Ads

Kamis, 20 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 87

Karena dia merasa bahwa kalau sampai dia kalah oleh pemuda ini, bukan saja dia akan gagal memperoleh kedudukan tinggi, juga tentu pemuda itu tidak jadi menariknya dan mengakuinya sebagai guru di depan Cang Taijin, maka Hek Tok Siansu juga tidak berani main-main. Dia mengerahkan seluruh tenaganya dan memainkan ilmunya yang memiliki gerakan aneh-aneh, yaitu ilmu yang diperolehnya selama puluhan tahun berkeliaran di sekitar Pegunungan Himalaya dan negara-negara sekitarnya.

Pertandingan itu memang seru dan hebat bukan main. Setiap kali keduanya terpaksa bertemu tangan mengadu tenaga, ternyata Liong Ki masih kalah kuat dan terdorong mundur sampai empat lima langkah, sedangkan lawannya hanya terdorong mundur dua langkah. Namun, dalam hal kecepatan Liong Ki dapat mengimbangi kakek itu, dan diapun memiliki lebih banyak ilmu silat tinggi yang tidak dikenal kakek itu dan membuat kakek itu agaknya sukar untuk mengalahkannya.

Setelah lewat empat puluh jurus kakek itu lalu berjongkok dan mendorong dengan kedua tangan ke depan, seperti seekor katak besar hendak meloncat. Dari kedua telapak tangannya menyambar tenaga dahsyat disertai uap hitam!

Liong Ki mengenal ilmu pukulan yang amat berbahaya, maka diapun meloncat ke samping untuk menghindar. Baru saja kedua kakinya kembali ke atas tanah, kakek itu sudah menerjangnya lagi, sekali ini tubuh kakek itu bergulingan seperti seekor trenggiling. Kaki tangannya menyerang ketika dia bergulingan itu dan menghadapi serangan aneh ini, Liong Ki terkejut dan terdesak. Kemanapun ia mengelak, tubuh yang bergulingan itu selalu mengejarnya. Akhirnya, terpaksa Liong Ki menyambut kedua tangan lawan dengan tangannya ketika dalam keadaan jongkok seperti katak kakek itu sudah menghantamnya lagi.

"Plakk!"

Dua pasang tangan bertemu dan saling melekat, dan pada saat itu, kaki Hek Tok Siansu menendang, mengenai paha Liong Ki dan tubuh pemuda itupun terjengkang!

Namun Liong Ki dapat meloncat bangun dengan cepat dan diapun memberi hormat kepada kakek itu.

"Kepadaian Locianpwe sungguh dahsyat, aku mengaku kalah."

Hek Tok Siansu tertawa bergelak sambil meraba-raba dagunya yang tak berjenggot.
"Ha-ha-ha, selama hidupku belum pernah aku bertemu dengan dua orang muda selihai kalian. Bahkan andaikata aku mempunyai murid, kiranya dia akan kalah kalau bertanding melawan seorang diantara kalian. Hebat, memang sudah pinceng dengar bahwa kini banyak bermunculan orang-orang muda yang berkepandaian tinggi. Tentu saja pinceng merasa bangga kalau diperkenalkan sebagai guru kalian. Pinceng mau kalian ajak menghadap Menteri Cang, dan suka bekerja sama dengan kalian. Namun sebaiknya, kalian sebagai murid-murid angkat harus membantuku mencari seseorang sampai dapat.”

"Tentu saja kami mau membantumu, Suhu!" kata Liong Ki dan mendengar sebutan itu, Hek Tok Siansu tersenyum. "Katakan siapakah orang itu dan dimana tinggalnya, pasti kami akan berusaha mencarinya. Kalau perlu kami dapat mengerahkan pasukan penyelidik…….."

"Bagus, itulah yang pinceng kehendaki. Orang yang pinceng cari-cari itu juga seorang pemuda yang lihai seperti engkau, namanya Tang Hay….."

"Hay Hay…..?" teriak Liong Ki

"Pendekar Mata Keranjang?" Liong Bi juga berseru sambil bangkit berdiri dari atas batu besar dimana ia tadi duduk.

"Oh, kalian sudah mengenal dia, bukan? Bagus sekali. Dimana dia sekarang?"

Liong Bi yang cerdik mendahului Liong Ki agar jangan salah bicara.
"Kami memang mengenal Tang Hay atau Hay Hay Si Mata Keranjang itu, Suhu, akan tetapi kami tidak tahu dimana dia sekarang. Akan tetapi, apakah hubungan Suhu dengan dia dan mengapa pula Suhu mencari Hay Hay?"

Mereka tentu saja khawatir mendengar orang yang dicari kakek ini Hay Hay, musuh besar mereka! Kalau kakek ini sanak keluarga atau sahabat baik Hay Hay, celakalah mereka.

Hek Tok Siansu adalah seorang yang merasa dirinya datuk yang menduduki tingkat tinggi, maka dia tidak merasa perlu untuk menyembunyikan sesuatu karena tidak ada yang ditakutinya di dunia ini. Mendengar pertanyaan Liong Bi tadi, mulutnya yang selalu tersenyum sinis itu kini menyeringai.

"Tang Hay adalah musuhku dan pinceng mencari dia untuk membunuhnya”.

Mendengar ini, Liong Ki dan Liong Bi saling pandang. Hati mereka lega dan senang, akan tetapi mereka cerdik dan ingin yakin lebih dahulu.






"Lo-cian-pwe, apakah yang telah dilakukan Tang Hay maka Lo-cian-pwe hendak membunuhnya ? Apa dosanya?

"Ha-ha-ha, dosanya besar sekali! Bersama Kim Mo Siankouw, Tang Hay telah membunuh tiga orang suhengku yang bernama Gunga Lama, Janghau Lama, dan Pat Hoa Lama. Aku sudah berhasil membunuh Kim Mo Siankauw, tinggal Tang Hay yang belum dapat kutemukan."

Barulah hati kedua orang muda itu yakin dan merasa gembira bukan main. Apalagi Liong Bi yang sudah mendengar tentang tiga orang pendeta Lama yang dimaksudkan oleh Hek Tok Siansu tadi. Tiga orang pendeta Lama itu adalah tiga orang sakti yang berusaha untuk memberontak di Tibet dan dapat dihancurkan oleh Dalai Lama dan pasukannya. Kiranya Hay Hay juga membantu pembasmian pemberontakan itu.

“Kalau begitu, sungguh kebetulan sekali, Suhu!" kata Liong Ki dengan girang. "Ketahuilah bahwa kamipun membenci anak jai-hwa-cat Ang-hong-cu itu! Dia adalah musuh besar kami pula!"

"Hemm, begitukah? Pinceng juga sudah mendengar bahwa pemuda bernama Tang Hay itu anak jai-hwa-cat Ang-hong-cu (penjahat pemetik bunga Si Kumbang Merah). Dia harus membayar kematian tiga orang suhengku. Akan tetapi kenapa pula kalian memusuhinya?"

“Anak jai-hwa-cat itu sombong dan jahat bukan main, Suhu." kata Liong Bi. "Aku pernah bertemu dengan dia dan hampir saja dia memperkosaku, kalau saja tidak muncul kakak Liong Ki yang menyelamatkan aku."

"Benar, dia memang jahat dan kejam, penjahat cabul seperti ayahnya. Julukannya saja Pendekar Mata Keranjang. Akupun pernah bentrok beberapa kali dengan penjahat itu. Kami akan membantu sekuat tenaga untuk menyelidiki dimana pemuda jahat itu berada, Suhu. Sekarang, marilah kita meghadap Cang Taijin dan Suhu akan kami perkenalkan dengan beliau."

Mereka bertiga meninggalkan hutan, kembali ke kota dan langsung menuju ke istana Menteri Cang Ku Ceng. Menteri Cang menerima kunjungan Hek Tok Siansu dengan gembira. Menteri yang bijaksana ini memang pandai menghargai orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Apalagi ketika kakek gundul itu diperkenalkan oleh dua orang pembantunya sebagai guru mereka, dia menyambut dengan hormat.

Setelah berbincang-bincang sejenak, dengan ramah Menteri Cang memberi ijin kepada Liong Ki yang mohon perkenan agar untuk sementara "gurunya" tinggal bersama dia di kamarnya. Bahkan kepada Menteri Cang, Liong Ki mengatakan dia akan membujuk gurunya agar suka melatih ilmu kepada keluarga Cang dan kepada para perwiranya.

Ketika Liong Ki dan Liong Bi meninggalkan ruangan dalam dimana mereka tadi diterima Cang Taijin, sambil mengajak Hek Tok Siansu, dan mereka menuju ke perumahan di belakang dalam komplek lingkungan istana menteri itu, mereka berjumpa dengan Mayang.

Gadis ini memang sudah mulai merasa tidak senang kepada Liong Ki dan Liong Bi, walaupun perasaan itu dipendamnya saja didalam dada karena tidak ada alasan yang dapat dijadikan bukti. Sikapnya dingin saja ketika ia berjumpa dengan tiga orang itu, hanya diam-diam ia heran melihat dua orang itu berjalan bersama seorang kakek pendeta gundul berjubah kuning.

"Mayang, perkenalkan. Ini adalah guru kami…….” kata Liong Ki.

Mayang mengerutkan alisnya. Setahunya, guru Liong Ki atau Sim Ki Liong adalah Pendekar Sadis Ceng Thian Sin dan isterinya di pulau Teratai Merah.

"Gurumu……?” gumamnya.

"Ini adalah guruku, suhu Hek Tok Siansu.”

L.iong Bi memotong cepat dan Liong Ki yang menyadari kesalahannya cepat menyambung.

"Sekarang menjadi guruku pula, Mayang. Aku telah mengangkat lo-cian-pwe ini menjadi guruku”.

Mayang mengangguk-angguk, walaupun masih agak ragu, namun keterangan pemuda itu masuk akal. Bisa saja dia mengangkat guru orang lain lagi karena gurunya di pulau Teratai Merah sudah tidak mengakuinya lagi, pula apa salahnya kalau dia berguru lagi kepada orang pandai? Dengan sikap acuh saja ia lalu meninggalkan mereka.

"Siapakah nona itu? Ia seperti bukan gadis Han." kata Hek Tok Siansu tertarik.

"Memang ia peranakan Tibet, Suhu. Sebetulnya ia jahat sekali dan dapat menjadi penghalang kemajuan kita. Aku sudah ingin melenyapkannya saja, akan tetapi selalu dilarang kakak Liong Ki karena dia dan gadis itu saling mencinta, atau lebih tepat, dia tergila-gila kepada Mayang."

“Mayang?"

“ya, nama gadis itu Mayang. Ia terbawa oleh kami kesini, akan tetapi agaknya ia tidak suka kepada kami, atau hendak mengambil jalan sendiri. Agaknya ia hendak memikat hati Cang-kongcu, putera Menteri Cang dengan kecantikannya dan kalau ia berhasil, kami yakin ia tentu akan mempergunakan kekuasaanya untuk medesak kami." kata pula Liong Bi.

"Omitohud, alangkah jahatnya. Memang sudah sepatutya kalau ia dilenyapkan." Kata kakek itu.

Mendengar ini, Liong Ki dan Liong Bi merasa girang dan mereka maklum bahwa mereka boleh mengandalkan tenaga bantuan kakek ini.

"Suhu," kata Liong Ki, "sebaiknya memang Mayang itu dilenyapkan, akan tetapi aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya dan aku tidak tega membunuhnya. Aku ingin agar ia dapat kutundukkan, menjadi milikku dan kalau sudah begitu, aku dapat menguasai dan mempengaruhinya agar ia selalu taat kepadaku. Kuharap dalam hal ini Suhu suka membantuku."

"Omitohud, engkau terlalu memandang rendah dirimu sendiri Liong Ki. Kulihat kepandaian kalian sudah cukup hebat, apa sukarnya menundukkan seorang gadis muda seperti itu? Memang masih memerlukan bantuan pinceng?"

"Suhu tidak tahu, Mayang itu memiliki kepandaian yang cukup lihai. Iapun kebal terhadap ilmu sihir. Dan iapun amat berbahaya bagi Suhu sendiri!” kata Liong Bi.

"Heh? Berbahaya bagi pinceng? Kenapa?”

"Ia adalah murid Kim Mo Sian-kouw."

Hwesio itu terbelalak.
"Omitohud! Jadi ia murid Si Rambut Emas itu? Kalau ia tahu bahwa gurunya mati di tanganku, tentu ia akan memusuhiku. Kalau begitu, memang sudah sepatutnya ia dilenyapkan." kata Hek Tok Siansu.

"Lebih dari itu, Suhu, ia adalah adik tiri dari Tang Hay. Ia juga puteri Si Kumbang Merah, berlainan ibu." Kata Liong Ki.

"Bagus, bagus! Serahkan ia kepada pinceng. Pinceng akan melenyapkan tanpa ada yang mengetahuinya, jangan khawatir……"

“Ah, tidak, Suhu. Maksudku bukan begitu. Aku cinta padanya, dan akan merasa sayang sekali kalau ia dilenyapkan. Aku menghendaki agar ia jatuh ke dalam pelukanku, agar ia menjadi milikku dan kalau sudah begitu tentu ia akan tunduk kepadaku."

"Ooh-ho-ho-hoh, kiranya begitu maksudmu? Cinta memang dapat membuat orang melakukan apa saja. Baik, pinceng akan membantumu. Apa yang harus pinceng lakukan? Menangkapnya, menelikungnya lalu menyerahkan kepadamu?" .

"Tidak, suhu. Aku tidak ingin menggunakan kekerasan terhadap Mayang. Aku terlalu mencintanya. Kita harus menggunakan cara halus dan akan kuberitahu kepada suhu kalau saatnya tiba, sekarang ini ada dua hal penting yang kami berdua harapkan bantuan dari suhu."

"Hemm, bantuan apalagi yang kalian harapkan dari pinceng?"

Kini Liong Bi yang menjelaskan.
"Suhu, kami ingin sekali meningkatkan kedudukan kami. Menteri Cang mempunyai dua orang anak. Yang laki-laki bernama Cang Sun dan yang perempuan bernama Cang Hui. Nah, kalau aku dan koko Liong Ki dapat berjodoh dengan mereka, tentu dengan sendirinya derajat dan tingkat kedudukan kami akan naik. Dan sebagai guru kami, tentu suhu juga terangkat derajatnya. Kami berdua sudah melakukan usaha pendekatan dan hampir berhasil, akan tetapi selalu Mayang itu yang menghalangi dan menggagalkan usaha kami. Kami mohon bantuan suhu agar Cang-kongcu itu tergila-gila kepadaku, dan Cang-siocia tergila-gila kepada kakak Liong Ki.

“Ho-ho-ha-ha! Demikian banyaknya permintaan bantuan dari kalian kepadaku! Dan apa imbalannya? Kalau hanya makan minum enak saja, setiap saat aku dapat memperolehnya tanpa susah payah.”

“Ingat, Suhu. Kami sudah berjanji akan membantu mencarikan Tang Hay, musuh besarmu itu. Dan kedua, di istana keluarga Cang ini Suhu mendapat kedudukan baik sebagai guru kami, bahkan kami dapat memintakan kepada Cang Taijin agar Suhu memperoleh pangkat yang resmi. Dan ketiga, kalau kami berdua sudah menjadi mantu keluarga Cang, berarti kedudukan Suhu ikut naik dan kita dapat meningkatkan lagi kedudukan kita karena sudah semakin dekat dengan istana kaisar. Bukankah itu berarti bahwa kita bertiga akan menikmati nama besar, kedudukan tinggi, kemuliaan dan harta benda?"

Hwesio itu tertawa dan perut gendutnya terguncang-guncang. Dia merasa gembira sekali telah dapat berkenalan dengan dua orang muda yang cerdik ini.

"Ha-ha-ha-ha, kalian memang berjodoh sekali dengan pinceng. Kalian masih muda namun sudah memiliki ilmu kepandaian tinggi, dan yang lebih lagi, kalian memiliki kecerdikan luar biasa. Baik, pinceng akan membantu kalian."

**** 87 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar