Ads

Kamis, 30 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 34

“Untung ada engkau yang menggunakan sihirmu menguasai Ciok Gun, Hay-ko, kalau tidak, aku sendiri tidak akan tahu entah bagaimana aku dapat membongkar rahasia mereka dan memancing mereka. Sungguh Cin-ling-pai berhutang budi besar terhadapmu,” kata Kui Hong kepada kekasihnya ketika mereka duduk berhadapan di ruangan tamu rumah keluarga Cia.

Hay Hay tertawa dan menepuk punggung tangan gadis itu.
“Hushh, diantara kita mana pantas bicara tentang budi? Aku membantumu, hal itu sama saja dengan kalau engkau membantuku. Saling bantu antara kita adalah wajar sekali, bukan? Jangan katakan Cin-ling-pai hutang budi kepadaku.”

“Kau tidak tahu, Hay-ko. Bagi kami keluarga Cia, Cin-ling-pai paling kami utamakan. Jatuh-bangunnya Cin-ling-pai merupakan jatuh-bangunnya kehidupan kami, setidaknya tekad itu merupakan sumpah bagi setiap angauta kami yang menjadi pangcu seperti aku sekarang ini.”

Wajah Hay Hay yang tadinya berseri itu kehilangan kegembiraannya, dan dia menatap tajam wajah kekasihnya.

“Akan tetapi, Hong-moi, kulihat semua sikap tokoh Cin-ling-pai, maafkan keterus teranganku ini, tidak menunjukkan seperti apa yang kau katakan itu.”

Sinar mata gadis itu dengan tajam menyambar wajah Hay Hay.
“Apa yang kau maksudkan dengan ucapanmu itu, Hay-ko?”

“Mereka semua itu, dari kakekmu sampai ayah ibumu, juga wakil ketua Cin-ling-pai dan pembantunya, semua menyerah kepada orang-orang Pek-lian-kauw karena mendahulukan kepentingan keluarga. Bukankah demikan? Mereka tidak dapat melawan karena mengkhawatirkan keselamatan keluarga Cia yang telah tertawan. Nah, hal itu bagiku wajar saja. Bagaimanapun juga, setiap orang manusia akan mementingkan diri sendiri dan keluarganya lebih dahulu, baru mementingkan yang lain.”

“Tidak! Kukatakan tadi bahwa sumpah itu hanya dilakukan oleh seorang ketua Cin-ling-pai. Ketika kakekku menjadi ketua dahulu, diapun bersikap demikian. Juga ayahku. Sekarang, akulah yang bersumpah. Karena itu, aku seorang yang tidak mau tunduk kepada mereka, dan aku melawan, biarpun perlawananku itu membahayakan keluargaku. Untung engkau yang membantuku sehingga keluarga kami semua selamat dan Cin-ling-pai dapat pula dibersihkan dari para penyelundup itu.”

Hay Hay mengerutkan alisnya. Pendirian kekasihnya itu merupakan suatu segi yang asing baginya. Akan tetapi dia menghibur dirinya dan sambil tersenyum berkata,

“Tentu saja engkau benar, Hong-moi. Akan tetapi, setelah kita menikah, tentu engkau akan melepaskan kedudukan ketua itu kepada orang lain sehingga tidak terikat lagi oleh kewajiban dan tugas yang berat.”

Kui Hong menunduk dan menarik napas panjang.
“Tadinya akupun tidak suka terikat, Hay-ko, maka aku pergi meninggalkan Cin-ling-pai dan menyerahkan tugas kepada susiok Gouw Kian Sun dan suheng Ciok Gun. Aku sendiri merantau untuk menambah pengalaman. Akan tetapi engkau lihat sendiri, apa yang terjadi dengan Cin-ling-pai. Aku merasa menyesal sekali dan aku melihat bahwa aku telah melalaikan kewajibanku. Maka, aku berjanji akan membela dan mengatur Cin-ling-pai sehingga menjadi kuat dan jaya kembali.”

“Biarpun sudah menikah?”

“Apa salahnya setelah menikah tetap menjadi pangcu?”

“Dan suamimu….. eh, aku?”

“Dengan sendirinya engkau menjadi Cin-ling-pai dan bantuanmu amat kami butuhkan, Hay-ko. Justeru dengan adanya engkau, maka aku menjadi besar hati dan yakin akan mampu membuat Cing-ling-pai kembali jaya seperti di jaman nenek-moyang dahulu.”

Hay Hay tidak bicara lagi karena pada saat itu nampak rombongan keluarga Cia memasuki ruang tamu dimana mereka bercakap-cakap. Akan tetapi di dalam hatinya dia merasa gelisah. Dia sama sekali tidak setuju dengan pendapat dan keinginan hati kekasihnya. Dia ingin bebas, biarpun sudah menikah dengan Kui Hong, dia ingin bersama isterinya bagaikan dua ekor burung terbang diangkasa luas. Tidak terkurung dalam sangkar berupa Cin-ling-pai.

Karena kakek, ayah dan ibu Kui Hong memasuki ruangan itu, Hay Hay cepat bangkit berdiri dengan sikap hormat. Diam-diam mengagumi keluarga kekasihnya itu. Memang keluarga gagah perkasa, pantas namanya terkenal di dunia kang-ouw karena sepak terjang mereka yang keras namun selalu menjunjung kebenaran dan keadilan.

Cia Kong Liang adalah seorang kakek yang usianya sudah tujuh puluh tahun lebih, namun tubuhnya masih tegak, wajahnya keren berwibawa dan pandang matanya menusuk penuh ketabahan. Cia Hui Song seorang pria berusia empat puluh empat tahun yang juga tampan dan gagah walaupun nampak lebih tua daripada usia sebenarnya dengan banyak garis-garis derita di dahinya. Ibu dari Kui Hon, Ceng Sui Cin, berusia tiga puluh sembilan tahun, nampak penuh semangat dan sinar matanya jelas nampak kekerasan hati dan keberanian. Dari sikap mereka saja sudah mudah diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang lihai.

Akan tetapi, Hay Hay merasa tidak enak melihat betapa mereka bertiga itu, terutama ibu Kui Hong yang menggandeng tangan anak laki-laki berusia lima tahun, memandang hanya sekilas kepadanya dengan mulut cemberut. Kakek Cia Kong Liang bahkan sama sekali tidak memandangnya, hanya melewati saja pandang mata itu diatas kepalanya.

Hanya Cia Hui Song yang memandang kepadanya agak lama, namun bukan dengan sinar mata ramah, melainkan dengan sinar mata penuh selidik! Sungguh bukan sikap orang-orang yang berterima kasih walau dia seujung rambutpun tidak mengharapkan terima kasih dari mereka. Yang dia bantu adalah Kui Hong, gadis yang dikasihinya, bukan keluarga Cia atau Cin-ling-pai.

Kui Hong juga agaknya menjadi curiga. Tentu saja ia mengenal baik tiga orang tua itu dan merasa bahwa sikap mereka sungguh tidak seperti biasa, tidak semestinya, bahkan tidak pada tempatnya. Mereka jelas mengacuhkan, bahkan meremehkan Hay Hay!

Biarpun hatinya merasa tidak enak, bahkan tidak senang melihat sikap orang tuanya, namun tentu saja Kui Hong tidak berani bertanya terang-terangan. Disambutnya ibunya dan ia memondong adiknya, Cia Kui Bu dan mencium kedua pipi adiknya itu!






“Enci hebat! Kata kong-kong, enci yang membebaskan kami. Aih, kalau saja aku sudah besar dan selihai Enci, tentu akan kubasmi habis semua orang Pek-lian-kauw yang jahat itu!”

Kui Hong tersenyum bangga dan menurunkan adiknya, mengelus kepala adiknya,
“Kelak engkau tentu lebih lihai daripada aku. Ingat selalu bahwa engkau adalah calon ketua Cin-ling-pai yang hebat!”

Mendengar ini, Cia Kong Liang berkata,
“Mudah-mudahan saja kelak dia akan mampu mengangkat kembali nama Cin-ling-pai yang dirusak oleh para jahanam itu.”

Kui Hong memandang kepada ayahnya.
“Ayah, apakah orang-orang dari empat partai itu sudah pergi? Mereka sungguh menjemukan. Kita sedang tertimpa malapetaka, mereka bahkan menghimpit kita dengan tuduhan-tuduhan berat!”

“Hemm, jangan engkau berkata begitu Kui Hong,” kata Hui Song dengan suara tegas. “Mereka itu menjadi korban, bahkan ada yang tewas dan terluka diantara orang-orang tak berdosa itu. Karena mereka berada disini, dan yang melakukan menyamar sebagai murid kita, tentu saja tadinya mereka merasa yakin bahwa Cin-ling-pai yang melakukan kejahatan itu. Sungguh sial, Cin-ling-pai telah dinodai dan dicemarkan. Tugasmulah sebagai pangcu untuk mengangkat kembali nama baik Cin-ling-pai, membersihkannya dari noda dengan bertindak tegas dan keras terhadap semua murid dan anggauta.”

“Nanti dulu,” kata Ceng Sui Cin sambil memandang kepada Hay Hay. “Sungguh tidak sepatutnya bicara soal Cin-ling-pai di depan orang luar, padahal yang kita bicarakan adalah urusan pribadi Cin-ling-pai. Kui Hong, sahabatmu ini dari partai manakah, dan siapa pula nama selengkapnya, siapa gurunya dan orang tuanya?”

Biarpun pertanyaan itu ditujukan kepada Kui Hong, namun sinar mata nyonya itu menatap wajah Hay Hay yang penuh senyum kembali, sehingga Hay Hay merasa benar bahwa pertanyaan itu langsung ditujukan kepadanya.

Sui Cin sengaja bertanya untuk mengalihkan percakapan keluarga dan kangsung saja bicara tentang pemuda yang mendatangkan perasaan tidak suka di hati mereka itu karena pemuda itu adalah putera seorang jai-hwa-cat besar! Tentu saja sebagai seorang ibu, hatinya tidak suka dan khawatir melihat puterinya akrab dengan putera seorang penjahat yang demikian tersohor seperti Ang-hong-cu.

Kui Hong memandang ibunya, iapun merasakan sesuatu yang tidak beres dalam sikap ibunya, ayahnya, dan juga kakeknya. Hal ini membuat dia terheran-heran. Bukankah jasa Hay Hay amat besar dalam menyelamatkan keluarga Cia tadi sehingga nama baik Cin-ling-pai dapat dibersihkan kembali? Sepatutnya kalau ibunya, setidaknya, bersikap bersahabat dengan Hay Hay, bukan malah bersikap dingin dan seperti orang yang tidak menyukai kehadiran pemuda itu di Cin-ling-pai. Ia tidak percaya bahwa orang tuanya mempunyai watak yang demikian tak kenal budi.

“Hay-ko, engkau jawablah sendiri pertanyaan ibu,” katanya dengan hati yang tidak puas.

Sengaja ia memperlihatkan sikap ini karena ia memang jengkel dan agar ayah ibunya, juga kakeknya tahu akan kejengkelannya itu.

Akan tetapi Hay Hay tenang saja, bahkan senyumnya tidak meninggalkan mulutnya. Setelah memberi hormat kepada tiga orang tua itu yang kini juga mengambil tempat duduk menghadapinya, seperti panitya hakim yang sedang mengadilinya, diapun berkata dengan lembut.

“Saya mohon maaf kepada Kakek, Paman dan Bibi yang terhormat sebagai sesepuh Cin-ling-pai bahwa saya dengan lancang berani datang kesini dan mencampuri urusan Cin-ling-pai.”

“Hay-ko, engkau datang karena kuajak, dan kedatanganmu bahkan menjadi penyelamat keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Bagaimana engkau malah minta maaf?” Kui Hong berkata setengah berteriak karena hatinya merasa penasaran sekali.

“Kui Hong, kami hanya ingin mengenal pemuda ini lebih dekat, kenapa engkau mendadak bersikap begini kasar?”

Hui Song menegur puterinya. Mendapatkan teguran ayahnya, wajah Kui Hong menjadi marah dan mulutnya cemberut.

“Ayahmu benar, Kui Hong. Aku hanya ingin mengetahui siapa gurunya, dan siapa pula orang tuanya. Bukankah ini wajar?” kata ibunya.

“Hemm, sikap kalian yang tidak wajar,” teriak hati Kui Hong.

Akan tetapi karena disitu terdapat Hay Hay, ia tidak ingin memperlihatkan perbantahan antara anak dan orang tua. Hay Hay sejak tadi masih tersenyum saja, walaupun disudut hatinya, diapun merasa heran mengapa keluarga pendekar yang terkenal berbudi itu bersikap seperti itu, hal yang sesungguhnya amat janggal kalau diingat sejak kemunculannya disitu, dia hanya membantu keluarga itu.

“Kalau cu-wi (anda sekalian) ingin mengetahui siapa guru-guru saya, sesungguhnya saya belum pernah menyebut nama mereka kepada orang lain. Akan tetapi, mengingat bahwa keluarga cu-wi adalah keluarga pendekar besar, dan saya hanya memberi keterangan karena ditanya dan cu-wi menghendaki jawaban, maka biarlah sekali ini saya menyebut nama mereka…..”

“Hay-ko, kita sudah berkenalan lama sekali, menghadapi segala macam pengalaman dan bahaya maut, namun aku belum pernah mendesakmu untuk mengatakan siapa guru-gurumu. Kalau memang nama mereka harus dirahasiakan, engkau tidak perlu memaksa diri untuk menceritakan kepada orang tuaku!” kembali Kui Hong berseru, hatinya mulai terasa pahit.

“Kui Hong, engkau ini kenapa sih?” tiba-tiba kakek Cia Kong Liang menegurnya. “Ayah ibumu hanya ingin lebih mengenal sahabatmu yang kau ajak kesini, hal itu kurasa wajar saja! Kenapa engkau seperti orang yang marah-marah?”

Kini Kui Hong tak mampu mengendalikan kemarahannya lagi. Ia memang berwatak keras dan galak seperti ibunya, suka berterus terang.

“Kong-kong, siapakah yang aneh dan siapa yang tidak wajar? Hay-ko ini datang karena kuajak, kemudian disini kami melihat hal yang tidak wajar, bahkan dia membantuku, dan tanpa bantuannya, belum tentu aku akan mampu membereskan para penjahat itu dan membebaskan Cin-ling-pai dari malapetaka dengan mudah. Akan tetapi, apa yang kulihat sekarang? Sahabatku ini bukan disambut ramah, melainkan disambut dengan sikap yang tidak sepatutnya, seolah sahabatku ini baru saja melakukan kejahatan!”

Hui Song dan isterinya saling pandang, juga kakek Cia Kong Liang merasa canggung. Mereka bertiga bukan tidak tahu bahwa sikap mereka terhadap pemuda itu memang tidak patut kalau mengingat bahwa pemuda itu telah menyelamatkan keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Akan tetapi, mendengar siapa adanya pemuda itu membuat mereka mengkhawatirkan hal yang mereka anggap tidak kalah pentingnya, yaitu masa depan Kui Hong yang berarti menyangkut pula nama baik Cin-ling-pai.

Melihat yang terjadi antara kekasihnya dan orang tua kekasihnya itu, tentu Hay Hay yang merasa paling tidak enak. Dia cepat bangkit dan memberi hormat kepada semua orang, lalu berkata kepada Kui Hong.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar