Ads

Rabu, 03 Oktober 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 103

"Hong-moi……!” Hay Hay memandang dengan alis berkerut dan sinar mata penuh penyesalan.

"Kalau begitu, aku telah berdosa kepadamu. Kau maafkanlah aku, Hong-moi.”

Kui Hong tersenyum,
"Yang patut minta maaf adalah kami sekeluarga, Hay-ko, bukan engkau. Akan tetapi sudahlah, tentang maaf-maaf ini aku percaya bahwa engkau suka memaafkan kami dengan setulus hatimu. Sekarang ada pertanyaanku yang kedua kuharapkan pertanyaan ini terutama sekali harus kau jawab dengan sejujurnya."

“Tanyalah, Hong-moi, jangan membikin aku tegang menantinya. Tentu saja aku selalu bersikap jujur kepadamu."

"Nah, jawablah, Hay-koko. Apakah engkau masih cinta padaku?"

Mendengar pertanyaan ini, kembali kedua mata Hay Hay terbelalak, kemudian alisnya berkerut dan matanya memandang dengan penuh penasaran.

"Ya Tuhan, Masih perlukah engkau bertanya seperti ini, Hong-moi? Masih belum percayakah engkau bahwa aku mencintamu sampai aku mati kelak? Hong-moi, apa kau kira cintaku kepadamu dapat berubah-ubah seperti awan di langit? Apapun yang terjadi, aku tetap cinta padamu, Hong-moi, dahulu, sekarang, kelak dan selamanya. Perlukah aku bersumpah? Dan mengapa pula engkau menanyakan hal itu?”

Ucapan pemuda itu terdengar bagaikan musik yang amat merdu dalam telinga Kui Hong, membuatnya tersenyum manis dan kedua pipinya menjadi kemerahan,

"Aku menanyakan hal itu bukan karena meragukanmu, Hay-ko, melainkan agar aku merasa yakin karena aku….. aku….. selalu cinta padamu dan….. aku mengharapkan untuk menjadi isterimu, yaitu…. kalau engkau sudi melamarku……”

“Hong-moi……! Tidak mimpikah ini? Dan bagaimana nanti ayah ibumu?”

"Mereka telah menyetujui, Hay-ko, mereka telah menyadari kesalahan mereka, dan mereka akan menerirna dengan hati tulus kalau engkau datang meminangku."

"Hong-moi…… ya Tuhan, Hong-moi…….!"

Hay Hay bersorak, menerjang ke depan, menangkap pinggang gadis itu dan melontarkannya ke atas! Seperti sebuah boneka saja tubuh Kui Hong terlempar ke udara dan ketika turun, Hay Hay menyambut dengan kedua lengan, merangkul, mendekap dan keduanya tenggelam dalam pelukan mesra yang membuat mereka sukar bernafas.

Setelah waktu yang entah berapa lamanya lewat, terdengar bisikan Kui Hong dari dalam dekapan Hay Hay.

"Hay-ko, tugasmu…..”

Hay Hay melepaskan pelukannya, memegang kedua pipi Kui Hog seperti mengamati sebuah benda mustika yang amat berharga, lalu menciumnya dengan lembut seperti takut kalau-kalau mustika itu akan rusak oleh ciumannya, dan diapun tertawa.

"Engkau benar, aku hampir lupa. Mari, Hong-moi, mari kita pergi menemui Menteri Yang. Urusan ini penting sekali dan nanti di perjalanan akan kuceritakan semua padamu.”

Mereka bergandeng tangan meninggalkan taman dan memasuki istana untuk berpamit. Dan di ruangan tengah, mereka mendapatkah keadaan yang membahagiakan. Dengan wajah berseri-seri, Cang Hui dan ibunya memberi tahu kepada mereka bahwa Cang Sun telah bertunangan dengan Mayang dan Cin Nio. Sekaligus bertunangan dengan dua orang gadis itu.

Hay Hay terbelalak ketika ibu Cang Sun berkata kepadannya.
"Tang-taihiap, karena engkau adalah kakak Mayang, maka sebelum ayah Cang Sun pulang, biarlah aku mewakili keluargaku mengajukan pinangan kepadamu sebagai wali dari Mayang. Kami melamar Mayang untuk dijodohkan dengan putera kami, Cang Sun.”

Hay Hay cepat memberi hormat untuk membalas nyonya bangsawan itu dan dia berkata dengan gugup,

"Eh…… maaf Cang-hujin (Nyonya Cang), saya…… eh, saya tidak tahu bagaimana……. heii, Mayang, bagaimana ini?"






Hay Hay tentu saja menjadi kikuk dan bingung ketika tiba-tiba saja dia menjadi wali dan menerima pinangan orang atas diri Mayang.

Mayang menghampiri kakaknya dan merangkul pundak Hay Hay dengan sikap manja.
"Koko, apakah engkau mau mengatakan bahwa engkau tidak setuju kalau aku menjadi isteri kanda Cang Sun?"

Ditodong dengan pertanyaan seperti itu, Hay Hay ingin menjewer telinga adiknya.
"Hushh, jangan sembarangan bicara. Tentu saja aku setuju sepenuhnya. Akan tetapi, bagaimana aku dapat memutuskan? Seharusnya engkau bertanya kepada ibumu, bukan kepadaku."

"Hay-ko, ibuku jauh dan waliku yang terdekat hanya engkau. Nah, engkaulah yang harus menjawab. Apakah engkau setuju dengan pinangan keluarga Cang atas diriku?"

Hay Hay mendekatkan mukanya kepada muka adikya dan berbisik,
"Kenapa bertunangan sekaligus dengan dua orang gadis?"

Mayang terseyum manis.
"Itu sudah menjadi keinginan kami bertiga engkau tidak perlu mencampuri, Hay-koko. Sekarang katakan saja bahwa engkau setuju dan menerima pinangan itu, habis perkara!”

Hay Hay mengangguk-angguk, lalu menghampiri nyonya Cang dan berkata dengan dengan sikap hormat.

"Saya sebagai wali adik saya Mayang merasa setuju dan menerima dengan baik pinangan keluarga Cang."

Tentu saja nyonya Cang, Cang Sun dan Cang Hui menjadi gernbira sekali.
"Tang-taihiap,” kini Cang Sun yang bicara dengan sikapnya yang lembut dan tenang. "Tentu saja kami akan mengirim utusan kepada ibu Mayang untuk mengajukan pinangan resmi, akan tetapi sementara ini, persetujuan Taihiap amat menggembirakan hati kami."

"Peristiwa menggembirakan ini patut dirayakan. Mari kita semua pergi ke dalam untuk merayakan pertunangan ini." kata Nyoya, Cang.

Hay Hay cepat memberi hormat.
"Harap memaafkan kami. Terus terang saja, saya mempunyai urusan yang teramat penting yang harus saya sampaikan kepada Menteri Cang atau Menteri Yang. Karena sekarang Menteri Cang kebetulan tidak berada di rumah, terpaksa saya akan menghadap Menteri Yang untuk menyampaikan sesuatu yang teramat penting bagi keamanan negara. Nanti setelah semua urusan selesai, baru saya akan kembali kesini ikut bergembira."

"Sayapun akan ikut dan membantu Hay-koko." kata Kui Hong dengan wajah berseri.

Mayang segera memegang tangan Kui Hong, lalu menoleh kepada kakaknya,
"Hay-ko aku adikmu sudah bertunangan dan akan menikah. akan tetapi engkau yang menjadi kakakku, kapan engkau akan menikah dengan enci Hong?"

Hay Hay dan Kui Hong saling pandang dan mereka tersenyum, dan Kui Hong yang mewakiii Hay Hay, merangkul Mayang dan berkata,

"Engkau tunggulah saja, Mayang, tidak lama lagi kamipun akan menikah."

Karena mempunyai tugas yang penting sekali, Hay Hay dan Kui Hong Ialu meninggalkan keluarga yang berbahagia itu untuk menghadap Menteri Yang Ting Hoo. Dalam perjalanan ini dia mengomel,

"Enak benar Cang Kongcu, sekaligus mendapatkan jodoh dua orang gadis cantik."

Tiba-tiba Kui Hong menghentikan langkahnya. Ketika Hay Hay juga berhenti dan menengok, dia berhadapan dengan gadis yang mukanya kemerahan, Matanya berapi dan kedua tangannya bertolak pinggang.

"Apa kau bilang tadi, Hay-ko? Jadi kau anggap Cang Kongcu senang dan enak, ya? Sekaligus mendapatkan jodoh dua orang gadis cantik? Engkau rnerasa iri? Boleh kau cari seorang gadis lain lagi dan aku akan menghadapi kalian dengan pedang!”

Hay Hay terbelalak. Dia tahu bahwa sekali Kui Hong cemburu dan marah, mengira dia iri hati terhadap Cang Sun dan ingin pula mengawini dua orang gadis seperti pemuda bangsawan itu. Dan baru sekarang dia melihat Kui Hong, calon isterinya itu, berdiri bertolak pinggang dan marah seperti itu. Tiba-tiba diapun membayangkan Cang Sun berdiri menghadapi dua orang isteri di kanan kiri, dua orang isteri yang berdiri bertolak pinggang dan marah-marah kepadanya, apalagi Mayang adiknya yang galak itu. Membayangkan ini, Hay Hay tertawa bergelak.

"Hemm, engkau malah mentertawaiku?"

Kui Hong membentak dan membanting-banting kaki kanannya. Hay Hay semakin gembira. Gerakan membanting kaki kanan ini sungguh ciri khas dari Kui Hong kalau sedang marah. Karena dia tahu benar bahwa kekasihnya sudah marah, dia lalu menghentikan tawanya.

"Aku menertawakan Cang Sun, bukan mentertawakan engkau, Hong-moi. Kini aku teringat bahwa keadaannya sama sekali tidak senang, karena kalau kedua orang isterinya itu marah-marah dalam saat yang bersamaan, aduh, celaka tiga belaslah dia!" Hay Hay tertawa lagi. "Apalagi Mayang galaknya tidak alang kepalang, aku tertawa membayangkan bagaimana dia akan melindungi dirinya dari dua ekor harimau betina yang marah-marah."

Mau tidak mau Kui Hong tersenyum juga mendengar ucapan kekasihnya.
"Sudahlah, tidak perlu kita membicarakan orang lain. Birpun Cang Sun seorang pemuda bangsawan, aku mengenal dia sebagai seorang pemuda yang baik tidak mata keranjang seperti engkau. Dan betapapun anehnya Mayang, kalau ia sampai bersedia dimadu dengan Cin Nio, jelas ada apa-apanya di balik semua itu yang hanya diketahui mereka bertiga. Bukan urusan kita. Nah, sekarang ceritakan tugas penting apakah yang kau laksanakan, dan apa perlunya kita menghadap Menteri Yang."

Hay Hay lalu menceritakan dengan singkat namun jelas tentang mendiang Yu Siu-cai, sasterawan tua yang menulis laporan yang amat penting tentang keadaan di kota Cang-cow, tentang persekutuan yang dilakukan orang-orang Portugis dengan para pejabat tinggi di kota Cang-cow, juga dengan para bajak laut jepang dan pemberontak Pek-lian-kauw, betapa orang-orang Portugis disana telah membuat benteng yang diperkuat meriam, betapa pejabat yang bersekongkol dengan orang Portugis itu telah menculik dan membunuh banyak pejabat yang setia kepada pemerintah.

"Aih, begitu hebatkah?" Kui Hong sangat kaget mendengar ini.

"Bahkan kepala daerah dan wakilnya di Cang-cow sudah tunduk kepada orang-orang Portugis," kata Hay Hay. “Di sepanjang perjalanan, banyak orang kang-ouw yang menghadangku dan mencoba merampas gulungan kertas laporan dari Yu Siucai. Itu saja membuktikan bahwa persekutuan itu telah meluas dan agaknya banyak orang Kang-ouw terlibat."

"Ah, kalau begitu, kita harus cepat menghadap Menteri Yang. Urusan ini teramat penting dan tidak boleh ditunda lebih lama lagi." kata Kui Hong dan mereka lalu bergegas pergi ke istana Menteri Yang Ting Hoo, menteri yang merupakan orang kedua setelah Menteri Cang Ku Ceng yang terkenal sebagai menteri yang setia, jujur, pandai dan mereka berdualah yang berdiri di belakang kaisar, mengatur pemerintahan sehingga Kerajaan Beng pada waktu itu menjadi semakin berkembang.

Menteri Yang Ting Hoo menerima mereka dengan ramah karena pejabat tinggi ini sudah lama mengenal nama mereka sebagai pendekar-pendekar yang berjasa terhadap negara. Hay Hay dan Kui Hong dipersilakan duduk diruang tamu dan ketika menteri yang tinggi kurus berjenggot panjang, bermata sipit dan wajahnya membayangkan keramahan dan kesabaran itu muncul, mereka berdua cepat memberi hormat.

Menteri Yang Ting Hoo berusia kurang lebih lima puluh empat tahun, lebih muda dibandingkan Menteri Cang Ku Ceng dan biarpun matanya sipit, namun sepasang mata itu memiliki sinar kilat yang membayangkan kecerdikannya. Setelah memasuki ruangan tamu dan membalas penghormatan dua orang tamunya, pembesar itu lalu memberi isyarat kepada para penjaga untuk meninggalkan ruangan itu.

Melihat dua orang tamunya kelihatan heran melihat dia menyuruh semua pengawal pergi, pembesar itu tersenyum dan mengelus jenggotnya.

"Kami telah mengenal baik nama besar ji-wi yang gagah perkasa. Kalau ji-wi saat ini berkunjung dan minta bertemu dengan kami, jelas bahwa ji-wi tetu membawa berita yang teramat penting. Oleh karena itu, sebaiknya kalau tidak ada orang lain yang mendengar agar lebih leluasa ji-wi menyampaikannya kepada kami."

Hay Hay dan Kui Hong saling pandang. Betapa cerdik dan bijaksananya pembesar ini dapat dilihat dari sikapnya itu.

“Tepat sekali dugaan paduka, Tai-jin." kata Hay Hay sambil mengeluarkan gulungan kertas bernoda darah itu. "Saya ingin menghaturkan surat laporan yang amat penting ini."

Melihat gulungan kertas itu, Menteri Yang berseru,
"Aih, jadi benarkah berita yang kami dapat bahwa ada surat laporan rahasia yang ditulis oleh seorang siucai tua dari Cang-cow yang diperebutkan oleh orang-orang kang-ouw? Inikah surat itu?"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar