Ads

Selasa, 25 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 94

Pada hari-hari biasa, danau di luar kota raja itu sepi saja, apalagi pada pagi hari itu. Bukan waktunya orang berlibur. Para pemilik perahu yang biasanya menyewakan perahu pada para tamu di hari-hari yang ramai, pada hari sepi itu menggunakan perahu mereka untuk mencoba peruntungan mencari ikan di tengah danau.

Sejak awal sekali Mayang telah berada di tepi danau, memandang ke arah timur, ke arah kota raja. Akhirnya, orang yang dinanti-nanti sejak pagi tadi muncul. Sim Ki Liong berjalan seorang diri menuju telaga dan dia segera dapat melihat Mayang karena gadis itu sengaja naik ke atas tepi danau yang menonjol tinggi.

Mayang melambaikan tangan dan Sim Ki Liong atau Liong Ki berlari menuju ke tempat itu. Akan tetapi, setelah pemuda itu dekat, Mayang memberi isyarat agar Ki Liong mengikutinya dan iapun berlari memasuki sebuah hutan yang berada di sebuah bukit kecil.

Tempat itu sunyi dan tak nampak seorangpun manusia lain. Mayang ingin bicara denganSim Ki Liong di tempat sepi agar jangan terdengar orang lain. Diam-diam hatinya merasa tegang sekali karena kalau benar seperti yang disangkanya bahwa Sim Ki Liong pelaku pemerkosa akan diri Cin Nio maka hal itu merupakan kepastian baginya untuk bertindak, menganggap Ki Liong sebagai musuh. Mungkin akan terjadi bentrokan antara ia dan Ki Liong, dan ia sudah siap siaga untuk menghadapinya. Dan ia pasti tidak akan tinggal diam sekali ini. Akan dibukanya rahasia Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa kepada Menteri Cang agar kedua orang itu tidak lagi diterima sebagai pembantu, bahkan ditangkap karena dahulu mereka mengatur siasat menculik lalu menolong Cang Sun. Ia harus membuat perhitungan dengan Sim Ki Liong yang telah mengkhianatinya, mengkhianati cintanya.

Setelah tiba di tempat terbuka di puncak bukit, dikelilingi hutan kecil, Mayang berhenti dan menanti Sim Ki Liong yang mengejarnya. Kini mereka ,berdiri berhadapan, dalam jarak empat meter. Ki Liong tersenyum memandang kepada Mayang, senyum yang penuh arti.

"Mayang, engkau mengundangku datang kesini, agaknya hendak bicara penting sekali. Ada urusan apakah, sayang?"

Kata-kata dan nada suaranya itu terasa oleh Mayang seperti sebatang pisau menusuk jantungnya, akan tetapi ia pura-pura tidak merasakannya dan ia bahkan menekan perasaannya sehingga suaranya terdengar datar dan biasa tanpa emosi.

"Liong-ko, aku mengundangmu kesini agar dapat bicara berdua denganmu. Aku menuntut pertanggungan jawabmu terhadap diriku!"

Ki Liong tersenyum dan maju selangkah.
"Tentu saja, Mayang. Pertanggungan jawab yang bagaimana yang kau maksudkan? Jelaskanlah, sayang."

Mayang mengerutkan alisnya dan mengambil sikap pura-pura marah.
“Liong-ko, setelah apa yang kau lakukan kepadaku beberapa malam yang lalu, sekarang engkau masih berpura-pura lagi bertanya pertanggungan jawab apa yang kumaksudkan?"

Setelah berkata demikian, ia memandang penuh selidik, dan ini bukan lagi bersandiwara karena memang ia ingin sekali mengetahui reaksi dari pemuda itu ketika mendengar ucapannya ini.

Mendengar ucapan itu, Sim Ki liong tertawa.
"Ha-ha-ha, kiranya itu yang kau maksudkan? Aih, Mayang, bukankah sudah lama sekali kita saling mencinta? Tentu saja aku akan mempertanggung jawabkan. Sudah berani berbuat aku tentu berani bertanggung jawab. Nah, katakan, apa yang harus kulakukan untukmu?"

Ki Liong bersikap menantang. sambil tersenyum dan jelas bahwa pandang matanya membayangkan perasaan senang. Agaknya hatinya senang melihat Mayang tidak marah. Akan tetapi jawaban itu masih belum memuaskan atau belum meyakinkan hati gadis itu.

“Liong-ko, engkau telah menodai seorang gadis dan sekarang masih bertanya apa yang harus kau lakukan? Begitu bodohkah engkau, atau memang tidak perduli akan nasibku?" Ia memancing lagi.

"Mayang, kekasihku. Sejak dahulu aku mencintamu. Jangan katakan bahwa aku menodaimu, sayang. Malam itu aku hanya membuktikan rasa cintaku kepadamu. Nah, malam itu kita telah menjadi suami isteri yang sah. Engkau menghendaki pernikahan, bukan? Sabarlah, Mayang, kalau sudah tiba saatnya, kita pasti akan menikah. Heh-heh-heh……. !”

Akan tetapi, suara tawanya terhenti seketika ketika tiba-tiba saja terjadi perubahan dalam sikap Mayang. Sepasang mata itu mencorong seperti mengeluarkan api dan tangan Mayang sudah menyambar ke depan, meluncur seperti ular mematuk ke arah leher Ki Liong.

"Haiiiiittttt…….!!"






“Ehh…….. ahhh……!"

Sim Ki Liong terkejut setengah mati. Biarpun dia amat lihai, akan tetapi datangnya. serangan itu demikian tiba-tiba, tubuh Mayang menerjang dengan amat cepatnya dan pukulan yang dilancarkan itu adalah ilmu pukulan Hek-coa-tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam) yang amat ampuh.

Tidak ada kesempatan bagi Ki Liong untuk menangkis lagi, maka sambil mengeluarkan teriakan nyaring dia sudah melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik sampai lima kali baru dia terlepas dari ancaman maut pukulan beruntun yang dilakukan Mayang kepadanya.

“Heii, Mayang! Ada apakah engkau ini? Gilakah engkau? Bukankah kita Sudah menjadi suami isteri dan……?”

“Jahanam busuk! Kiranya benar engkau yang melakukannya! Keparat terkutuk! Sekarang aku yakin bahwa yang berniat busuk terhadap Cang Hui dan Cang-kongcu tadi malam tentulah engkau dan komplotanmu, pelacur hina Su Bi Hwa itu! Sekarang terbukalah semua kedokmu, jahanam! Aku pasti akan membuka rahasiamu kepada Menteri Cang!"

Wajah Sim Ki Liong berubah pucat mendengar ini.
"Aih, Mayang, kenapa engkau berkata demikian? Ingat, engkau telah menjadi isteriku! Engkau sudah tidak gadis lagi. Kalau bukan aku yang mengawinimu kelak, apakah engkau akan menjadi seorang yang menderita aib selama hidupmu?" ,

"Sim Ki Liong, iblis busuk! Aku telah buta dan tolol menganggap seorang manusia iblis macam engkau akan bertaubat dan kembali ke jalan benar. Kiranya engkau hanya menipu dan mempermainkan aku! Huh, jangan diikira bahwa akan mudah saja engkau untuk menghinaku. Yang engkau perkosa pada malam itu bukanlah aku!"

Sepasang mata Sim Ki Liong terbelalak dan dia memandang tak percaya.
"Bukan engkau? Tapi….. tapi di kamarmu dan….. kalau bukan engkau lalu siapa ?”

Mayang tersenyum mengejek.
"Tak perlu engkau tahu siapa, karena saat inipun aku akan mencabut nyawamu yang tak berharga!"

Berkata demikian, Mayang sudah melepaskan senjatanya yang ampuh, yaitu pecutnya yang panjang. Begitu ia mengayun pecutnya ke atas kepalanya, terdengar bunyi ledakan-ledakan kecil yang nyaring.

Pada saat itu muncullah Su Bi Hwa atau yang dikenal sebagai Liong Bi oleh keluarga Menteri Cang.

"Hi-hi-hik, Liong koko, sekarang engkau tahu rasa! Sudah sejak dulu kukatakan bahwa bocah ini berbahaya, sebaiknya dilenyapkan saja. kalau tidak, ia tentu akan membikin ribut saja dan selalu menggagalkan semua rencana kita.”

Ki Liong merasa lega melihat munculnya sekutu ini, akan tetapi juga heran karena dia tidak menyangka.

"Engkaupun disini, Bi-moi?" tanyanya.

"Tentu saja! Aku tidak sebodoh engkau, Liong-ko. Aku sudah mencurigainya, maka aku sudah membuat persiapan yang serba lengkap. Sekarang, mari kita habiskan riwayat bocah ini agar tidak menjadi penghalang bagi kita."

Melihat munculnya Su Bi Hwa, Mayang menjadi semakin marah lagi.
"Bagus, kau siluman betina. Memang akupun sudah mengambil keputusan untuk membasmi siluman jahat macam engkau!"

Mayang lalu menggerakkan cambuknya dan menyerang kalang kabut. Cambuknya mengeluarkan suara bercuitan disusul ledakan-ledakan, menyambar-nyambar dengan ganasnya ke arah kedua orang itu.

Sim Ki Liong maklum akan kelihaian Mayang maka diapun sudah mencabut pedangnya, demikian pula Su Bi Hwa. Mereka maju bersama dan mengeroyok Mayang dengan gerakan pedang mereka yang lihai.

Kalau hanya Su Bi Hwa seorang diri, yang melawan Mayang, tentu ia akan kewalahan. Akan tetapi disitu ada Sim Ki Liong, murid Pendekar Sadis yang amat lihai. Baru menghadapi Sim Ki Liong seorang diri saja agaknya Mayang tidak akan mampu mengalahkannya.

Kini Sim Ki Liong dibantu Su Bi Hwa, maka tentu saja amat berat bagi Mayang untuk menghadapi pengeroyokan mereka. Akan tetapi, gadis ini tidak mengenal takut dan ia sudah nekat untuk melawan mati-matian. Gerakan pecut di tangannya amat menggiriskan, setiap sambaran pecutnya merupakan sambaran maut yang mengarah nyawa lawan.

Berbeda dengan Su Bi Hwa yang, membalas serangan Mayang dengan serangan maut untuk membunuh pula, Sim Ki Liong agak ragu-ragu dalam serangan balasannya. Bagaimanapun juga, Sim Ki Liong memang pernah tergila-gila kepada Mayang. Bahkan sampai kini, belum ada wanita yang dapat menandingi daya tarik Mayang baginya. Agaknya dia tidak tega kalau harus membunuh Mayang, dan agaknya akan membiarkan Bi Hwa saja yang membunuhnya. Oleh karena itu, gerakan pedangnya hanya untuk menangkis serangan Mayang dan mendesak gadis itu sehingga Su Bi Hwa yang nampak lebih ganas menghujankan serangan.

Kenekatan Mayang membuat kecepatan dan kekuatannya bertambah, namun karena dua orang lawannya juga merupakan ahli-ahli pedang yang hebat, terutama sekali Ki Liong, setelah lewat seratus jurus, mulailah Mayang terdesak hebat. Melihat ini, mulailah Su Bi Hwa mengejek dan tertawa-tawa.

"Hi-hi-hik, Mayang, bocah sombong. Bersiaplah engkau untuk mampus!”

Pedangya membabat ke arah leher Mayang. Mayang mengelak dengan loncatan ke samping, akan tetapi ketika pecutnya menyambar ganas ke arah Bi Hwa, pedang di tangan Ki Liong sudah membabat dari samping, kuat bukan main sehingga terdengar suara keras dan ujung pecut itu terbabat putus oleh pedang Ki Liong! Melihat ini Su Bi Hwa menggerakkan kakinya dan paha kiri Mayang kena ditendangnya.

"Dukk!"

Tak dapat dicegahnya lagi, tubuh Mayang terpelanting keras. Sambil terkekeh Bi Hwa membacokkan pedangnya, akan tetapi pedang itu ditangkis oleh pedang di tangan Ki Liong.

"Tranggg……..!”

"Ehh? Liong-Ko, apa yang kau lakukan ini?" Bi Hwa berseru kaget.

"Aku ingin menangkapnya hidup-hidup, Bi-moi!"

Bi Hwa mengerti dan tertawa.
"Heh-heh, agaknya karena malam itu ternyata bukan Mayang yang kau tundukkan dalam kamarnya, engkau masih penasaran? Baiklah, akan kutangkap ia untukmu, kuhadiahkan padamu untuk hari ini, akan tetapi sesudah itu ia harus dibunuh dan mayatnya dilenyapkan di dasar danau!" kata Bi Hwa.

Mendengar ini, Mayang, mengerahkan seluruh tenaganya dan meloncat bangun, tidak memperdulikan rasa nyeri di pahanya. Hatinya terasa sakit bukan main. Kini terbukalah matanya dan tahulah ia benar-benar macam apa adanya Sim Ki Liong yang penah dicintanya. Ia telah mintakan ampun untuk Ki Liong dari Cia Kui Hong, kemudian di pulau Teratai Merah iapun memintakan ampun untuk Ki Liong dari Pendekar Sadis dan isterinya.

Dan kini ternyata Ki Liong hanya memandangnya sebagai alat pemuas nafsunya belaka. Bahkan demikian kejinya Ki Liong untuk minta kepada Bi Hwa agar ia tidak dibunuh dulu sebelum digumulinya!

"Jahanam kau……, terkutuk kau…….!"

Dan dengan napas terengah-engah saking marahnya ia sudah menyerang lagi dengan cambuknya yang sudah patah ujungnya, menyerang mati-matian ke arah Ki Liong. Bahkan hantaman pecutnya dibantu oleh tangan kirinya yang juga melakukan serangan dengan pukulan Hek-coa-tok-ciang yang mengandung hawa beracun.

Namun, Ki Liong mengelak dari pukulan itu dan menangkis hantaman cambuk dengan pedangnya. Mayang kembali mengamuk, dan karena kini Su Bi Hwa tidak lagi menyerang untuk membunuh, melainkan untuk merobohkannya dan menangkapnya, maka Mayang tidak terancam maut lagi. Bagaimanapun juga, tidak akan mudah bagi mereka untuk dapat menangkap gadis yang seperti singa betina mengamuk ini begitu saja.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar