Ads

Rabu, 03 Oktober 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 104

Kembali Hay Hay dan Kui Hong kagum. Kiranya pembesar bijaksana ini telah mendengar pula tentang surat laporan itu!

"Benar sekali, Tai-jin. Penulis laporan adalah mendiang Yu Siucai dan kebetulan dia serahkan kepada saya sebelum dia meninggal dunia, dan ketika saya membawanya ke kota raja untuk menyerahkannya kepada paduka atau kepada Cang-taijin seperti dipesan oleh Yu Siucai, banyak orang hendak merampasnya.”

"Menteri Cang sedang bertugas ke luar kota raja, jadi ji-wi (anda berdua) membawanya kepada, kami?”

"Menurut pesan mendiang Yu Siucai, laporan ini harus saya berikan kepada Menteri Cang atau kepada paduka."

Menteri itu menerima gulungan surat laporan, lalu membacanya. Alisnya berkerut dan dia memegang surat yang sudah dia buka gulungannya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya kini dikepal.

"Ah, keparat. Memang mereka selalu mengadakan kekacauan, orang-orang biadab Portugis itu! Sekarang juga kami akan mengirim pasukan besar untuk menghajar mereka dan membasmi para pemberontak di Cang-cow!" katanya dan diapun memberi isyarat memanggil para pengawal.

Maka sebentar saja mereka bermunculan dari segala penjuru sehingga Hay Hay dan Kui Hong maklum bahwa setiap saat, pembesar itu terlindung ketat walaupun nampaknya seorang diri saja. Yang-taijin segera memerintahkan kepala penjaga untuk memanggil para perwira pasukan pengawal untuk pergi mengundang panglima pasukan keamanan.

Melihat kesibukan itu, Hay Hay dan Kui Hong menawarkan tenaga untuk. membantu. Menteri Yang mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya.

"Tai-hiap dan Li-hiap, urusannya sekarang adalah urusah ketentaraan. Kami akan mengirim pasukan untuk menghancurkan pemberontak. Kalau ji-wi ingin membantu, ji-wi dapat menjadi penyelidik ke Cang-cow, kemudian kalau ada hal penting yang perlu diketahui panglima pasukan, ji-wi dapat menghubungi dia. Jasa jiwi akan kami catat, menambah jasa-jasa jiwi yang pernah ji-wi berikan kepada pemerintah ketika ji-wi membantu Menteri Cang.”

Mereka menyatakan kesanggupan mereka, kemudian meninggalkan istana itu dan mereka kembali ke istana keluarga Menteri Cang karena sebelum meninggalkan kota raja mereka ingin pamit dulu dari keluarga yang mereka kenal baik itu.

Ketika mendengar keterangan Hay Hay bahwa dia bersama Kui Hong hendak pergi ke Cang-cow membantu pemerintah membasmi para pemberontak, Mayang segera menyatakan hendak ikut pergi.

"Hay-koko, aku harus ikut denganmu untuk membantu pemerintah membasmi para pemberontak!"

Mendengar ini, Cang Sun mengerutkan alisnya.
"Mayang, untuk membasmi pemberontak, sudah ada pasukan besar yang akan melakukannya. ini bukan merupakan tugasmu, dan kalau engkau pergi, engkau hanya akan membuat kami di rumah merasa khawatir .”

Cin Nio juga memegang tangan Mayang.
"Kalau engkau pergi, akupun harus ikut pergi bersama, Mayang."

"Ih, kalau kita berdua pergi, kasihan….. tunangan kita, adik Cin!" semua orang tertawa mendengar ucapan Mayang tanpa sungkan-sungkan itu.

"Mayang, jangan seperti anak kecil. Engkau tidak boleh pergi. Mulai sekarang, engkau harus mentaati semua perintah Cang Kongcu. Tentang pemberontak itu, memang akan ditanggulangi Menteri Yang dan akan dikirim pasukan besar. Aku dan Hong-moi juga hanya akan membantu melakukan penyelidikan saja."

"Tapi, aku merasa benci sekali kepada Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa. Kalau aku belum dapat membunuh dua jahanam itu, selama hidupku, aku akan merasa penasaran terus Hay-ko."

"Kalau begitu, biarlah aku mewakilimu untuk mencari dan membasmi dua orang itu. Mereka memang merupakan dua orang yang berbahaya kalau dibiarkan hidup terus."

"Akupun merasa berkewajiban melenyapkan Sim Ki Liong karena dia hanya akan mengotori nama baik kakekku di pulau Teratai Merah." sambung Kui-Hong.






Mayang memandang kepada Cin Nio yang berbalik juga memandangnya. Pertukaran pandang antara dua orang wanita itu sudah cukup bagi mereka. Mayang bertekad hendak membunuh Sim Ki Liong, terutama sekali untuk membalaskan dendam hati Cin Nio yang pernah diperkosa laki-laki jahat itu. Cang Sun yang merupakan orang ke tiga yang tahu akan peristiwa itu, segera berkata dengan suara tenang berwibawa.

"Mayang, engkau sudah mendapat janji kakakmu dan Cia-lihiap. Aku yakin bahwa mereka berdua akan dapat menghukum dua orang manusia iblis itu. Engkau dan Cin-moi tidak perlu pergi sendiri. Kalian harus berada disini, menanti sampai ayah pulang agar urusan perjodohan kita dapat dibicarakan."

Karena maklum bahwa Cang Sun dan Cin Nio tidak meghendaki ia pergi, maka Mayang juga tidak memaksakan kehendaknya. setelah ia menjadi tunangan Cang Sun, gadis ini terpaksa harus mengendalikan diri, karena ia tidak lagi bebas seperti dahulu. la merasa terikat, akan tetapi betapa manisnya dan menyenangkan ikatan itu baginya! Ia merasa diperhatikan, dipermanjakan, diperdulikan!

Pada hari itu juga berangkatlah Hay Hay dan Kui Hong meninggalkan kota raja, menuju ke kota Cang-cow. Cang Sun memberi mereka dua ekor kuda yang baik, dan mereka melakukan perjalanan cepat melalui pintu gerbang sebelah selatan dari kota raja.

Pada suatu pagi, setelah melakukan perjalanan berhari-hari, mereka tiba di sebuah hutan di bukit kecil di sebelah barat kota Cang-cow, dan teringatlah Hay Hay kepada Sarah yang cantik manis. Tentu saja dia tidak pernah bercerita kepada Kui Hong tentang Sarah. Namun, dia tidak akan pernah dapat melupakan gadis Portugis berambut kuning emas bermata biru yang indah itu.

Kini tentu Sarah sudah tidak lagi berada di Cang-cow dan dia merasa senang mengingat akan hal itu. Dia bersyukur karena kini Sarah tentu telah berlayar meninggalkan negeri ini bersama Aaron, pemuda kekasihnya dan mereka berdua tentu akan terhindar dari bahaya maut kalau pasukan pemerintah menyerbu Cang-cow.

Kui Hong mengajak Hay Hay beristirahat di bukit itu. Mereka sendiri tidak begitu lelah, akan tetapi kuda tunggangan mereka sudah tampak letih. Mereka perlu dibiarkan mengaso dan makan rumput hijau tebal yang terdapat di bukit itu. Keduanya membiarkan kuda mereka terlepas makan rumput, dan mereka sendiri duduk berhadapan di atas rumput tebal.

Kui Hong bertanya tentang Cang-cow dan Hay Hay menceritakan apa yang dia ketahui. Antara lain dia bercerita bahwa kota itu menjadi pusat orang-orang Portugis yang memiliki pasukan kuat karena mereka semua mempunyai senjata api.

Tiba-tiba, mereka berdua bangkit berdiri dan bersikap waspada. Pendengaran mereka yang tajam dapat menangkap gerakan orang. Tempat itu memang dikelililingi pohon-pohon dan semak belukar. Kecurigaan mereka memang terbukti. Jarum-jarum lembut menyambar dari kiri ke arah mereka! Dengan mudah pasangan pendekar yang tangguh ini memukul runtuh semua jarum dengan kibasan tangan mereka yang mendatangkan angin kuat.

“Kiranya siluman beracun dari Pek-lian-kauw yang datang! Pengecut curang, keluarlah kalau memang engkau ingin mampus!" bentak Kui Hong yang mengenal senjata rahasia itu.

Nampak bayangan berkelebat dan benar saja, Tok-ciang Bi-mo-li Su Bi Hwa telah berada disitu, tersenyum simpul dengan sikap genit memandang kepada Hay Hay. Baik Hay Hay maupun Kui Hong maklum sepenuhnya bahwa wanita siluman ini tidak akan berani banyak berlagak di depan mereka kalau saja ia tidak mengandalkan orang lain, maka keduanya bersikap waspada.

Kalau tidak mempunyai andalan, mustahil Tok-ciang Bi-mo-li berani muncul memperlihatkan diri kepada mereka. Hal ini sama saja dengan seekor ular mendekati pemukul. Dugaan mereka memang tepat karena dari kanan kiri nampak bayangan beberapa orang berkelebat dan ternyata mereka berdua telah menyangka sebelumnya, adalah Sim Ki Liong! Melihat pemuda bekas murid kakeknya ini, Kui Hong tersenyum mengejek dan mendengus.

"Huh, kiranya si anjing keparat, pengkhianat murtad pengecut busuk Sim Ki Liong masih berani mengantar nyawa. Sekali ini, aku akan mencabut nyawamu!"

Sementara itu Hay Hay juga mengenal Hek Tok Siansu, kakek berbahaya yang amat lihai dan yang pernah dia kalahkan walaupun dengan susah payah. Diapun tersennyum dan menggerakkan kedua tangan ke depan dada.

"Kiranya Hek Tok Siansu yang kembali menghadang kami. Apakah engkau hendak melanjutkan pertandingan tempo hari, Sian-su?"

Dalam pertanyaan ini terkandung ejekan yang membuat wajah di gundul itu menjadi semakin hitam kehijauan dan senyuman yang selalu membayang di bibir, senyum mengejek, kini berubah menjadi senyum masam dan hambar. Akan tetapi sekali ini dia tidak banyak cakap, melainkan memberi isyarat kepada Sim Ki Liong dan pemuda ini tanpa banyak bicara lagi sudah menerjang maju dan biarpun dia belum menguasai dengan sempurna, dia sudah menggunakan ilmu Hok-liong Sin-ciang, yaitu ilmu silat yang paling hebat dan menjadi andalan dari gurunya, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin!

Ilmu ini memang hebat bukan main, dan hanya mempunyai delapan jurus. Namun, dibutuhkan orang yang telah memiliki tenaga sakti yang mencapai tingkat tinggi sekali saja yang dapat memainkannya. Kalau Pendekar Sadis yang memainkanya, tentu saja akan jarang ada orang mampu menandinginya. Bahkan dalam hal permainan ilmu-ilmu tertinggi dari pulau Teratai Merah, Sim Ki Liong masih kalah setingkat dibandingkan Cia Kui Hong. Semenjak Sim Ki Liong minggat dari pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka, Pendekar Sadis dan isterinya menurunkan ilmu-ilmu andalan mereka kepada Kui Hong agar gadis itu dapat mengatasi kepandaian Ki Liong.

Betapapun juga, karena ilmu Hok-liong Sin-ciang memang hebat, Hay Hay tidak berani memandang ringan, apalagi pada saat itu Hek Tok Siasu juga sudah bergerak menyerangnya. Hay Hay dikeroyok dua oleh Ki Liong dan Hek Tok Siansu sehingga mau tidak mau dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua kepadaiannya untuk menandingi mereka.

Sementara itu, Kui Hong sudah menerjang dan menyerang Tok-ciang Bi mo-li Su Bi Hwa dan karena Kui Hong amat marah kepada iblis betina itu yang pernah nyaris menghancurkan Cin-ling-pai, bahkan pernah melawan ayah-bundanya dan kakeknya, maka begitu menyerang ia telah mempergunakan jurus ampuh dari Thai-kek Sin-kun dengan pengerahan tenaga Thian-te Sin-ciang.

Hebat bukan main serangan Kui Hong, dan dalam sekali serangan itu saja Su Bi Hwa terhuyung ke belakang dan tentu ia akan celaka kalau saja pada saat itu tidak ada dua orang tosu Pek-lian-kauw yang amat tangguh karena mereka adalah dua orang tosu Pek-lian-kauw tingkat dua.

Kui Hong merasa terkejut juga ketika meyambut serangan dua orang tosu Pek-lian-kauw karena serangan mereka sungguh tidak boleh dipandang ringan sama sekali! Tingkat kepandaian dua orang tosu ini tidak berada di sebelah bawah tingkat kepandaian Su Bi Hwa.

Memang, tidak mengherankan kalau dua orang tosu Pek-lian-kauw ini lihai karena mereka adalah Gin Hwa Cu dan Lian Hwa Cu, dua orang tosu yang merupakan saudara-saudara seperguruan dari mendiang Pek-lian Sam-kwi. Tingkat kepandaian masing-masing hanya sedikit lebih rendah dibandingkan Kui Hong, maka setelah kini mereka maju berdua, ditambah lagi dengan bantuan Su Bi Hwa, tentu saja Kui Hong menjadi kewalahan.

Kalau Kui Hong terdesak oleh tiga orang pengeroyoknya, sama pula keadaan Hay Hay. Pemuda perkasa ini mendapatkan lawan tangguh dalam diri Hek Tok Siansu, dan kini karena Hek Tok Siansu dibantu Sim Ki Liong, dia menjadi terdesak. Memang semua ini telah diatur oleh Sim Ki Liong dan Su Bl Hwa. Dua orang yang cerdik dan licik ini sudah memperhitungkan bahwa dengan pengeroyokan seperti itu, mereka akan dapat mengalahkan Hay Hay dan Kui Hong.

Kalau Hay Hay dalam ilmu langkah ajaibnya Jiauw-pou Poan-san masih dapat menghindarkan hujan serangan dari dua orang pengeroyoknya yang tangguh, keadaan Kui Hong lebih gawat. Gadis ini juga mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, namun karena tiga orang pengeroyoknya semua memiliki ilmu kepandaia tinggi, sejak semuia ia sudah repot dan setelah lewat tiga puluhan jurus saja, ia harus memutar sepasang pedangnya untuk melindungi diri tanpa dapat membalas serangan lawan sama sekali.

Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang dimainkannya itulah yang sampai sekian lamanya dapat menyelamatkannya sehingga tiga batang pedang lawan belum mampu menembus benteng sinar sepasang pedangnya. Biarpun demikian, Kui Hong maklum benar bahwa kalau hal seperti itu berkelanjutan, akhirnya ia akan terancam bahaya. Tidak mungkin berkelahi hanya mengandalkan pertahanan saja, tanpa dapat membalas serangan lawan.

Untung bagi Kui Hong bahwa ketika ia digembleng kakek dan neneknya ia telah menguasai ilmu meringankan tubuh yang amat hebat. Gin-kang (ilmu meringankan) tubuh) nenak Toan Kim Hong memang amat luar biasa, bahkan lebih hebat dibanding gin-kang suaminya, Si Pendekar sadis. Karena itu, biarpun ia terdesak dan tidak mampu membalas serangan tiga orang pengeroyoknya, sebegitu jauhnya Kui Hong belum pernah terkena senjata lawan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar