Ads

Minggu, 16 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 77

Kerut diantara alis Hay Hay masih belum lenyap.
"Hemm, sudah begitu tuakah aku? Kenapa aku mengingatkan engkau kepada ayahmu? Usiaku baru dua puluh lima tahun!"

Mendengar ucapan ini, Sarah kelihatan semakin geli dan kini kedua tangannya memegang kedua tangan Hay Hay, matanya menatap dengan terbuka dan bibirnya menahan senyum geli,

"Tentu saja engkau mengingatkan aku kepada ayahku karena engkau menciumku seperti kalau ayah menciumku. Dan engkau bukan ayahku. Ha, engkau sungguh sama sekali tidak pandai mencium, Hay Hay."

Kini Hay Hay yang tersipu. Gadis ini segalanya begitu terus terang, begitu polos dan sadar, yang ada dalam hati dan pikirannya, ceplas-ceplos saja dikatakan melalui mulutnya tanpa ada rikuh, tanpa khawatir menyinggung perasaan orang karena memang sama sekali tidak ada niat untuk menyinggung. Biarpun tersipu, Hay Hay tersenyum dan semakin kagum.

"Maafkan aku, Sarah. Terus terang saja, aku memang bukan ahli dalam hal itu, mungkin kurang pengalaman karena jarang memperoleh kesempatan. Nah, kau beritahu padaku, bagaimana sih seharusnya mencium seorang gadis seperti engkau ini?"

Tentu saja Sarah merasa heran dan geli. Seorang pemuda yang usianya sudah dua puluh lima tahun, bertanya kepadanya tentang cara mencium seorang gadis! Hal ini terdengar janggal dan aneh baginya, tentu saja karena bangsanya sudah pandai berpacaran sejak usia di bawah dua puluh tahun! Melihat cara Hay Hay tadi menciumnya, ia percaya bahwa Hay Hay tidak berpura-pura.

"Ada tiga cara mencium, Hay Hay. Pertama, ciuman sayang orang tua kepada anaknya, yaitu ciuman di dahi seperti yang kau lakukan tadi. Kedua, ciuman sayang antara saudara atau sahabat baik, di pipi kanan atau kiri atau keduanya. Dan ke tiga adalah ciuman tanda cinta seseorang kepada kekasihnya yaitu ciuman bibir dengan bibir. Nah, engkau sekarang sudah tahu. Perbaikilah ciumanmu yang salah tadi."

Setelah berkata demikian, gadis itu dengan sikap manja menengadahkan mukanya yang cantik, dengan mata terpejam dan bibir sedikit terbuka.

Melihat wajah yang dekat itu, hidung yang mancung dan bibir yang menggairahkan dan menantang, ingin sekali Hay Hay mengecup bibir itu. Akan tetapi dia tidak berani melakukannya. Biarpun aneh dan bebas, dia tahu bahwa Sarah adalah seorang gadis yang terhormat, seorang gadis yang memiliki harga diri yang tinggi. Dia tidak ingin menyinggung hati gadis yang mendatangkan perasaan kagum di hatinya itu. Maka, diapun mendekatkan mukanya, kemudian mencium gadis itu pada kedua pipinya, dengan hidung dan bibirnya. Ciuman yang mengandung perasaan sayang dan kagum. Dan dia merasa betapa gadis itupun tanpa canggung-canggung membalas ciumannya.

Setelah Hay Hay melepaskan rangkulannya dan menatap wajah Sarah, mereka saling pandang dan gadis itu tersenyum. Dan Hay Hay merasa betapa terjadi perubahan dalam suasana dan hubungan mereka. Terasa akrab sekali dan seolah-olah mereka telah menjadi sahabat baik sejak bertahun-tahun. Lenyaplah perasaan asing diantara mereka.

"Nah, sekarang kita telah benar-benar menjadi sahabat baik, Hay Hay. Dan aku berterima kasih sekali kepadamu, karena selain engkau telah menolongku, juga ternyata engkau seorang gentlemen sejati."

"Gentlemen? Apa itu?"

Sarah tersenyum lebar.
"Gentlemen itu kalau menggunakan bahasamu adalah seorang jantan, seorang ksatria, seorang laki-laki sejati yang dapat dipercaya, yang gagah perkasa, lembut hati. Pendeknya, seorang laki-laki pilihan, begitulah!"

"Dan engkau seorang gadis yang cantik jelita, gagah perkasa, berbudi baik, dan terus terang saja, juga begitu amat aneh. Belum pernah selama hidupku aku bertemu dan bersahabat dengan gadis yang hebat seperti engkau ini."

Gadis itu memandang dengan wajah berseri gembira.
"Dan akupun tidak pernah mimpi akan dapat berkenalan dengan seorang pendekar seperti engkau. Kukira tadinya bahwa semua orang pribumi……"

Sarah menghentikan ucapannya dan menatap wajah pemuda itu dengan ragu. Bagaimanapun, dara ini tidak ingin kalau ucapannya akan membuat sakit hati orang yang dikagumi ini.

"Kau kira semua orang pribumi bagaimana, Sarah? Lanjutkanlah dan jangan ragu. Akupun mengagumi kejujuranmu."






"Baik aku akan berterus terang saja. Karena terpengaruh oleh pendapat bangsaku, tadinya aku mengira seperti juga mereka bahwa semua orang pribumi disini kasar, sombong, kotor dan jahat, tidak dapat dipercaya. Setelah aku bertemu dan berkenalan denganmu, sekarang aku melihat bahwa pendapat itulah yang sombong!"

Hay Hay tersenyum dan sikapnya membuat Sarah merasa lega karena pemuda itu tidak tersinggung seperti yang dikhawatirkannya tadi.

"Sarah, apakah engkau belum melihat kenyataan bahwa manusia ini, bangsa apapun juga, dari manapun juga, hanyalah makhluk yang lemah dan banyak diantara manusia terlalu sering melakukan kesalahan. Manusia hanya berbeda pada lahirnya saja, berbeda warna kulit, mata, rambut dan kebudayaan karena pengaruh alam lingkunganya. Akan tetapi jiwanya datang dari satu Sumber. Tidak ada satu bangsa yang orangnya baik semua, atau jahat semua. Kalau ada yang buruk, pasti ada yang baik dan demikian sebaliknya, karena baik dan buruk memang sudah merupakan pasangan yang tak terpisahkan. Diantara bangsaku terdapat banyak orang jahat, kurasa tiada bedanya dengan bangsamu. Dan kalau diantara bangsamu terdapat banyak orang baik, demikian pula dengan bangsaku. Jahat tidaknya seseorang bukan tergantung dari bangsanya, agamanya, atau keadaan lahiriahnya. Bukankah demikian, Sarah?"

"Ya Tuhan! Disamping kegagahanmu, ketampananmu, keramahan dan semua kebaikanmu, kiranya engkau masih mempunyai kehebatan lain. Engkau seorang filsuf yang bijaksana!" Sarah berseru kaget, heran dan kagum sehingga lupa untuk melunakkan suaranya.

"Stttt, jangan berteriak-teriak, Sarah….." kata Hay Hay dan dia memberi isyarat kepada gadis itu agar tidak mengeluarkan suara lagi sambil membuat gerakan menunjuk ke arah luar ruangan itu.

Sarah memandang keluar dan merekapun cepat menyelinap ke belakang peti-peti mati sambil mengintai keluar. Terdengar suara banyak orang di luar guha. Tahulah Sarah bahwa orang-orang yang tadi ketakutan, kini telah datang kembali dan agaknya disertai para pimpinan gerombolan itu.

"Heii, iblis mana yang bermain-main dengan kami? Iblis jahat, ini aku Ma Kiu sudah datang, keluarlah dan jangan membikin takut keluarga mereka yang mati!"

Terdengar teriakan raksasa hitam yang menjadt orang pertama dari lima pemimpin gerombolan.

Tiba-tiba dari dalam guha itu terdengar suara tawa yang mengerikan. Tawa perempuan yang terkekeh-kekeh, kedengarannya aneh dan menyeramkan sekali karena datangnya dari peti-peti mati itu! Semua orang yang berada diluar guha hanya berani memandang kedalam, kearah tiga buah peti mati yang tertutup kabut asap tipis dari hio-hio yang masih terbakar.

"Siluman betina……” mereka berbisik-bisik ketika mendengar suara tawa wanita itu.

Akan tetapi, karena lima orang pemimpin berada disitu, mereka tidak lari tunggang-langgang. Dan Ma Kiu raksasa hitam itupun nampak tidak takut. Hal ini karena dia datang bersama empat orang saudaranya dan disitu berkumpul pula puluhan orang anak buahnya. Andaikata dia harus menghadapi guha itu sendirian saja, tentu dia sudah lari ketakutan sejak tadi! Ma Kiu biasanya amat galak, pemberani dan tidak takut menghadapi lawan yang manapun juga, biasa membunuh orang dengan kejam dan dengan darah dingin. Akan tetapi, semua kegalakannya dan kegagahannya terbang entah kemana kalau dia harus menghadapi setan dan iblis.

"Roh jahat yang berada di dalam guha! Keluarlah perlihatkan diri kalau memang berani, atau pergilah dari sini, jangan mengganggu kami lagi!" dengan suara yang digalak-galakkan Ma Kiu berteriak lantang.

Melihat lagak Ma Kiu, orang-orang yang berkumpul disitu timbul keberaniannya dalam hati mereka. Seperti juga Ma Kiu yang sudah mengamang-amangkan goloknya, mereka mencabut senjata masing-masing dan mulailah mereka berteriak-teriak.

"Siluman betina, pergilah dari sini!"

"Iblis, jangan ganggu kami!"

Seperti rasa takut yang mudah menular, maka keberanianpun dapat mudah menular. Orang yang tadinya ketakutan, kalau melihat semua orang berlagak berani, rasa takutnya akan lenyap dan timbullah keberaniannya. Mereka kini mengamangkan senjata dan berteriak-teriak sehingga suasana gaduh sekali. Juga tempat di depan guha itu menjadi terang benderang karena banyak obor bernyala.

Melihat ini, hati Sarah menjadi gentar juga. Bagaimana mungkin Hay Hay akan mempu melawan orang sebanyak itu? Ia memegang lengan kiri Hay Hay dengan kedua tangannya. Tadi ia telah mengeluarkan suara tawa seperti yang diminta Hay Hay, yang membisikkan agar ia mencoba untuk tertawa seperti setan agar menakut-nakuti mereka. Iapun tadi tertawa seperti sedang main-main saja, seperti seorang anak kecil menakut-nakuti anak-anak lain, dan iapun gembira sekali. Akan tetapi, melihat orang-orang itu mencabut senjata dan siap menyerbu ia mulai ketakutan.

Biarpun mulut gadis itu tidak mengeluarkan perasaan takutnya, akan tetapi merasa betapa kedua tangan Sarah yang memegang lengannya terasa dingin dan gemetar, tahulah Hay Hay bahwa gadis pemberani ini mengenal juga perasaan ngeri dan gentar.

"Tenanglah, aku tanggung mereka tidak akan dapat mengganggumu, Sarah. sekarang, kau lihat baik-baik apa yang akan kulakukan kepada mereka!" kata Hay Hay dan dia lalu mengangkat ujung peti mati yang berada di tengah-tengah, mendorong ujung peti itu ke atas sehingga peti itu bangkit berdiri, seolah-olah mayat yang berada di dalam peti hidup kembali dan bangkit bersama petinya!

Dan Hay Hay mengeluarkan suara menggereng yang membuat seluruh guha itu tergetar, disusul kata-kata yang suaranya terdengar parau dan menyeramkan.

"Hemmm, kalian berani mengganggu kami? Akan kami cabut nyawa kalian satu demi satu kalau tidak segera pergi meninggalkan kami. Kami ingin tenang mengerti?"

Suara itu bergema dan menyeramkan sekali. Apalagi ketika dengan tangan kirinya Hay Hay rnenggoyang-goyangkan peti di sebelah kiri sedangkan tangan kanan masih tetap menahan peti tengah agar berdiri. Ditambah lagi peti yang kanan mulai bergoyang-goyang karena Sarah membantu Hay Hay dan mengguncang peti itu dengan kedua tangannya sambil mengerahkan seluruh tenaganya.

Orang-orang yang berada di depan guha terbelalak. Siapa orangnya tidak akan takut melihat peti mati dapat bangkit berdiri dan yang dua buah lagi bergoyang-goyang. Tiga rnayat itu agaknya benar-benar telah hidup kernbali!

Raksasa Hitam Ma Kiu terbelalak, wajahnya pucat dan seluruh bulu di tubuhnya meremang, tengkuknya terasa dingin seperti ditempeli es. Dikanan kirinya, orang rnenahan napas, ada yang rnenggigil, bahkan ada yang terkulai lemas karena pingsan saking takutnya.

Ma Kiu dan empat orang saudaranya yang biasanya amat kejam dan dapat mernbantai banyak orang tanpa berkedip, kini melihat mayat-mayat dalam peti hidup kembali, menjadi gemetar ketakutan dan nyali merekapun terbang entah kemana. Apalagi mendengar kata-kata yang diucapkan dengan suara menyeramkan tadi. Mereka tak dapat lagi menahan rasa takut mereka dan Ma Kiu yang lebih dulu membalikkan tubuh dan melangkah pergi dari situ dengan langkah lebar. Dia malu untuk lari, akan tetapi langkahnya lebar dan cepat melebihi lari cepatnya!

Empat orang saudaranya mengikuti jejaknya dan gegerlah semua anak buahnya, berebut dulu melarikan diri. Mereka saling tabrak dan melarikan diri cerai-berai, tunggang-langgang dan jatuh bangun. Ada yang menyeret kawan yang jatuh pingsan dan terdengar tangis di sana-sini, membuat suasana menjadi semakin menyeramkan.

Melihat tingkah puluhan orang itu, Sarah tidak mampu menahan geli hatinya dan iapun tertawa terkekeh-kekeh, bukan lagi tawa buatan melainkan tertawa bebas dan wajar. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sudah hampir gila oleh rasa takut itu, suara tawa yang wajar ini, suara tawa seorang wanita yang merdu, membuat mereka semakin menjerit-jerit, lari terkencing-kencing seolah-olah suara tawa itu mengejar mereka dan yang tertawa berada di dekat tengkuk mereka!

Melihat Sarah tertawa geli dan terpingkal-pingkal, Hay Hay ikut pula tertawa. Setelah tawanya reda, Sarah mengusap beberapa butir air mata yang ikut terloncat keluar ketika ia tertawa, lalu matanya mencari-cari wajah pemuda itu dalam keremangan cuaca karena setelah semua orang melarikan diri dan tidak ada lagi cahaya obor-obor bersinar dari luar, cuaca menjadi gelap.

"Hay Hay……" katanya, dalam suaranya terkandung keheranan dan keraguan sehingga Hay Hay balas memandang dengan sinar mata menyelidik.

"Ada apakah, Sarah?"

"Katakanlah sebenarnya kepadaku. Apakah engkau ini benar-benar seorang…….. manusia biasa…..?”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar