Ads

Kamis, 20 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 89

Sejak pertama kali melihat Hek Tok Siansu yang diaku guru oleh Liong Ki dan Liong Bi, hati Mayang merasa tidak enak sekali. la dapat menduga bahwa tentu kakek itu lihai bukan main dan jelas bukan guru Liong Ki. Ia tahu benar bahwa guru Liong Ki adalah Pendekar Sadis dan isterinya di pulau Teratai Merah. Kalau kedua orang itu mengakui kakek gendut itu sebagai guru dan mengajak mereka ke istana Menteri Cang, tentu ada maksud tertentu yang tersembunyi di balik perbuatan itu. Ia harus waspada.

Ia menemui Cang Hui dan Teng Cin Nio di kamar mereka dan dengan berbisik-bisik ia memberitahu kepada mereka akan kecurigaannya terhadap kakek gundul yag perutnya gendut itu.

“Aku mengenal guru Liong Ki, maka dengan pengakuannya sebagai guru terhadap kakek itu tentu ada maksud tertentu yang tidak sehat. Aku merasa curiga sekali. Adik Hui dan adik Cin, mulai sekarang kalian harus berhati-hati menjaga diri dan bersikap pura-pura tidak menaruh curiga apapun. Jangan khawatir, aku selalu siap siaga menjaga kalian dan seluruh keluarga Cang."

"Mayang, apakah tidak sebaiknya kalau kuperingatkan ayah agar dia menangkap dan memeriksa mereka?" kata Cang Hui.

Mayang menggeleng kepala.
"Tanpa bukti, bagaimana mungkin ayahmu bertindak? Ayahmu adalah seorang yang bijaksana, tentu tidak mau bertindak tanpa bukti."

"Kalau begitu, akan kuberitahu kepada kakak Sun." kata Cang Hui.

Mayang mengangguk.
"Akan tetapi hati-hati, jangan sampai dia menjadi kaget dan gelisah."

Cang Hui tersenyum melihat Mayang mengkhawatirkan kakaknya.
"Ada engkau disini, apakah dia perlu khawatir?"

Mayang menunduk dan melirik ke arah Cin Nio yang juga menjadi merah mukanya.
"Kami semua mengharapkan perlindunganmu, mayang." kata Cin Nio yang merasa salah tingkah. Ia sudah mendengar dari sepupunya bahwa Cang Sun yang dicintanya akan tetapi tidak membalas itu jatuh hati kepada Mayang.

"Kamipun tidak akan tinggal diam, Mayang. Aku dan Cin Nio mulai sekarang akan selalu membawa pedang untuk menjaga diri. Kalau perlu, di waktu mandi atau tidurpun kami akan selalu membawa pedang!" kata Cang Hui bergurau karena ia merasa telah bicara terlalu banyak tadi sehingga menimbulkan suasana yang kikuk kepada dua orang gadis itu.

"Benar, Mayang. Dan kita juga harus berlatih lebih tekun. Gerakan pedang dengan jurus Ular Hitam Menyelam Samudera itu masih belum juga dapat kulakukan dengan baik." kata Cin Nio.

Mayang lalu melatih kedua orang gadis itu di taman bunga belakang kamar mereka. Pada sore hari itu, setelah mandi, Mayang berjalan-jalan di taman bunga seorang diri, melamun. Sesungguhnya ia sudah merasa bosan harus menipu keluarga Cang dengan berpura-pura menjadi sabahat Liong Ki dan Liong Bi. Betapa inginnya untuk membuka rahasia mereka itu kepada keluarga Cang, bahwa yang bernama Liong Ki sebenarnya bernama Sim Ki Liong, sedangkan Liong Bi sama sekali bukan adiknya, melainkan seorang wanita bernama Su Bi Hwa.

Atau ia dapat. meninggalkan mereka begitu saja. Namun, disitu ada Cang Hui dan Cin Nio yang disayangnya, dan ada pula….. Can Sun! Berat rasanya meninggalkan mereka. Apalagi, Cang Taijin adalah seorang pembesar yang bijaksana, bersikap baik dan lembut kepadaya. Bersama keluarga Cang, ia merasa seperti bersama keluarga sendiri.

Akan tetapi, cintanya terhadap Sim Ki Liong sudah lenyap sama sekali. Kini ia semakin yakin bahwa ada hubungan gelap yang memisahkan dan Su Bi Hwa. Ia merasa seperti dipermainkan saja. Kalau dahulu ia merasa iba kepada Ki Liong, mengharapkan dia akan bertaubat dan kembali ke jalan benar, menjadi pendekar, kini harapannya itu lenyap sama sekali. Sim Ki Liong agaknya tidak akan mau kembali ke jalan benar. Teringat ia akan usaha Liong Bi untuk memikat Cang Sun seperti diceritakan Gang Hui, dan ia melihat sendiri betapa Liong Ki berusaha memikat Cang Hui. Seringkali ia termenung memikirkan dua peristiwa mencurigakan itu.

Dan kini ia seperti menyadari apa artinya semua itu.. Agaknya Liong Ki sudah bersekongkol dengan Liong Bi. Jelas bahwa mereka yang sejak pertama sudah menggunakan siasat agar dapat diterima bekerja pada keluarga Cang itu, dengan jalan Liong Ki berkedok menculik Cang Sun lalu muncul Liog Bi menolongnya, kini mempunyai cita-cita yang lebih besar lagi.

Agaknya kedua orang itu sengaja hendak memikat putera dan puteri Menteri Cang. Kalau mereka dapat menjadi mantu Menteri Cang, berarti kedudukan mereka meningkat dan menjadi kuat! Tidak, mereka tidak boleh berbuat seperti itu. Mereka tidak boleh dibiarkan saja, dan ia yang akan menentang. Kalau memang putera dan puteri Menteri Cang jatuh cinta kepada mereka, tentu saja ia tidak akan mencampuri. Akan tetapi kalau Liong Ki dan Liong Bi mempergunakan daya pikat, dan menggunakan sihir apalagi kekerasan, ia harus melindungi keluarga Cang.






Mayang tenggelam ke dalam lamunan sampai-sampai ia tak menyadari bahwa senja telah lewat, lampu-lampu telah dinyalakan oleh para petugas, bahkan beberapa buah lampu tihang di dalam taman juga sudah dinyalakan. Malam mulai tiba, menyelimuti bumi dengan sayap hitamnya. Makin gelap, semakin asyik pula Mayang melamun, mengenangkan masa lalunya sejak ia kecil sampai sekarang.

Tiba-tiba teguran lembut menyentaknya bangun dari dalam lamunan.
"Mayang, engkau disini...?"

Ia cepat bangkit dan membalikkan tubuh. Kiranya ia sudah berhadapan dengan penegurnya tadi, yaitu Cang Sun. Wajah Mayang menjadi kemerahan karena lamunannya tadi justeru baru tiba pada diri Cang Sun. Dalam lamunan tadi ia membayangkan semua pengalamannya yang menyangkut perasaan cintanya, pertama kepada Hay Hay yang gagal karena pemuda itu ternyata kakaknya sendiri, kedua cintanya kepada Sim Ki Liong yang kinipun gagal dan putus karena ternyata pemuda itu tidak berubah menjadi orang baik-baik, dan ketiga ia sedang melamunkan Cang Sun yang dihormati dan dikagumi walaupun pemuda bangsawan itu tidak pandai silat. Dan tiba-tiba orangnya muncul, seperti menjawab lamunannya saja. Tentu kemunculan tiba-tiba ini membuatnya kaget dan juga tersipu.

"Ah, kiranya Cang-kongcu (tuan muda Cang)………" katanya tersenyum, sudah dapat memulihkan dan menenangkan hatinya.

Melihat gadis itu memberi hormat kemudian hendak melangkah pergi meninggalkannya, Cang Sun berkata lembut.

"Mayang, jangan pergi, aku ingin bicara denganmu."

Mayang menahan langkahnya dan memandang kepada pemuda itu dengan mata penuh pertanyaan. Lampu taman yang muram membuat mereka seperti bayang-bayang, akan tetapi dalam jarak dekat, mereka dapat saling pandang dengan cukup jelas. Mayang melihat betapa wajah pemuda itu bersungguh-sungguh seolah ada urusan penting sekali yang hendak dibicarakan dengannya.

"Ada urusan apakah, Kongcu?" tanyanya, melangkah maju mendekat.

"Duduklah, Mayang, agar kita dapat bicara dengan santai."

Mayang mengangguk, duduk di atas bangku, dan pemuda itupun duduk diatas bangku lain, berhadapan dengannya dalam jarak tiga meter. Angin malam bersilir sejuk, dan bulan mulai muncul di timur, melumasi puncak-puncak pohon dengan emas.

"Nah, katakan, ada urusan apakah, Cang-kongcu?" tanya pula Mayang, kini jantungnya agak berdebar karena selama ia berada di istana keluarga Menteri Cang, baru sekali ini ia duduk berdua saja dengan pemuda itu.

"Mayang, sebelumnya aku minta maaf kalau apa yang hendak kubicarakan ini tidak berkenan di hatimu, apalagi kalau sampai menyinggungmu. Maukah engkau berjanji sebelumnya bahwa engkau akan memaafkan aku?" ,

Gadis itu terbelalak namun matanya tetap sipit lucu dan mulutnya tersenyum ramah, lalu mengangguk.

"Tentu saja, Kongcu."

"Dan maukah engkau berjanji akan menjawab semua pertanyaanku dengan terus terang, apa adanya?"

Mayang kembali mencoba melebarkan matanya yang sipit.
"Aih, ada apa sih, Kongcu? Engkau membuat aku tegang. Tentu saja aku akan menjawab sejujurnya." ,

"Mayang, kemarin aku mendengar dari adikku Cang Hui bahwa engkau tidak bertunangan dengan Liong Ki. Benarkah apa yang dikatakan adikku itu?"

Mayang merasa betapa jantungnya berdebar tegang. Kenapa pemuda ini menanyakan hal itu? Akan tetapi ia sudah berjanji akan menjawab dengan jujur dan .memaafkan kalau tersinggung, maka iapun mengangguk.

"Benar, Kongcu."

Wajah pemuda itu nampak cerah dan bersemangat ketika dia mendengar jawaban ini.
"Kalau begitu benar! Sungguh tidak kusangka sama sekali, Mayang. Tadinya aku mengira bahwa engkau benar tunangan dan calon isteri Liong Ki!"

“Kami hanya sahabat, Kongcu. Kami akrab sebagai sahabat.”

“Sekarang pertanyaanku yang kedua, harap kau jawab dengan sejujurnya, Mayang. Biarpun kalian tidak bertunangan, akan tetapi apakah kalian saling mencinta? Maksudku, apakah engkau cinta kepada Liong Ki?"

Mayang mengerutkan alisnya dan menatap tajam wajah pemuda itu.
“Kongcu, aku sudah berjanji akan memaafkan semua singgungan dan menjawab sejujurnya, akah tetapi setidaknya aku ingin sekali tahu mengapa Kongcu hendak mengetahui rahasia pribadiku, hal-hal yang menyangkut perasaan hatiku? Apa hubungannya semua itu dengan Kongcu?”

“Hubungannya dekat sekali, Mayang. Jawablah dulu sejujurnya, baru nanti akan kujelaskan kepadamu mengapa aku mengajukan semua pertanyaanku ini. Nah, kuulangi pertanyaanku, apakah engkau mencinta Liong Ki?”

Mayang menguatkan perasaan hatinya.
“Kongcu minta agar aku menjawab sejujurnya. Kalau aku mengatakan tidak mencintanya, maka jawaban itu bohong, akan tetapi kalau aku mengatakan mencintanya, itupun tidak benar. Sesungguhnya begini, Kongcu. Pernah aku tertarik dan suka kepadanya, bahkan mencintanya dan mau berkorban untuknya, akan tetapi akhir-akhir ini cintaku terhadap dirinya pudar dan luntur. Nah, itulah jawabanku yang sebenarnya. Saat ini aku tidak berbohong kalau kukatakan bahwa aku tidak cinta lagi kepadanya."

Cang sun mengerutkan alisnya.
"ehh? Apakah cinta dapat berubah-ubah, apakah dari cinta akan timbul benci? Mengapa begitu, Mayang? Atau, engkau tidak dapat dan tidak mau memberi penjelasan mengapa cintamu terhadap Liong Ki berubah?"

"Kongcu, cinta tidak mungkin bertepuk sebelah tangan. Tadinya aku mengira bahwa dia benar-benar mencinta diriku, akan tetapi setelah aku mengetahui dengan penuh keyakinan bahwa dia hanya mempunyai cinta nafsu berahi belaka, aku sadar bahwa dia bukanlah pria yang kudambakan menjadi jodohku. Nah, hanya itu yang dapat kukatakan kepadamu, Kongcu, dan semua jawabku itu adalah sejujurnya seperti yang kujanjikan tadi."

Sepasang mata pemuda itu bersinar girang mendengar jawaban Mayang, lalu dia berkata.

"Sekarang datang giliranku untuk menjelaskan mengapa aku ingin mengetahui urusan pribadimu. Begini, Mayang, orang tuaku selalu mendesak aku untuk menikah, akan tetapi aku belum dapat mentaati perintah mereka karena aku belum mendapatkan seorang gadis yang kuanggap cocok untuk menjadi sisihanku, belum ada gadis yang kucinta……. "

"Aku mendengar dari adik Cang Hui, bahwa engkau amat mencinta enci Cia Kui Hong, Kongcu." Mayang memotong.

Cang Sun tidak terkejut atau heran mendengar ini. Dari Cang Hui ia sudah tahu bahwa pergaulan antara adiknya dan Mayang amatlah eratnya sehingga mungkin saja Cang Hui menceritakan segala tentang dirinya.

"Memang benar, Mayang. Akan tetapi seperti kau katakan tadi, cinta tidak mungkin bertepuk sebelah tangan. Aku mencintanya, akan tetapi ia tidak membalas cintaku, dan dengan terus terang ia mengakui bahwa ia mencinta pemuda lain. Aku memaklumi dan mencoba untuk melupakannya, akan tetapi sia-sia belaka. Setiap kali ayah ibu hendak menjodohkan aku dengan seorang gadis, aku selalu menolak karena aku teringat kepada Kui Hong, walaupun aku sudah tidak mengharapkannya lagi. Kemudian muncullah engkau, Mayang. Aku seolah melihat Kui Hong dalam dirimu, seolah menemukan pengganti Kui Hong. Aku langsung jatuh cinta padamu, Mayang. Akan tetapi, ketika aku mendengar bahwa engkau adalah tunangan Liong Ki, tentu saja aku mundur dengan penuh kekecewaan dan kepahitan. Kemudian, kemarin aku mendengar dari Cang Hui bahwa engkau tidak bertunangan dengan Liong Ki, maka hidup kembali semangat dan harapanku, Mayang, dan aku sengaja menemuimu untuk bicara sejujurnya. Mayang, aku cinta padamu. Mungkinkah hatiku dan hatimu yang keduanya menjadi korban cinta yang gagal, dapat dipersatukan, kita saling menghibur, saling mengobati dan saling mengisi?"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar