Ads

Kamis, 13 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 72

Hay Hay melihat banyak orang di sekitar lereng itu, dan guha-guha itu agaknya menjadi tempat tinggal mereka. Ada pula wanita dan kanak-kanak, dan para prianya nampak kekar dan kuat, dengan wajah bengis dan sikap kasar. Dia dapat menduga bahwa tempat ini tentu merupakan perkumpulan atau sarang gerombolan, entah gerombolan apa. Adakah hubungannya dengan persekongkolan yang dilaporkan dalam surat Yu Siucai? Dia semakin tertarik dan ketika melihat si tinggi kurus memanggul tubuh wanita kulit putih itu memasuki guha yang paling besar di tempat itu, diapun menggunakan kepandaiannya untuk menyelinap masuk.

Setelah memasuki guha, Hay Hay terkejut dan kagum. Kiranya guha itu adalah guha alami yang dibantu tangan manusia, menjadi ruangan-ruangan seperti di dalam rumah besar saja! Ada prabot rumah dan segala perlengkapan sehari-hari, bahkan dipasangi pintu dan tirai kain.

Keadaan dalam guha ini memungkinkan Hay Hay untuk menyusup dan bersembunyi dan akhirnya dia dapat mengintai ke dalam sebuah ruangan dimana duduk lima orang yang dari sikapnya mudah diketahui mereka adalah para pimpinan kelompok orang di perkampungan guha ini.

Si jangkug yang membawa wanita kulit putih tadi memasuki ruangan itu pula. Dia menurunkan tawanannya dari pundak dan merebahkan wanita itu ke atas lantai. Kini Hay Hay dapat melihat wanita yang telentang itu dan diapun terbelalak kagum, bahkan terpesona sehingga dia tidak sadar bahwa matanya terbelalak dan mulutnya ternganga, matanya tak pernah berkedip.

Belum pernah selama hidupnya dia melihat wanita yang seperti itu! Begitu indah mempesona, begitu cantik jelita, begitu menggairahkan akan tetapi juga mengerikan! Mengerikan karena tak pernah selamanya dia membayangkan seorang wanita seperti ini. Seperti bukan manusia saja! Dia mengagumi rambut yang terurai lepas itu, yang seperti benang-benang sutera emas berkilauan. Wajah itu memiliki garis-garis yang sempurna, bagaikan setangkai bunga teratai.

Dan tubuh itu! Pinggangnya demikian kecil langsing, dadanya menonjol, pinggulnya besar, kakinya panjang. Tubuh yang bukan saja indah bentuknya, akan tetapi juga memancarkan kesehatan yang sempurna. Dan ketika wanita itu membuka kedua matanya, hampir saja Hay Hay mengeluarkan seruan saking kagumnya. Sepasang mata yang kebiruan, seperti dua buah batu permata saja, akan tetapi hidup, lebar dan jeli, dengan bulu mata melengkung panjang sehingga membentuk garis tepi mata dan bayang-bayang. Indah sekali!

Lima orang yang berada disitu nampaknya terkejut pula melihat pembantu mereka datang membawa tawanan yang aneh ini. Mereka bangkit berdiri dan seorang diantara mereka yang tinggi besar seperti raksasa berkulit hitam, berseru dengan suaranya yang menggeledek.

"Apauw! Apa artinya ini? Siapa perempuan bule ini dan mengapa pula kau menangkapnya dan membawanya kesini?"

“Apauw, sekali ini engkau lancang. Betapa besar bahayanya menangkap seorang wanita kulit putih? Tentu teman-temannya akan marah dan kalau mereka membawa pasukan dengan senjata api menyerbu kesini, celakalah kita!" kata orang kedua yang gendut.

Orang ketiga, yang usianya paling muda, kira-kira tiga puluh tahun, tubuhnya tinggi kurus dengan muka yang tampan akan tetapi matanya kejam, tertawa.

"Ha-ha-ha, bagus sekali, Apauw. Sudah lama aku ingin sekali mendapatkan seorang wanita kulit putih dan hari ini engkau datang membawa seorang yang begini molek untukku!"

"Kita manfaatkan dia!" kata orang keempat yang telinga kirinya buntung. "Kita minta uang tebusan yang besar kepada keluarganya!"

Orang ke lima, yang kecil kurus dan nampak paling cerdik diantara mereka, mengangkat kedua tangan keatas.

"Kawan-kawan, harap tenang dulu dan mendengarkan laporan Apauw, baru kita mengambil keputusan yang tepat. Nah, Apauw, ceritakan segalanya." Apauw yang disuruh duduk di atas kursi dekat wanita yang rebah telentang tanpa dapat bergerak itu.

Hay Hay yang terus mengintai, semakin kagum ketika melihat betapa sepasang mata yang biru itu sama sekali tidak memperlihatkan perasaan takut, bahkan yang nampak adalah perasaan marah. Seorang gadis yang luar biasa, pikirnya. Gadis lain, dalam keadaan seperti itu, pasti akan ketakutan, bahkan menangis. Akan tetapi wanita ini sama sekali tidak menangis, tidak takut, bahkan marah. Seperti seorang pendekar wanita saja!

"Saya dan kawan-kawan sedang berburu binatang di hutan bukit sebelah itu. Lalu tiba-tiba muncul dua orang penunggang kuda, wanita ini dan seorang laki-laki muda kulit putih. Kami menghadang dan pria kulit putih itu lalu mempergunakan senjata apinya, merobohkan tujuh orang kita...."

"Ahhh! Keparat sekali, kenapa tidak kau tangkap laki-laki itu, malah wanita ini yang kau bawa kemari?" bentak si tinggi kurus hitam.






"Maaf, Toako. Pria kulit putih itu memang tangguh. Setelah peluru pistolnya habis, saya mengerahkan teman-teman untuk mengeroyoknya dan dia mengamuk dengan pedangnya. Dia kuat sekali. Maka, saya pikir, lebih baik wanita ini ditawan agar dapat kita pergunakan sebagai sandera kalau kawan-kawannya datang menyerbu."

Orang kecil kurus tadi mengangguk-angguk.
"Benar sekali perbuatan itu. Dengan adanya wanita ini sebagai tawanan, kita dapat mempergunakan ia sebagai sandera, juga dapat kita mintakan uang tebusan!”

"Akan tetapi, aku menginginkannya....!" kata yang termuda tadi.

"Itu soal nanti. Sekarang, sebaiknya ia jangan diganggu dan kita masukkan tahanan dengan penjagaan ketat sambil menanti datangnya laporan tentang pria kulit putih yang dikeroyok itu."

Kini si tinggi besar hitam yang mengambil keputusan dan empat orang yang lain tidak berani membantah perintah kepala mereka itu.

"Biar aku sendiri yang membawanya ke tempat tahanan," kata pula si kecil kurus dan diapun membebaskan totokan yang membuat Sarah tidak mampu bergerak atau bersuara.

Begitu dapat bergerak, Sarah bangkit berdiri dan kini Hay Hay yang berada di tempat sembunyinya menjadi semakin kagum. Gadis itu masih amat muda kalau melihat wajahnya, akan tetapi tubuhnya sudah dewasa dan selain cantik jelita, gadis itupun amat pemberani. Begitu dapat bergerak dan bicara, ia segera bertolak pinggang dengan sikap angkuh dan suaranya terdengar lantang, cukup lancar dalam bahasa pribumi.

"Kalian ini semua lelaki pengecut, perampok-perampok busuk yang tidak tahu malu! Hayo kembalikan pistolku, dan akan kuledakkan kepala kalian satu demi satu!"

Si tinggi kurus yang tadi menawannya terpaksa mengeluarkan sebuah pistol yang tadinya hendak diambilnya untuk diri sendiri, dan menyerahkannya kepada si raksasa hitam.

"lnilah senjata apinya yang sara rampas, Toako." katanya.

Raksasa hitam menerima pistol dengan mulut menyeringai, nampaknya senang sekali memperoleh senjata api itu.

"Nona, menyerah sajalah. Engkau menjadi tawanan kami dan kami tidak akan menyakitimu selama engkau menurut." kata pemimpin yang kecil kurus tadi sambil menghampiri. Dia menjulurkan tangan untuk memegang siku Sarah sambil berkata, "Mari, ikut denganku."

Akan tetapi Sarah menepiskan tangan itu lalu mengayun tinju tangan kanannya menghantam ke arah muka orang. Laki-laki kecil kurus itu ternyata lihai juga. Dengan tenang saja dia mengelak dan begitu sambaran tangan itu lewat, dia menangkap siku tangan Sarah dan sekali puntir, lengan itu ditekuk ke belakang tubuh gadis itu. Sarah menyeringai kesakitan.

"Nona, sudah kukatakan. Menyerah saja dan engkau tidak akan disakiti. Apakah engkau lebih suka kalau ditotok seperti tadi? Atau dirantai kaki tanganmu?"

Sarah seorang gadis cerdik. Dia tahu bahwa dia berada di tangan orang-orang yang tidak mengenal perikemanusiaan, dan mereka itupun pandai berkelahi. Akan percuma kalau ia nekat melawan. Akan merugikan saja. Tentu lebih enak dibiarkan bebas begini walaupun ditawan daripada ditotok atau dibelenggu. Iapun diam saja, hanya mengangguk dan menggigit bibir agar tidak mengeluarkan maki-makian. Suaranya juga terdengar tenang ketika akhirnya ia berkata.

"Baik, aku menyerah. Akan tetapi ingat, kalau sampai aku diganggu, tentu ayahku akan datang dengan pasukan dan kalian semua akan dibantai seorang demi seorang. Ayahku adalah Kapten Armando, komandan benteng Portugis di Cang-cow!"

Semua orang terkejut mendengar ini, termasuk Hay Hay. Dalam surat laporan Yu Siucai, disebut pula tentang orang Portugis di Ceng-cow sebagai anggauta komplotan, dan ternyata ayah gadis yang ditawan itu adalah komandan dari benteng orang Portugis! Dan semua pimpinan perampok itupun terkejut dan mereka maklum bahwa mereka telah bermain api.

"Bagus sekali kalau begitu!" kata pemimpin kecil kurus yang cerdik, "Kami akan menganggap Nona sebagai seorang tamu kehormatan, asal Nona tidak mencoba untuk melarikan diri. Kami akan menghubungi ayahmu di Cang-cow dan kalau mereka mau memenuhi permintaan kami, tentu Nona akan kami bebaskan dengan baik-baik."

Sarah yang maklum bahwa ia sama sekali tidak berdaya, menurut saja ketika ia dibawa oleh si kurus kecil keluar dari dalam guha itu, kemudian diajak pergi ke sebuah guha lain yang ternyata merupakan sebuah tempat tahanan istimewa!

Guha ini tidak begitu besar, akan tetapi lengkap dan pintunya terbuat daripada besi yang ada jerujinya. Segala keperluan hidup berada di guha itu. Setelah berpesan kepada anak buah untuk menjaga dan mengamati guha tahanan itu baik-baik dan bergantian siang malam, si kecil kurus lalu pergi meninggalkan Sarah.

Agak lega rasa hati Sarah ketika ia memeriksa tempat tahanan itu ia mendapatkan bahwa guha itu lengkap dengan tempat membersihkan diri, dengan air yang cukup banyak, juga sebuah dipan yang terbuat dari kayu yang bersih. Ia lalu duduk di atas dipan itu, melamun. Ia mengenang kembali kegagahan Kapten Gonsalo dan mulailah ia melihat betapa sikapnya terhadap Gonsalo selama ini sungguh tidak ramah.

Bagaimanapun juga, harus ia akui bahwa Gonsalo telah memperlihatkan sikap yang gagah berani. Ia kini bahkan mengkhawatirkan nasib pembantu ayahnya itu. Pengeroyok demikian banyaknya dan ketika ia tertawan dan dibawa pergi, ia masih sempat melihat betapa Kapten Gonsalo mulai terdesak hebat walau dia mengamuk seperti seekor singa marah.

Ia mempelajari keadaan dirinya pada saat Itu. Ia tertawan gerombolan yang jahat dan juga kuat. Ia harus bersikap tenang. Yang terpenting, ia harus dapat membawa diri agar jangan sampai diganggu dan diam-diam ia harus mencari kesempatan untuk melarikan diri. Andaikata hal itu tidak mungkin, ia akan menanti karena baik Kapten Gonsalo dapat meloloskan diri atau tidak, ayahnya pasti akan mencarinya, membawa pasukan mencari di seluruh perbukitan sampai ia dapat ditemukan dan dibebaskan.

Bagaimanapun juga, kini para pimpinan perampok itu sudah tahu bahwa ia puteri komandan benteng Portugis, pasti mereka tidak akan berani mengganggunya. Dengan hati lega Sarah menerima hidangan yang dimasukkan ke kamar atau guha tahanan itu melalui pintu besi, dan iapun makan, kemudian membersihkan diri dan merebahkan diri di atas dipan. Karena hari itu ia melakukan perjalanan menunggang kuda cukup jauh dan melelahkan sebelum malam tiba ia sudah jatuh pulas.

Sementara itu, didalam tempat sembunyinya, Hay Hay melihat gadis itu dibawa keluar. Diapun menyelinap keluar dan berhasil membayangi sehingga dia tahu dimana gadis kulit putih itu ditawan. Dia sudah mengambil keputusan untuk menolong dan membebaskan gadis itu. Kalau terjadi pertempuran atau permusuhan wajar antara gerombolan ini dengan orang kulit putih, dia tidak akan mau mencampuri urusan mereka, tidak akan berpihak.

Akan tetapi, sekali ini urusannya lain. Seorang gadis muda ditawan gerombolan. Tidak perduli gadis itu bangsa apa, golongan apa, dia harus menolongnya! Hal ini ada hubungannya dengan watak seorang pendekar yang selalu akan menolong orang yang sedang dilanda malapetaka, dan menentang perbuatan yang mengandalkan kekuasaan dan kekerasan. Gerombolan itu menawan seorang gadis, tentu dia harus menolong gadis itu.

Akan tetapi, dia melihat betapa perkampungan perampok itu penuh dengan perampok-perampok yang jumlahnya lebih dari lima puluh orang. Agaknya akan sukar baginya untuk dapat menolong dan melarikan gadis itu dari kepungan lawan yang sedemikian banyaknya. Maka, diapun tetap bersembunyi, menanti datangnya malam gelap.

Dari tempat sembunyinya, Hay Hay melihat ketika rombongan perampok dari belasan orang memasuki perkampungan itu, membawa beberapa orang yang terluka. Bahkan diantara mereka yang luka-luka, tidak kurang dari sebelas orang banyaknya, terdapat tiga orang yang tewas.

Mereka itu ternyata adalah gerombolan perampok yang tadi mengeroyok Gonsalo. Yang terluka adalah tujuh orang yang terkena tembakan, bahkan tiga diantara mereka tewas. Sedangkan empat orang yang lain adalah mereka yang terluka oleh pedang dan tinju kapten muda yang gagah perkasa itu. Hay Hay mendengar pula betapa laki-laki kulit putih yang tadinya bersama wanita tawanan itu, dapat meloloskan diri.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar