Ads

Jumat, 07 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 63

Ada kehidupan di perutnya. Perutnya berkeruyuk di luar kehendaknya. Perut itu hidup dan kini memberi isyarat minta diisi. Bukan hanya mendengarkan suara berkeruyuk, akan tetapi juga terasa hampa dan pedih. Lapar! Dalam keadaan seperti itu, yang dibutuhkan hanyalah makanan pengisi perut. Makanan apa saja, asalkan dapat memenuhi tuntutan perut lapar. Bukan lagi tuntutan nafsu selera mulut yang ingin makan enak.

Hay Hay memasuki hutan yang nampak liar dan gelap itu. Hutan selebat itu tentu dihuni binatang yang dapat dimakan dagingnya, atau mungkin saja tumbuh pohon buah. Pendeknya, daging binatang atau buah apa saja yang dapat dimakan. Dia amat memerlukannya saat itu.

Akan tetapi tidak ada pohon buah di tempat itu. Yang ada hanyalah pohon-pohon liar yang besar, mungkin sudah ratusan tahun umurnya. Dia harus mencari binatang hutan yang dagingnya enak dimakan. Kalau ada kelinci atau kijang. Dia tidak mau makan daging kera atau babi hutan, belum pernah dia memakannya dan rasanya tidak tega untuk makan daging kera, dan ia merasa jijik makan daging babi hutan yang nampaknya demikian kotor.

Sejak kemarin dia melakukan perjalanan di daerah tandus, tidak bertemu dusun dan sudah sehari semalam dia tidak makan. Perutnya yang lapar membuat tubuhnya agak gemetar. Tiba-tiba dia mendengar suara auman yang menggetarkan bumi. Auman harimau! Pernah dia makan daging harimau. Lumayan juga. Seperti daging domba, panas, hanya lebih kasar. Kalau tidak ada pilihan lain, daging harimaupun akan diterima dengan senang oleh perutnya. Daging harimau bakar, dia masih menyimpan bawang kering dan garam! Jakunnya sudah naik turun ketika dia membayangkan daging harimau yang dipanggang kemerahan.

Cepat dia menyelinap, menuju ke arah suara auman harimau. Kini, suara itu menjadi semakin riuh dan ternyata bukan suara seekor harimau saja yang mangaum, melainkan ada beberapa ekor harimau dan dua diantaranya menggereng, disusul gerengan harimau lain sehingga menjadi ramai sekali. Hay Hay cepat menghampiri tempat itu. dan dia bersembunyi sambil mengintai dengan hati tertarik sekali.

Seekor harimau yang berbulu hitam sedang berkelahi melawan dua ekor harimau biasa. Dua ekor harimau yang mengeroyoknya itu bertubuh lebih besar, akan tetapi harimau hitam itu tangkas bukan main. Gerakannya amat cepat, gesit dan dari otot-otot yang kekar melingkari tubuh di bawah kulit itu dapat diketahui bahwa harimau hitam ini selain tangkas juga amat kuat. Hay Hay yang menjadi penonton, kagum bukan main. Harimau hitam jantan itu sungguh perkasa.

Di tempat itu terdapat pula dua ekor harimau betina yang masih muda. Merekapun agaknya menjadi penonton dan sesekali mengeluarkan gerengan. Seperti telah diduga oleh Hay Hay, perkelahian itu tidak berlangsung lama. Segera dua ekor harimau biasa itu melarikan diri dengan luka-luka berdarah. Dan kini, harimau hitam menghampiri dua ekor harimau betina, harimau berbulu biasa seperti dua ekor harimau jantan yang tadi melarikan diri.

Dua ekor harimau betina ini menggereng dan nampak tidak senang, akan tetapi ketika harimau hitam mengeluarkan auman dan memperlihatkan gigi bercaling yang runcing tajam, dua ekor harimau betina itu nampak ketakutan dan merekapun tidak melawan ketika harimau jantan hitam itu membelai-belai dan menumpahkan berahinya.

Hay Hay tertegun dan diapun teringat kepada mendiang ayah kandungnya, Si Kumbang Merah. Harimau hitam ini agaknya memiliki watak yang mirip mendiang ayahnya itu. Gila betina dan mempergunakan kekerasan untuk merampas harimau betina dari harimau lain, dan memaksakan kehendak dan berahinya!

Dia masih terpesona melihat lagak harimau jantan hitam itu. Binatang itu memaksa dua ekor harimau betina, memperkosa mereka bergantian dan agaknya binatang itu memiliki kekuatan yang tidak wajar. Dia tak mengenal lelah. Menyaksikan peristiwa yang selama hidupnya belum pernah dilihatnya itu, Hay Hay tertarik sekali sampai dia lupa akan rasa lapar di perutnya.

Akhirnya, harimau jantan yang berbulu kehitaman itu tidak lagi mengganggu dua ekor korbannya, dan dengan langkah gontai yang menambah kegagahannya, harimau itu menuju ke bawah pohon besar, kedua kaki depan mencakar-cakar tanah menggali tanaman seperti ubi. Dan dimakannya ubi itu dengan lahapnya.

Hay Hay makin heran. Ketika harimau itu makan ubi, mulutnya menjadi merah seperti berlepotan darah! Harimau itu menghabiskan beberapa butir ubi merah, kemudian terjadilah hal yang membuat Hay Hay mengerutkan alisnya. Harimau jantan hitam itu kembali mengganggu dua ekor harimau betina yang nampaknya sudah kelelahan. Dua ekor harimau betina itu melakukan perlawanan, akan tetapi mereka menerima cakaran dan gigitan yang membuat mereka luka-luka.

Melihat ini, Hay Hay tak dapat menahan kemarahannya. Dia seperti melihat penjahat cabul memperkosa dua orang wanita dan menyiksa mereka. Dengan geram diapun melompat keluar dari balik semak belukar.






Melihat ada orang meloncat keluar, harimau itu menghentikan gangguannya kepada dua ekor korbannya dan diapun mengaum dengan nyaring, menggetarkan bumi sambil berindap-indap menghampiri Hay Hay.

Setelah tiba di depan Hay Hay dalam jarak empat meter, harimau itu berhenti, mendekam dan matanya seperti mencorong mengamati Hay Hay. Pemuda inipun tidak mau kalah, memandang harimau itu dan sejenak manusia dan harimau bertatap pandang mata. Bagaimanapun juga, harimau itu akhirnya mengejapkan mata dan nampak gelisah, lalu bangkit berdiri, keempat kakinya menegang, semua ototnya menggetar dan harimau itu mengaum lagi dua kali.

Hay Hay sudah siap siaga, maklum bahwa harimau itu tentu akan segera menyerangnya. Dia sudah membuat perhitungan dan mengukur jarak antara tempat itu dengan sebongkah batu besar yang berada di sebelah kirinya.

Harimau hitam itu kini menggereng dan segera tubuhnya meluncur ke atas dan depan, menubruk ke arah Hay Hay. Gerakannya cepat sekali dan semua suara dan sikapnya demikian mendatangkan rasa gentar karena dahsyat dan berwibawa. Namun, gerakan itu tidak terlalu cepat bagi Hay Hay.

"Binatang kejam dan jahat!" bentak Hay Hay dan ketika tubuh binatang itu hampir menerkamnya, tiba-tiba saja dia membuat gerakan ke depan bawah, menyelinap dan mengelak sehingga tubuh harimau itu meluncur lewat.

Dia sudah membalik dan menangkap ekor harimau yang panjang itu dengan kedua tangannya. Kemudian, tanpa membuang waktu lagi, Hay Hay mengayun tubuh harimau itu. Harimau yang dipegang ekornya dan diayun-ayun, tidak mendapat kesempatan untuk membalik dan mencakar kedua tangan yang menangkap ekornya, bahkan kini dengan ayunan kuat, tubuh harimau itu meluncur ke arah batu besar.

"Prakkk!"

Harimau itu tidak sempat mengaum lagi karena kepalanya sudah pecah ketika dengan amat kuatnya kepala itu dihantamkan ke batu besar. Binatang itu mati seketika!

Ketika Hay Hay menengok ke arah dua ekor harimau betina tadi, dia tersenyum. Dua ekor harimau itu melarikan diri, seperti dua orang wanita yang baru saja terbebas dari cengkeraman seorang jai-hwa-cat (penjahat cabul)! Diapun cepat membuat api unggun, memanggang daging harrmau jantan hitam setelah membubuinya dengan garam dan bawang kering. Baunya sedap bukan main setelah daging yang dibumbui itu terpanggang api.

Ketika dia mulai makan daging panggang yang masih panas itu, dia menyayangkan bahwa disitu tidak ada nasi. Dan teringatlah dia akan ubi merah yang tadi dimakan harimau. Diapun menghampiri tempat itu dan dilihatnya tanaman semacam ubi jalar dan ketia dia mencabutnya, dia mendapatkan dua butir ubi yang kulitnya kemerahan. Dia mengupasnya dan nampak daging ubi yang merah sekali, merah darah!

Pantas saja ketika tadi makan ubi itu, mulut harimau hitam menjadi merah seperti berlepotan darah. Dia mencoba makan ubi itu. Enak! Manis dan sedap. Diapun makan ubi merah yang manis itu dengan daging harimau, sampai kenyang sekali.

Perut yang kenyang, tubuh yang lelah, bersilirkan angin yang sejuk, membuat Hay Hay mengantuk. Dia bersandar pada batang pohon dan hampir tertidur. Ketika dia teringat kepada hariamu-harimau tadi, dia segera meloncat naik ke atas pohon. Berbahaya tidur di tempat yang banyak harimaunya itu. Dan tak lama kemudian diapun sudah tertidur nyenyak di atas pohon. Dia sudah sering dalam perjalanan dan petualangannya tidur di atas pohon.

Matahari sudah condong ke barat ketika Hay Hay mengejap-ejapkan matanya, lalu terbangun. Dia mimpi terjebak musuh berada dalam ruangan yang terkurung api. Ketika dia terbangun, dia masih merasakan hawa yang luar biasa panasnya dan semua pakaiannya basah karena keringat. Dia lalu meloncat turun dari atas pohon. Tubuhnya terasa ringan, dan juga kuat, akan tetapi panasnya bukan main seolah ada api besar bernyala di dalam perut dan dadanya.

Hay Hay juga merasakan rangsangan berahi yang kuat dan dia merasa khawatir sekali. Tahulah bahwa keadaannya ini tidak wajar dan diapun teringat akan apa yang dimakannya tadi. Daging harimau jantan bulu kehitaman dan ubi merah darah. Itulah agaknya yang menjadi sebab keadaannya ini. Diapun cepat duduk bersila dan mengerahkan tenaga dalamnya. Setelah mengatur pernapasan dan menghimpun hawa jernih, akhirya dapat dia meredakan gelora dalam tubuhnya.

Namun api itu tidak padam, hanya kini menyala kecil di sebelah dalam. Tahulah dia bahwa daging harimau hitam dan ubi merah itu mengandung daya rangsangan berahi yang amat kuat. Kini mengerti dia mengapa watak harimau jantan hitam itu seperti tadi. Tentu karena binatang itu biasa makan ubi merah, maka harimau itu memiliki gairah yang amat besar, juga agaknya makanan itu mendatangkan tenaga yang hebat pula.

Dia harus mencari sebuah dusun sebelum malam tiba. Biarpun dia dapat saja melewatkan malam di hutan, tidur di atas pohon, namun akan lebih nyaman kalau dia bisa bermalam di dalam sebuah rumah, walau hanya rumah pondok kecil sederhana milik orang dusun. Dia mencari sebatang pohon yang paling tinggi, meloncat dan memanjat pohon itu sampai ke puncaknya dan dari tempat tinggi itu dia memandang ke sekeliling.

Matahari sudah condong ke barat, senja telah mendatang dan pemandangan dari pohon tinggi itu amatlah indahnya. Kiranya hutan itu berada di lereng bukit dan di sebelah bawah lereng bukit itu nampak sebuah dusun, yang nampak hanya genteng-genteng rumahnya. Penglihatan ini mendatangkan kegembiraan di hati Hay Hay. Genteng rumah itu seperti melambai-lambai.

Segera dia turun dari pohon dan berlari cepat keluar dari hutan itu, menuju ke arah dusun yang tadi dilihatnya. Setelah tiba di luar dusun, cuaca menjadi lebih terang dan pemandangan senja itu, amatlah indahnya. Seolah-olah sang matahari yang akan mengundurkan diri malam itu, sebelum menghilang, lebih dahulu memancarkan cahayanya lebih gemilang walaupun lembut.

Hay Hay berhenti sejenak menikmati pemandangan indah itu. Kini dari luar hutan itu dia dapat melihat dusun tadi, dan nampak pula sebuah sungai yang berkelok-kelok di luar dusun, airnya berkilauan tertimpa sinar senja. Diapun cepat menuruni lereng itu menuju ke dusun.

Ketika dia tiba di dekat anak sungai yang berbatu-batu dan berpasir sehingga airnya amatlah jernihnya, tiba-tiba dia berhenti lagi. Sekali ini bukan untuk menikmati penglihatan indah, melainkan karena mendengar suara yang amat dikenalnya dan amat disenanginya. Suara gadis-gadis bercanda dan tertawa-tawa, suara air yang mereka permainkan dengan menampar permukaan sungai. Entah mengapa, suara wanita yang merdu, suara mereka tertawa dan bergurau, telah menyenangkan hati Hay Hay dan diapun segera menuju ke arah suara.

Kembali dia berhenti melangkah dan kini tertegun, terpesona. Kiranya, seperti yang diharapkannya, di sungai yang dangkal itu, terdapat lima orang wanita sedang mandi! Dan melampaui dugaan dan harapannya, mereka adalah gadis-gadis yang cantik, sedang mandi sambil bersiram-siraman air di sungai jernih yang dalamnya hanya sepinggang itu.

Mereka bersendau gurau, bermain-main di air dengan gembira dan Hay Hay terpesona. Pantasnya mereka adalah lima orang bidadari dari kahyangan yang datang bermandi di sungai jernih, diwaktu senja seperti yang pernah dia baca dalam dongeng kuno! Mereka hanya mengenakan pakaian dalam sebatas dada, dan pundak, punggung dan lengan mereka yang telanjang itu nampak putih keemasan tertimpa sinar matahari senja, mulus halus dan amat indahnya.

Hay Hay bersembunyi di balik rumpun ilalang di tepi sungai, mengintai dan jantungnya berdebar kencang, rasa hangat dari apa yang tak pernah padam sejak dia makan daging harimau hitam dan ubi merah tadi kini mulai berkobar lagi. Gairah nafsu yang hebat merangsangnya dan hampir tak tertahankan.

Terutama sekali ketika dia melihat seorang diantara lima orang gadis dusun itu. Seorang gadis yang amat manis, dan agaknya empat orang gadis lain memusatkan godaan mereka kepada gadis manis ini, yang kadang tersipu malu-malu dengan muka menjadi kemerahan! Dari ucapan dan godaan empat orang gadis itu, tahulah Hay Hay bahwa gadis manis yang amat menarik hatinya itu adalah seorang pengantin baru!

Nafsu bagaikan api. Kalau dapat dikendalikan, nafsu amatlah berguna bagi manusia, bahkan manusia tidak mungkin dapat hidup tanpa nafsu. Nafsu menyusup dan menjadi satu dengan panca indera, bergelimang dalam hati dan akal pikiran. Manusia tidak akan dapat mengalami kemajuan dalam keduniawian tanpa bekerjanya nafsu yang menyusup ke dalam hati dan akal pikiran. Namun, seperti juga api, kalau nafsu tidak terkendali, kalau nafsu tidak lagi menjadi pelayan melainkan menjadi majikan, celakalah kita!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar