Ads

Minggu, 16 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 80

“Sttt, Sarah, bangunlah……”

Hay Hay berbisik di dekat telinga kiri gadis itu. Sarah menggerakkan bulu matanya, menggeliat dan ketika ia mengangkat kedua lengannya ke atas, tangannya menyentuh muka Hay Hay dan iapun membuka mata dengan kaget dan heran. Akan tetapi, ketika kedua matanya yang biru dan masih mengantuk itu menatap wajah Hay Hay, ia segera teringat dan tersenyum.

"Selamat pagi, Hay Hay."

"Selamat pagi. Bersiaplah, kita akan pergi sekarang. Kau tunggu dulu disini, aku akan mencari kuda untuk kita."

Setelah ingatannya segar kembali, Sarah segera berbisik.
"Kalau bisa, tolong ambilkan kudaku, Hay Hay. Berbulu kelabu dengan keempat kaki dan ekornya putih."

Hay Hay mengangguk.
"Kau tetap bersembunyi saja di kamar paling belakang tempat menaruh senjata-senjata itu dan jangan keluar dari kamar sebelum aku kembali. Jangan pula mengeluarkan suara, Sarah."

"Aku tahu, Hay Hay," kata Sarah dan iapun bangkit, melangkah masuk ke dalam kamar di bagian belakang guha itu.

Semalam ia dan Hay Hay tetap bersembunyi di balik tiga buah peti mati. Setelah mengantar gadis itu memasuki kamar, sekali berkelebat, Hay Hay lenyap dari depan Sarah. Gadis itu terbelalak, menjenguk keluar kamar, kearah ruangan depan dimana nampak tiga buah peti mati dari situ. Akan tetapi tidak nampak lagi bayangan Hay Hay. Ia menghela napas panjang. Pernah ia mendengar cerita tentang pendekar pribumi, akan tetapi tak pernah disangkanya ada yang sehebat Hay Hay, yang agaknya memiliki ilmu aneh, ilmu menghilang! Seperti bukan manusia saja, pikirnya.

Hay Hay menyelinap ke belakang batu di depan guha dan menghilang keluar. Benar saja dugaannya, dia melihat gerakan di sana-sini, di balik batu-batu dan nampak rambut kepala orang-orang tersembul di balik batu. Tentu banyak orang berjaga-jaga, pikirnya, dan tentu mereka memperhatikan mulut guha ini. Dia lalu melepas kancing bajunya, dan membalikkan bajunya ke atas, menutupi caping dan seluruh mukanya.

Dari celah-celah baju dia dapat melihat keluar. Kemudian dia bangkit dan berloncatan dengan gerakan aneh keluar dari situ. Tentu saja anak buah gerombolan yang mengintai dari kanan-kiri dan depan guha, melihat mahluk aneh itu muncul dari dalam guha tempat tiga buah peti mati ditaruh. Dan mereka gemetar ketakutan. Mahluk apakah yang keluar dengan loncatan-loncatan aneh, miring dan ke kanan-kiri itu? Seperti loncatan katak mabuk. Mahluk itu berkaki seperti manusia, akan tetapi tubuh atasnya berkerobong sehingga tidak nampak kedua tangan maupun kepalanya. Hanya dalam kerobongan itu, nampak bagian kepala yang luar biasa besarnya. Itulah caping yang terbungkus baju!

Tentu. saja mereka yang masih merasa ngeri, ketika melihat "mahluk" aneh itu keluar, menjadi semakin gentar. Hari masih pagi sekali, kabut masih menggelapkan cuaca. Sinar matahari belum sepenuhnya muncul. Mereka tidak berani bergerak, akan menanti sampai cuaca terang, baru mereka berani mendekati guha atau memasukinya, tergantung perintah lima orang ketua mereka yang sejak pagi sekali sudah berada pula di tempat persembunyian para penjaga.

Melihat mahluk aneh itu, lima orang pimpinan gerombolan juga termangu dan gentar, tidak berani memberi perintah apa-apa karena mereka berlima juga hanya orang-orang sederhana yang amat tahyul. Mereka adalah orang-orang kejam yang tidak segan membunuh orang, dan mereka tidak takut menghadapi orang lain, akan tetapi mereka gentar untuk melawan setan. Apalagi mahluk aneh itu dengan loncatan yang mengerikan, memiliki gerakan yang amat ringan dan beberapa kali loncatan saja dia menghilang! Suasana makin menyeramkan.

Dengan mudah Hay Hay menemukan kuda milik Sarah yang dikat dalam sebuah guha kosong. Tidak ada orang berjaga disitu. Agaknya semua orang berkumpul, suasana yang menyeramkan dan rasa takut terhadap "mayat hidup" membuat mereka tidak berani menyendiri. Mereka merasa lebih aman untuk berkumpul dengan teman-teman.

Akan tetapi Hay Hay tidak melihat kuda lain. Seekorpun sudah cukup, pikirnya. Kuda untuk Sarah, sedangkan dia sendiri tidak membutuhkan kuda. Kedua kakinya lebih dari cukup dan untuk berlari cepat, dia tidak mau kalah oleh kuda yang manapun! Dia menuntun kuda itu dan ditambatkannya kuda itu di tempat yang lain. Setelah mengenal benar jalan dari tempat dia menyembunyikan kuda itu ke guha perkabungan, dia lalu kembali.

Seperti tadi, dia menutupi kepala berikut capingnya dengan baju yang dibalik keatas, akan tetapi sengaja sekali ini dia bergerak cepat sekali sehingga orang-orang yang mengintai di sekeliling tempat itu hanya melihat bayangan yang aneh bentuknya, kepala besar tanpa muka, berkelebat memasuki guha. Tentu saja semua orang menjadi ketakutan.






Ma Kiu, raksasa hitam kepala gerombolan itu tidak sabar lagi. Dia mendorong rekannya yang kelima dan keempat untuk menjadi pelopor.

"Kalian berdua majulah. Beri contoh kepada yang lain. Pengecut!" bentaknya akan tetapi dengan suara lirih tertahan.

Kepala keempat yang tubuhnya gendut perutnya besar dan kelima yang kurus kering, saling pandang dengan muka pucat. Mereka takut kepada pirnpinan pertama mereka, juga malu kepada para anak buah karena mereka dimaki pengecut. Mereka memberanikan diri dan keduanya segera muncul dari balik batu.

Mereka memegang sebatang golok besar di tangan kanan dan sebuah perisai baja di tangan kiri. Diantara rnereka berlima, yang memegang senjata cakar besi di tangan kiri dan golok di tangan kanan hanyalah Ma Kiu, pemimpin pertama. Karena cakar besinya inilah maka mereka berlima dijuluki Lima Harimau Cakar Besi. Narnun, dua orang yang bergolok dan berperisai inipun lihai bukan main.

"Haii, siluman, keluarlah dan lawanlah kami berdua!" teriak si gendut dengan sikap gagah akan tetapi suaranya jelas terdengar gemetar dan parau!

"Setan iblis yang berani mengganggu kami! Keluarlah dan rasakan tajamnya golokku!" teriak pula si kurus kering.

Dia ini bersuara lantang dan tidak gemetar, akan tetapi kalau orang melihat ke arah kakinya, jelas bahwa dua buah kakinya itu menggigil! Dua orang pemimpin ini sebenarnya ketakutan sekali, akan tetapi mereka memaksa diri dan keduanya lalu melangkah maju menghampiri mulut guha.

Setelah tiba di mulut guha dan melihat tiga buah peti mati itu terletak seperti biasa, timbullah keberanian mereka. Mereka memutar golok ke atas kepala dengan sikap gagah dan menantang.

Akan tetapi, mereka yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, terbelalak kaget dan terheran-heran ketika mereka melihat betapa dua orang pemimpin itu, si gendut dan si kurus kering, kini mulai saling serang dengan mati-matian! Saling serang dengan golok, ditangkis dengan perisai dan terdengarlah bunyi trang-tring-trang ketika mereka saling serang dengan ganasnya.

"Mampus kau, setan!" teriak si gendut.

"Rasakan golokku, iblis!" bentak si kurus.

Pada saat semua orang terheran-heran, nampak dua sosok bayangan melesat keluar dari dalam guha. Dua orang tanpa kepala, atau lebih tepat, kepalanya tidak nampak karena tubuh bagian atas merupakan kerobongan. Dua orang itu lari dengan cepat, seperti saling melekat.

Melihat ini, Ma Kiu menjadi curiga karena cuaca sudah semakin terang dan dia dapat melihat bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita yang mengerobongi tubuh atas mereka dengan baju yang dibalik ke atas!

"Kalian cepat kejar mereka!" teriaknya kepada pemimpin ke dua dan kepada Ji Tang, pemimpin ketiga, sedangkan dia sendiri sudah meloncat kearah dua orang pembantunya yang saling serang itu.

"Berhenti!" teriaknya sambil menggerakkan golok menangkis.

"Trang-trang!"

"Berhenti, apakah kalian berdua sudah gila, saling serang sendiri?"

Si gendut dan si kurus saling pandang, terbelalak dan bingung.
"Aku tadi menyerang setan!" kata si gendut.

"Akupun menyerang iblis!" kata si kurus.

Tentu saja ulah yang aneh itu akibat pengaruh sihir Hay Hay. Sekarang karena Hay Hay telah pergi mereka sadar kembali dan Ma Kiu dapat menduga bahwa tentu ada musuh yang menggunakan ilmu sihir. Tentu peristiwa semalam yang menggegerkan karena disangka tiga buah mayat dalam peti mati hidup kembali juga merupakan perbuatan musuh itu.

Musuh itu dan wanita bule telah melarikan diri, yaitu dua bayangan tadi. Dia segera mengajak si gendut dan si kurus untuk melakukan pengejaran agar dapat membantu dua kawan terdahulu yang telah melakukan pengejaran.

Mereka mendengar derap kaki kuda dan ke sanalah mereka berlari. Akan tetapi mereka hanya menemukan Ji Tang dan orang kedua mengerang kesakitan dengan dahi terluka.

"Dimanakah mereka? Apa yang terjadi?" tanya Ma Kiu penasaran.

"Ahh, si keparat itu!"

Ji Tang mengepal tinju mengamangkan tinju itu ke arah bayangan yang kini nampak sudah jauh sekali, dan bunyi derap kaki kuda juga tinggal sayup sayup saja.

"Kiranya yang melarikan gadis bule itu adalah seorang laki-laki yang mengenakan caping lebar. Tentu dia yang semalam mempermainkan kita semua, dan agaknya dia pandai ilmu sihir. Ketika tadi kami mengejar sampai disini, mereka melompat ke atas kuda milik gadis itu, dan si caping lebar menyambit kami dengan batu, mengenai dahi kami."

Ma Kiu menyumpah-nyumpah, memaki kawan-kawan dan anak buahnya penakut dan
tolol, akan tetapi tentu saja mereka tidak berani melakukan pengejaran kedalam kota.

Keterangan yang diberikan Ji Tang memang benar. Hay Hay yang tadi menggunakan sihir membuat dua orang pimpinan gerombolan itu saling serang di depan guha, kemudian, menggunakan kesempatan itu dia mengajak Sarah untuk lari keluar dari guha dengan membalikkan baju ke atas menutupi muka mereka. Di balik baju, dia menggandeng tangan Sarah dan dia seperti menarik tubuh Sarah dibawa berlari cepat, menuju ke tempat dia menyimpan kuda.

"Cepat naiklah kudamu, aku mengikuti dari belakang." Kata Hay Hay.

"Tidak!" Sarah berkukuh. "Aku tidak mau naik kuda kalau engkau berjalan kaki."

"Habis, bagaimana ? Aku hanya mendapatkan seekor kuda, tidak terdapat kuda lain, entah mereka sembunyikan dimana."

"Kudaku ini kuda pilihan yang kuat. Kita menunggang kuda bersama, berboncengan, atau bersama pula kita berlari!"

Karena khawatir dikejar puluhan orang dan Sarah tentu terancam bahaya, Hay Hay tidak mau banyak berbantah lagi.

"Baik, kita berboncengan!" katanya dan dia sudah melihat datangnya dua orang yang berlari cepat ke arah mereka.

Tanpa banyak cakap lagi dia memeluk pinggang Sarah dan mengangkatnya naik ke atas kuda, kemudian dia memungut dua buah batu sebesar telur ayam dan menyambit dua kali ke arah dua orang yang berlari menghampiri. Sambitan tepat mengenai dahi dan dua orang itupun terpelanting dan mengaduh-aduh. Hay Hay meloncat ke atas punggung kuda, di belakang Sarah dan gadis itu yang sudah memegang kendali kuda lalu membalapkan kudanya meninggalkan tempat itu.

Mereka menunggang kuda tanpa pelana karena ketika Hay Hay menemukan kuda itu, pelananya tidak ada, entah disimpan dimana. Untung bahwa kendali kuda masih dipasang. Kini kuda dilarikan kencang dan mereka duduk tanpa pelana. Tubuh Sarah tegak dan lentur, tanpa tahu bahwa ia memang ahli menunggang kuda, ,Hay Hay juga biasa menunggang kuda, akan tetapi belum pernah dia menunggang kuda tanpa pelana, apalagi berboncengan seperti itu.

Ketika kuda dilarikan kencang, dia terpaksa memeluk pinggang gadis itu dengan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan badannya dan tubuhnya merapat dengan tubuh belakang Sarah. Dia memejamkan mata dan mengerahkan kekuatan batinnya untuk membayangkan yang bukan-bukan, tidak merasakan tubuhnya yang merapat dengan tubuh Sarah.

Setelah mereka keluar dari daerah bukit yang berguha-guha itu, Hay Hay berkata,
"Cukup, Sarah. Kita sudah keluar dari daerah mereka dan kulihat tidak ada yang mengejar. Kasihan kudamu kalau disuruh membalap terus."

Diam-diam hatinya mengeluh. Akulah yang patut dikasihani, seperti tersiksa oleh bisikan setan!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar