Ads

Selasa, 04 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 50

"Itulah kelemahan kita manusia. Dalam keadaan sehat tanpa ada gangguan penyakit, jarang ada orang yang menyadari kesehatannya dan kalau dia terganggu penyakit, barulah dia membayangkan betapa senang dan indahnya kalau dia sehat. Demikian pula dengan kebahagiaan. Kalau ada sesuatu yang terjadi, yang membuat dia merana dan merasa tidak berbahagia, dia menjadi haus akan kebahagiaan! Selama hati akal pikiran masih bergelimang nafsu, kita akan selalu haus akan sesuatu yang lebih, dan tidak pernah merasa puas dengan yang ada. Pengejaran akan sesuatu yang lebih, yang ada. Pengejaran akan sesuatu yang lebih, yang dianggap akan membahagiakan itulah penghancur kebahagiaan itu sendiri."

"Aih, kalau begitu, biang keladinya adalah nafsu, Kek. Pantas saja para cerdik pandai bertapa dan mengasingkan diri untuk mengendalikan nafsu, untuk memerangi nafsunya sendiri."

"Siapa yang berhasil? Bagaimana mungkin hati akal pikiran yang bergelimang nafsu ini dapat melakukan usaha untuk membersihkan diri sendiri dari gelimangan nafsu? Kita hanya akan terseret dalam lingkaran setan, orang muda. Hasil usaha dari nafsu tentu saja juga masih mementingkan diri sendiri, berpamrih, dan bahkan akan memperkuat cengkeraman nafsu. Kita sebagai manusia hidup tak mungkin melenyapkan nafsu. Kita membutuhkan nafsu untuk hidup. Tanpa adanya nafsu, kita tidak akan menjadi manusia."

"Wah, wah! Kalau begini bagaimana, Kek? Nafsu mencelakakan kita, akan tetapi kita tidak dapat hidup tanpa nafsu! Lalu bagaimana?"

"Nafsu laksana api, orang muda. Kalau menjadi pelayan, dia akan amat berguna, sebaliknya kalau menjadi majikan, dia akan berbahaya. Nafsu itu pelayan yang setia dan majikan yang kejam. Nafsu adalah alat, harus kita peralat, maka akan nampak kegunaannya. Akan tetapi, sekali dia yang memperalat kita, akan binasalah kita. Jadi, nafsu harus kita pertahankan sebagai pelayan, jangan sampai menjadi majikan."

"Tapi, bukankah usaha kita adalah usaha hati akal pikiran yang bergelimang nafsu? Lain siapa yang akan mampu mempertahankan agar nafsu menjadi alat atau pelayan?"

"Kita, memang lemah. Biarpun kita waspada dan menyadari tetap saja kita tidak akan kuat melawan desakan nafsu kita sendiri. Oleh karena itu, satu-satunya kekuasaan yang akan mampu mengembalikan nafsu kepada tugasnya semula, hanyalah Sang Maha Pencipta! Hanya kekuasaan Tuhan yang mampu, karena kekuasaan Tuhan pula yang menciptakan nafsu sebagai alat manusia hidup di dunia."

"Tuhankah yang menciptakan nafsu yang membuat manusia menyeleweng dan menjadi jahat?"

Kakek itu tertawa.
"Ha-ha-ho-ho, kau kira siapa ? Segala yang ada di alam mayapada ini, yang nampak maupun yang tidak nampak, dari yang terkecil sampai terbesar, dari yang terlembut sampai yang terkasar, segala ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa!"

"Tapi mengapa Tuhan menciptakan yang buruk dan jahat?"

"Hushh, kita yang mengatakan buruk dan jahat karena kita tidak tahu, dan pengetahuan kita hanya pengetahuan si-aku yang selalu ingin senang dan ingin enak. Bagaimana kita mengetahui atau mengerti akan kehendak Tuhan?"

"Lalu bagaimana harus kita lakukan agar kekuasaan Tuhan mengendalikan nafsu kita dan mengembalikannya kepada tugasnya yang benar?"

"Kita justeru tidak melakukan apa-apa! Kalau kita melakukan apa-apa, berarti kita tidak pasrah kepada Tuhan! Kita menyerah saja, dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan ketawakalan, dengan iman. Kalau sudah begitu, kalau kita sudah menyerah, dengan sebulatnya, maka segala yang menimpa diri kita, kita terima sebagai sesuatu yang dikehendaki Tuhan, dan tidak akan ada keluhan keluar dari batin kita. Yang ada hanya penyerahan mutlak dan puja-puji bagi Tuhan Maha Kasih, puji syukur yang tiada berkeputusan. Kalau sudah begitu, kita tidak butuh kebahagiaan lagi. Bimbingan Tuhan itulah kebahagiaan, cinta kasih Tuhan itulah kebahagiaan, cahaya Tuhan itulah kebahagiaan, jauh di atas senang susah, tak dapat dinilai, tak dapat digambarkan."

Pada saat itu, terdengar teriakan dari bawah puncak. Akan tetapi karena Hay Hay masih penasaran mendengar ucapan terakhir tadi, dia mengejar dengan pertanyaan.

"Kakek yang baik, kalau kita hanya pasrah saja, tidak melakukan usaha apapun, benarkah itu?"

"Ho-bo-ho, itu pemalas namanya. Dan orang seperti itu berdosa besar, hendak memperalat kekuasaan Tuhan! Tentu saja tidak. Kita manusia ini hidup, bergerak, serba sempurna dan lengkap dengan jasmani, hati dan akal pikiran. Kita harus berusaha, berikhtiar sekuat tenaga. Namun, semua usaha kita itu berlandaskan penyerahan kepada kekuasaan Tuhan! Jelaskan?"






"Hei, manusia jahat penyebab kesengsaraan kami, hendak lari kemana engkau?" bentakan ini terdengar dari bawah puncak dan tak lama kemudian orangnyapun muncul.

Ketika Hay Hay melihat orang itu dia terbelalak kaget dan heran. Yang muncul itu adalah laki-laki sebaya dia yang cebol, bermuka hitam, matanya sipit, hidung besar dan bibir tebal, orang muda buruk rupa yang pernah dijumpainya, suami wanita yang cantik manis dan lincah itu! Tentu saja dia merasa heran mengapa laki-laki itu mendaki puncak dengan sikap marah-marah dan dengan gerakan gesit laki-laki itu meloncat dan berdiri tak jauh dari situ dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan memegang busur dan beberapa batang anak panah! Kini dia mengamangkan busur dan anak panah itu kepadanya.

"Heh, pengecut mata keranjang! Bersiaplah engkau untuk mampus! Aku sengaja datang untuk mencabut nyawamu dengan anak panah ini, agar engkau tidak lagi meracuni hati wanita!"

Hay Hay menoleh ke kanan kiri dan belakang. Tidak ada orang lain disitu kecuali dia dan kakek tua renta tadi yang masih duduk diatas batu. Tidak mungkin kakek itu dimaki perayu mata keranjang yang meracuni hati wanita! Jadi, dialah yang dimaki! Makian mata keranjang bagi dia tidak menjadi soal. Dia sudah terbiasa dengan itu, bahkan dia dijuluki Pendekar Mata Keranjang oleh banyak tokoh persilatan.

Akan tetapi, sekali ini dia penasaran. Dia tidak merasa mengganggu dan merayu wanita, kenapa si buruk rupa ini datang-datang memakinya ? Ketika dia bertemu dengan isteri si buruk rupa itu, diapun tidak merayunya walaupun dia sempat bercakap-cakap sejenak.

"Heii, saudara yang baik. Siapakah yang engkau maki-maki itu?" tanya Hay Hay sambil melangkah maju.

"Siapa lagi kalau bukan engkau? Masih pura-pura bertanya lagi?"

"Ehh? Apa salahku?"

"Manusia ceriwis, mata keranjang! Engkau telah menggoda isteriku, merayu isteriku dan meracuni hatinya!"

"Bohong! Aku tidak melakukan hal itu. Kami hanya bercakap-cakap biasa saja!" bantah Hay Hay.

Dalam keadaan biasa, tuduhan seperti itu tentu hanya akan dihadapi dengan sikap main-main. Akan tetapi, sekarang disitu terdapat kakek tua renta yang baru saja memberi penerangan pada batinnya. Dia merasa malu mendengar tuduhan itu yang dilakukan di depan kakek tua renta yang arif bijaksana itu!

"Engkau masih hendak membantah! Begitu isteriku bertemu denganmu, ia telah sama sekali berubah! Ia tidak lagi mau melayaniku dengan manis budi, ia selalu cemberut, marah-marah dan setiap kali membicarakan engkau matanya bersinar-sinar, wajahnya berseri-seri dan ia mengatakan bahwa engkau amat menarik hatinya, menimbulkan kegembiraan hatinya dan sebagainya lagi. Huh, tentu engkau telah mempergunakan ilmu hitam guna-guna untuk merayu dan menjatuhkan hatinya."

“Tidak sama sekali! Bohong itu ….!” kata Hay Hay, akan tetapi laki-laki pendek muka hitam yang amat cemburu itu, sudah memasang tiga batang anak panah pada busurnya.

"Engkau mampuslah!" bentak laki-laki itu dan sekali menarik busur dan melepaskan tali busurnya, tiga batang anak panah itu meluncur dengan amat cepatnya ke arah tubuh Hay Hay.

Hay Hay tahu bahwa laki-laki itu memiliki tenaga besar. Pernah dia mendemonstrasikan tenaganya ketika mereka saling bertemu. Laki-laki itu menekankan jari-jari tangannya, pada batu dan telapak tangannya meninggalkan bekas sedalam dua sentimeter pada batu itu! Maka, kini serangan anak panah itu tentu saja mengandung tenaga yang hebat, melihat cepatnya tiga batang anak panah itu menyambar seperti kilat cepatnya.

Namun, tidak terlalu cepat bagi Hay Hay! Dengan mudah saja, Hay Hay meloncat ke kiri dan bahkan masih sempat menendang ke arah anak panah yang menyambar tadi sehingga dua batang diantaranya terlempar ke atas.

"Auhhhh .....!" terdengar keluhan lirih dan ketika Hay Hay menengok matanya terbelalak.

Ternyata, tanpa diketahuinya, kakek tua renta yang tadi duduk di atas batu, telah turun dari batu dan agaknya melangkah menghampirinya. Oleh karena itu, ketika sebatang diantara anak panah yang menyambarnya tadi luput, anak panah itu meluncur terus dan tahu-tahu kini menancap dada kakek tua renta itu! Kakek itu mengeluh lirih dan terjengkang, roboh telentang di atas tanah!

Bukan hanya Hay Hay yang terbelalak dan terkejut. Juga laki-laki pendek muka buruk yang melepas anak panah, terbelalak dan berseru,

"Ya Tuhan .....!" dan dia sudah berlari menghampiri kakek itu dan berlutut di dekatnya.

Muka yang hitam itu nampak kelabu, tanda bahwa dia pucat sekali melihat betapa anak panahnya menembusi dada sampai ke punggung!

"Duhai…… kakek..... ah, aku tidak sengaja……. aih, kenapa begini jadinya? Kakek……. aku menyesal sekali, aku mohon ampun, Kek……."

Laki-laki muka buruk yang tadi marah-marah, kini menangis dan merintih minta ampun kepada kakek itu. Hay Hay menghampiri dan sekali lihat saja diapun tahu bahwa tidak mungkin sama sekali mengobati kakek itu yang dadanya sudah tertembus anak panah! Diapun berlutut dengan prihatin sekali.

Kakek itu tersenyum! Senyum yang ikhlas dan tenang. Dengan matanya yang masih bersinar, dia memandang kepada laki-laki muka buruk itu dan berkata lemah.

"Semoga Tuhan mengampunimu, Nak. Aku…. aku maafkan engkau……"

Hay Hay merasa terharu bukan main. Selama hidupnya, baru sekarang dia bertemu dengan orang seperti kakek ini. Begitu lemah lembut, begitu arif bijaksana, begitu sabar dan begitu pasrah kepada kekuasaan Tuhan!

“Kek…..” panggilnya lirih sambil mendekat. Kakek itu menoleh kepadanya.

"Kau, orang muda. Kau….. tolong ambilkan segulung tulisan yang berada disaku jubahku sebelah kiri……"

Dia bergerak lemah. Hay Hay segera memenuhi permintaannya dan benar saja, disaku jubah sebelah kiri dia menemukan segulung kertas berisi tulisan huruf-huruf yang indah halus. Ujung gulungan kertas itu sudah bernoda darah.

"Orang muda, maukah engkau memenuhi permintaanku yang terakhir…..?” kata pula kakek itu.

Si muka buruk cepat berkata,
"Kakek, serahkan tugas itu kepadaku. Demi Tuhan, aku akan memenuhi pesanmu untuk menebus dosaku kepadamu, Kek!"

Kakek itu menoleh kepadanya dan tersenyum.
"Asal engkau tidak lagi pencemburu dan pemarah, dosamu akan tertebus." Lalu dia memandang lagi kepada Hay Hay. "Kau simpanlah gulungan kertas ini, dan kelak……. kalau ada kesempatan atau kalau kebetulan engkau lewat di Nan-king kau berikan kertas-kertas ini kepada seorang diantara dua menteri bijaksana, yaitu Menteri Yang atau Menterj Cang……” suara kakek itu melemah, lehemya terkulai dan diapun menghembuskan napas terakhir.

"Kakek……!" Pemuda pendek itu menangis menggerung-gerung seperti anak kecil. "Ampuni aku, Kek……! Aku tidak sengaja membunuhmu……, ampuni aku…….”

Hay Hay bangkit berdiri dan menyimpan gulungan kertas ke dalam saku bajunya sebelah dalam. Kemudian dia memandang kepada laki-laki yang masih berlutut dan menangisi kematian kakek itu.

"Hemm, apa gunanya kau tangisi lagi? Menangispun tidak akan menghidupkannya kembali, juga tidak akan dapat mencuci darah dari anak panahmu itu!"

Mendengar ini, laki-laki itu makin mengguguk. Tiba-tiba dia meloncat dan menghadapi Hay Hay dengan air mata masih berlinang. Telunjuk kirinya menudmg ke arah muka Hay Hay.

"Kau……! Kaulah biang keladinya sehingga aku membunuh kakek yang sama sekali tidak kukenal dan tidak bersalah ini! Engkau yang mula-mula meracuni isteriku, membuat aku marah. Kemudian, ketika aku menyerangmu, kembali engkaulah yang mengelak sehingga anak panahku mengenai kakek ini!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar