk! Kita harus cerdik dan jangan sampai tertipu. Pula, andaikata kita sekarang menggunakan kekerasan, bagaimana engkau akan menghadapi para tokoh partai besar itu besok lusa?”

“Akan kuhancurkan gerombolan itu dan akan kupaksa mereka mengaku di depan para lo-cian-pwe bahwa Pek-lian-kauw yang melakukan semua pembunuhan itu!”

“Hemm, mudah dibicarakan akan tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan. Pek-lian-kauw merupakan perkumpulan yang jahat dan licik. Bagaimana kalau mereka itu sempat meloloskan diri? Tetap saja Cin-ling-pai yang akan dituduh melakukan semua pembunuhan itu. Kita harus menangkap basah mereka, kita hadapi kelicikan mereka dengan siasat.”

Kui Hong diam-diam tertegun. Ia dapat melihat kebenaran ucapan kekasihnya. Biarpun hatinya tidak sabar, terpaksa ia mengangguk.

“Lalu apa yang akan kita lakukan, Hay-ko? Aku khawatir sekali akan keselamatan keluargaku.”

“Kita pergunakan Ciok Gun untuk memancing! Kalau tadinya Ciok Gun menjadi alat mereka, kini kita menyadarkan Ciok Gun hingga dia dapat membantu kita memancing mereka itu melanjutlan perbuatan mereka sampai besok lusa. Di depan para lo-cian-pwe itu, kita telanjangi mereka, kita buka rahasia mereka sehingga mereka tidak sempat mengelak atau melarikan diri.”

“Tapi, aku khawatir sekali akan nasib keluargaku!”

“Tidak perlu khawatir, Hong-moi. Mereka menawan keluargamu hanya dengan maksud agar keluargamu tidak sempat menghalangi rencana mereka.”

“Tapi, bagaimana kalau nanti suheng Ciok Gun mereka kuasai lagi? Bisa hancur berantakan semua siasatmu!”

“Jangan khawatir, Hong-moi. Kalung batu kemala ini akan mampu melindunginya dari pengaruh sihir orang-orang Pek-lian-kauw.”

Hay Hay mengeluarkan kalung itu lalu memasangnya di leher Ciok Gun, disembunyikan di balik bajunya.

“Terserah kepadamu, Hay-ko. Akan tetapi, hati-hati jangan sampai gagal. Ini menyangkut keselamatan kakek, ayah, ibu dan adikku, juga menyangkut nama baik Cin-ling-pai.”

“Aku mengerti, hong-moi jangan khawatir.”

Hay Hay lalu membebaskan totokan Ciok Gun. Murid Cin-ling-pai ini telah dibebaskan dari belenggunya, dan setelah totokannya bebas, dia tersadar, membuka mata, memandang dengan heran wajah Hay Hay yang tidak dikenalnya. Kemudian dia melirik ke kiri dan begitu melihat Kui Hong, dia cepat bangkit duduk dan memandang heran.

“Sumoi….. eh, Pangcu! Dimana kita? Apa yang terjadi dan siapa…… siapa saudara ini…..?”

Lega rasa hati Kui Hong. Dari sikap, pandang mata dan suaranya, jelas bahwa suhengnya telah kembali normal.

“Hemm, suheng Ciok Gun. Apakah engkau tidak ingat lagi apa yang telah kau lakukan selama ini sehingga engkau mencelakakan keluarga kong-kong dan membahayakan keadaan Cin-ling-pai?” tanya Kui Hong dengan suara penuh teguran.

Ditanya demikian, Ciok Gun termenung dan meraba-raba dahinya, mengingat-ingat. seperti bayangan yang samar-samar, ada sebagian peristiwa yang diingatnya, terutama sekali kakek gurunya, uwa gurunya dan keluarga Cia Kui Bu yang kini meringkuk dalam tempat tahanan! Dan begitu teringat akan keadaan dirinya, betapa dia tidak mampu menolak dan tunduk serta taat akan semua kehendak Tok-ciang Bi Moli yang hina, wajahnya berubah merah sekali.

“Pangcu, apakah yang telah terjadi? Seperti mimpi buruk saja ….. dalam mimpi itu aku melihat betapa kakek guru, juga ayah ibumu dan adikmu, menjadi tawanan dan aku … aku….. mengapa aku membantu iblis betina dan kawan-kawannya itu? Apa yang sesungguhnya terjadi atas diriku?”

“Tenanglah, Ciok-toako (kakak Ciok), engkau hanya menjadi korban kekuatan sihir dan bius orang-orang Pek-lian-kauw,” kata Hay Hay menghiburnya.

Ciok Gun memandang ke arah Hay Hay dengan alis berkerut.
“Siapakah engkau? Pangcu, apakah orang ini boleh dipercaya? Di Cin-ling-pai sekarang berkeliaran banyak orang jahat!”






Kui Hong makin maklum bahwa jalan pikiran suhengnya masih kacau.
“Ketahuilah, Suheng. Dia adalah Pendekar Tang Hay, sahabat baikku yang boleh dipercaya. Bahkan engkau dapat pulih kembali pikiranmu karena pertolongannya. Dia yang mengusir pengaruh sihir dan pembius yang tadinya meracunimu, dan membuat engkau menjadi hamba dan alat dari iblis betina itu dan kawan-kawannya.”

Mendengar ini, Ciok Gun segera memberi hormat kepada Hay Hay.
“Ah, maafkan aku, Tai-hiap (pendekar besar). Aku….. aku masih bingung…..”

“Toako, kau raba kalung yang kugantungkan di lehermu itu. Sembunyikan kalung itu baik-baik di balik bajumu. Mustika itu kupinjamkan kepadamu dan selama engkau mengenakan mustika itu sebagai kalungmu maka orang-orang Pek-lian-kauw itu tidak dapat mempengaruhimu dengan sihir lagi.”

“Pek-lian-kauw …..?” Ciok Gun terkejut.

“Benar, suheng. Kita telah terancam oleh orang-orang Pek-lian-kauw. Seperti kau katakan tadi, ketika engkau masih dalam pengaruh sihir dan dicengkeram mereka, agaknya Pek-lian-kauw mengirim Pek-lian Sam-kwi dan Tok-ciang Bi Moli untuk mengacau Cin-ling-pai. Mereka datang kesini dan entah dengan akal bagaimana mereka dapat menawan kong-kong, ayah, ibu dan adikku. Mereka dapat menguasaimu dengan bius dan sihir sehingga engkau menjadi alat mereka. Dan susiok Gouw Kian Sun mereka kuasai dengan jalan mengancam dia bahwa kalau dia tidak tunduk, maka keluarga Cia akan dibunuh!”

“Ah, aku ingat sekarang! Dalam mimpi buruk itu… aku …. Aku membantu mereka. Aku yang memancing dan menjebak….. ah, apa yang telah kulakukan? Benarkah semua itu terjadi? Aku….. aku menjadi pengkhhianat, aku membantu orang jahat menangkapi orang-orang yang kuhormati dan kumuliakan?”

“Semua itu telah terjadi, diluar kesadaranmu karena engkau terbius dan tersihir, Suheng. Dan bukan itu saja. Orang-orang Pek-lian-kauw telah memaksa Gouw Susiok menikah dengan Su Bi Hwa itu, dan juga mengadu domba Cin-ling-pai. Mereka membunuh dan memperkosa murid-murid para tokoh partai besar dan menggunakan nama murid Cin-ling-pai….”

“Ah, benar …..! Aku ingat sekarang! Aduh, Pangcu. Dosaku besar sekali. Aku mengaku berdosa, aku siap menerima hukuman. Hukumlah, bunuhlah aku, Pangcu. Dosaku tak dapat diampuni lagi…..”

Dan Ciok Gun, orang yang biasanya tenang dan pemberani itu, kini menangis seperti anak kecil!

“Ciok-taoko, hentikan tangismu yang tidak ada gunanya itu,” kata Hay Hay. “Engkau melakukan semua itu diluar kesadaranmu, oleh karena itu tidak perlu engkau menyesali perbuatanmu. Yang terpenting sekarang adalah melakukan sesuatu untuk menebus semua itu, untuk menyelamatkan keluarga Cia dan untuk menyelamatkan Cin-ling-pai dan menghancurkan para penjahat. Maukah engkau membantu kami?”

Ciok Gun mengusap air matanya dan dengan penuh semangat dia berkata,
“Tang Taihiap, aku siap mengorbankan nyawaku untuk menebus dosa, untuk menyelamatkan keluarga Cia dan Cin-ling-pai!”

“Bagus! Kalau begitu, dengarkan rencana kami baik-baik.”

Mereka lalu berbisik-bisik mengatur rencana mereka seperti yang dikemukakan Hay Hay. Mereka tidak lama berunding disitu karena Hay Hay dan Kui Hong segera pergi meninggalkan Ciok Gun agar jangan sampai pertemuan mereka itu diketahui oleh orang-orang Pek-lian-kauw.

Perhitungan Hay Hay memang tepat. Tak lama setelah dia dan Kui Hong pergi, muncul Lan Hwa Cu, Siok Hwa Cu, Kim Hwa Cu dan Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa di hutan itu. Empat orang ini tadi berindap-indap memasuki hutan dan setelah mereka mengintai dan hanya melihat Ciok Gun seorang disitu, mereka segera berloncatan menghampiri.

Mereka melihat Ciok Gun dalam keadaan pingsan tertotok. Dengan gelisah Su Bi Hwa lalu membebaskan totokan itu dan Ciok Gun siuman kembali. Dia bangkit duduk dan memandang mereka dengan sikap biasa, siap menanti perintah! Akan tetapi, Su Bi Hwa masih merasa khawatir dan curiga, maka ia memberi isyarat kedipan mata kepada tiga orang gurunya.

“Ciok Gun, berdirilah engkau!” tiba-tiba Lan Hwa Cu berseru dengan suara garang.

Bagaikan boneka hidup, Ciok Gun bangkit berdiri dengan tegak, wajahnya dingin, matanya tidak membayangkan perasaan dan sikapnya siap siaga. Bi Hwa maju menghampirinya, lalu merangkulnya dan mencium pipinya. Ciok Gun tetap tidak membuat gerakan melawan atau menyambut, seperti arca batu saja. Lalu Bi Hwa melepaskan rangkulannya dan mengayun tangan.

“Plakk!”

Keras sekali tamparan itu dan akibatnya, tubuh Ciok Gun terhuyung. Akan tetapi tetap saja dia tidak melawan, dan berdiri lagi dengan tegak.

Empat orang itu saling pandang dan mengangguk. Lalu Bi Hwa memegang tangan Ciok Gun.

“Ciok Gun, duduklah dan ceritakan apa yang telah kau alami ketika engkau diajak pergi Cia Kui Hong tadi.”

Mereka duduk diatas tanah berumput di bawah pohon dan Ciok gun bercerita dengan suara yang wajar, seperti biasa.

“Pangcu membawaku kesini dan ia memaksaku mengaku. Kukatakan bahwa aku tidak tahu apa-apa, bahkan disini semua biasa dan wajar. Ia membujuk dan mengancam, bahkan menghajarku, akan tetapi aku tidak mengatakan sesuatu diluar kehendak kalian. Ia menyerangku, menotok dan karena ilmu kepandaiannya tinggi, aku tertotok dan tidak ingat apa-apa lagi.”

Lan Hwa Cu mengangguk-angguk.
“Gadis itu memang lihai bukan main. Agaknya setelah merobohkan Ciok Gun, ia mencariku dan menyerangku. Ia berbahaya sekali.”

“Sebaiknya kalau kita tangkap gadis itu juga,” kata Kim Hwa Cu.

“Ya, dan berikan ia kepadaku. Akan kubebaskan ia dari keliarannya!” kata Siok Hwa Cu sambil tersenyum kejam.

“Aih, sam-wi Suhu terlalu sembrono. Serahkan saja kepadaku.”

“Ha-ha, Bi Hwa. Apakah engkau ditulari pengakit suheng Lan Hwa Cu? Dia seorang pria yang hanya suka kepada pria, tidak menyukai wanita. Apakah sekarang seleramu juga beralih kepada sesama wanita?” Siok Hwa Cu mengejek.

“Bukan begitu maksudku, ji Suhu (guru ke dua). Cia Kui Hong itu lihai ilmu silatnya. Hal itu lebih baik lagi. Kalian tentu ingat bahwa lusa adalah hari yang dijanjikan Kui Hong kepada para pemimpin partai-partai persilatan besar itu. Tentu akan terjadi pertandingan hebat dan kalau mereka saling bertanding, berarti mereka akan kehilangan tenaga. Kalau sudah loyo semua, mudah bagi kita untuk membabat mereka. Bukankah begitu? Untung bahwa Ciok Gun masih teguh dan menjadi pembantu kita yang setia. Rencana kita dilanjutkan. Kita menanti sampai lusa dan selama dua hari ini, kita tinggal bersembunyi saja dan pesan kepada anak buah agar jangan melakukan sesuatu yang akan menggoncangkan keadaan. Cia Kui Hong pasti tdiak akan menemukan apa-apa sampai esok lusa.”

“Bagus, dengan anak buah kita, kita akan berjaga-jaga. Kalau mereka semua sudah saling serang dan menjadi lemah, kita turun tangan,” kata Lan Hwa Cu. “Akan tetapi bagaimana dengan Ciok Gun? Kalau kita bertempur, tentu saja kami bertiga tidak dapat mengendalikannya.”

Bi Hwa menoleh kepada Ciok Gun yang duduk seperti patung. Selama berada dibawah pengaruh sihir tiga orang tosu itu, memang dia seperti boneka hidup dan hanya akan mengadakan reaksi kalau empat orang itu mengajaknya bicara.

“Ciok Gun!” kata Bi Hwa sambil memegang lengannya.

Ciok Gun menoleh dan memandang kepada Bi Hwa dengan pandang mata kosong.
“Apa yang dapat kulakukan untukmu, Moli?” tanyanya.

“Esok lusa kalau terjadi pertempuran, apa yang dapat kau lakukan untuk kami?”

“Aku akan membantu dengan taruhan nyawa!” katanya kaku.

“Membantu apa?”

“Apa saja! Kalau perlu, aku dapat menjaga para tawanan itu, atau membunuh mereka kalau kalian kehendaki,” kata pula Ciok Gun.

“Bagus!” tiba-tiba Lan Hwa Cu berkata. “Memang sebaiknya dia diberi tugas untuk menjaga dan membunuh mereka semua kalau sampai usaha kita gagal. Mereka itu berbahaya dan kita tidak dapat mempercayakan kepada anak buah kita. Ciok Gun yang paling tepat dan dapat diandalkan untuk menjamin agar mereka tidak sampai dapat meloloskan diri.”

Mereka semua bersepakat untuk mengatur siasat, yaitu membiarkan para tokoh partai persilatan besar memperebutkan kebenaran dan bentrok dengan Cin-ling-pai, apalagi kalau sampai gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu terbunuh atau setidaknya terluka. Kalau sudah sejauh itu, membebaskan keluarga Cia juga tidak mengapa, bahkan lebih baik karena para tokoh Cin-ling-pai itu pasti tidak tinggal diam dan permusuhan akan menjadi semakin menghebat. Kalau sudah begitu, maka tugas mereka untuk mengadu domba dan menghancurkan Cin-ling-pai berhasil baik.

Akan tetapi, andaikata siasat mengadu domba itu gagal dan Cin-ling-pai tidak sampai bertempur melawan partai-partai lain, masih belum terlambat untuk membunuh para tawanan itu. Dan untuk tugas ini, Ciok Gun yang telah menjadi seperti boneka hidup itu pasti akan mampu melaksanakannya dengan baik. Asap beracun akan dapat disemprotkan dari luar kamar tahanan dan betapapun lihainya, keluarga Cia itu takkan mampu membela diri, apalagi melepaskan diri.

**** 28 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar