Ads

Senin, 01 Oktober 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 97

"Koko mari cepat kita susul enci Hong. Keluarga Cang berada dalam bahaya!" kata Mayang, akan tetapi ia terhuyung karena lelah dan karena lukanya.

Tanpa membuang banyak waktu untuk bertanya, Hay Hay Ialu menyambar tubuh adiknya dan mempergunakan ilmu berlari cepat seperti terbang menuju ke kota, dan langsung pergi ke gedung Menteri Cang yang sudah dikenalnya baik itu.

Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa secepatnya meninggalkan gelanggang pertempuran yang tidak menguntungkan pihak mereka, dan cepat sekali mereka tiba di istana keluarga Menteri Cang Ku Ceng. Karena mereka adalah orang-orang kepercayaan Menteri Cang, tentu saja para pengawal juga tidak banyak bertanya melihat mereka datang nampak tergesa-gesa itu.

Keduanya langsung saja mencari Cang Hui dan Cang Sun, dengan maksud untuk menangkap mereka. Mereka telah ketahuan, rahasia mereka telah terbuka dengan munculnya Hay Hay dan Kui Hong, maka kalau mereka tidak menyandera putera puteri Menteri Cang, tentu mereka akan celaka.

Akan tetapi, mereka tidak melihat Cang Sun, hanya menemukan Cang Hui dan Teng Cin Nio yang sedang menanti pulangnya Mayang karena gadis itu tadi pergi tanpa pamit. Ketika mereka melihat munculnya orang-orang yang mereka kenal sebagai Liong Ki dan Liong Bi, keduanya terkejut, apalagi melihat sikap dua orang itu yang aneh dan tidak seperti biasanya.

Cin Nio sendiri belum menduga bahwa Liong Ki yang memperkosa dirinya malam itu, akan tetapi ia memang sudah tidak suka melihat sikap pemuda itu yang kadang-kadang memandang kepadanya dengan sinar mata kurang ajar. Lebih-lebih Cang Hui. Ia pernah dirayu oleh pemuda itu, maka ia merasa tidak suka kepada Liong Ki.

"Di mana Mayang?" tanya Cang Hui ketika melihat mereka berdua menghampirinya. Ia dan Cin Nio sedang duduk di taman bunga. "Kemana ia pergi? Sejak tadi aku tidak melihatnya." Cin Nio sendiri hanya memandang dan tidak bicara sesuatu.

Liong Ki dan Liong Bi mendekat, dan Liong Ki berkata,
"Mayang telah dicelakai orang jahat. Kalianpun akan celaka kalau tidak cepat pergi dari sini. Mari, kami akan melindungi kalian." katanya sambil mendekati Cang Hui.

"Pergi? Kemana? Aku tidak mau. Pula, bahaya apa yang mengancam?"

Akan tetapi, secepat kilat Sim Ki Liong telah menerjang dan menotoknya, hampir berbareng dengan yang dilakukan Su Bi Hwa kepada Cin Nio. Biarpun dua orang gadis itu pernah berlatih silat dengan tekun di bawah bimbingan Mayang, namun dibandingkan dengan dua orang itu, mereka kalah jauh. Pula, penyerangnya itu tidak mereka duga-duga sama sekali sehingga mereka tidak sempat mengelak, menangkis maupun berteriak.

Sesuai dengan rencana yang mereka atur ketika lari tadi, keduanya tanpa banyak cakap lagi memondong kedua orang gadis yang sudah lemas dan tidak mampu bergerak maupun bersuara itu, dan membawanya lari menuju ke belakang dimana terdapat beberapa buah kereta keluarga dan banyak kuda-kuda yang pilihan.

Melihat dua orang kepercayaan majikan mereka itu memasang dua ekor kuda di depan sebuah kereta, lalu memapah dua orang siocia mereka kedalam kereta dan menjalankan kereta keluar dari situ, para pelayan hanya memandang dengan melongo, tidak berani menegur atau banyak bertanya. Mereka, hanya mengira bahwa agaknya dua orang nona mereka itu tiba-tiba terserang penyakit lumpuh dan dua orang kepercayaan itu tentu akan membawa mereka mencari tabib dalam keadaan tergesa-gesa.

Akan tetapi ketika kereta tiba di pintu gerbang belakang, dari mana kereta-kereta dari istana itu biasanya keluar, lima orang penjaga pintu gerbang menghadang di tengah jalan dan mengangkat tangan memberi isyarat agar kereta dihentikan.

"Minggir!” bentak Sim Ki Liong. "Apakah kalian tidak melihat bahwa aku yang membawa kereta keluar.”

"Maaf, Taihiap. Akan tetapi kami mendengar bahwa Cang Siocia dan Tang Siocia kau bawa dalam kereta. Kami harus mempertanggung jawabkan ini. Hendak dibawa kemana mereka itu dan mengapa? Apa yang terjadi denga mereka, Taihiap?"

“Keparat, kalian tidak percaya kepadaku? Minggir!” bentak Sim Ki Liong yang tidak mau membuang banyak waktu.

Sementara itu tanpa banyak cakap lagi Su Bi Hwa menggerakkan tangan lima kali. Lima orang penjaga itu menjerit dan roboh, tewas karena yang memasuki tubuh mereka adalah jarum-jarum beracun yang disambitkan Su Bi Hwa. Sim Ki Liong ,segera melarikan dua ekor kuda yang menarik kereta keluar dari situ dengan cepat.

Para penjaga lain yang melihat lima orang rekan mereka tewas, segera berteriak-teriak dan gegerlah seisi istana. Apalagi, ketika Nyonya Cang mendengar bahwa puteri dan keponakannya dilarikan oleh dua orang kepercayaan itu, ia mejadi bingug karena tidak tahu apa yang telah terjadi. Rasanya, sukar diterima dugaan bahwa dua orang kepercayaan itu menculik dan melarikan dua orang gadis itu. Untuk apa diculik?






Selagi semua orang kebingungan karena pada waktu itu Menteri Cang tidak berada di rumah, muncullah Cang Sun yang ketika peristiwa itu terjadi sedang keluar istana dan berkunjung ke rumah seorang sahabatnya. Tentu saja dia menjadi terkejut sekali mendengar bahwa liong Ki dan Liong Bi melarikan Cang Hui dan Cin Nio dengan sebuah kereta. Dia memang mulai curiga kepada dua orang itu, apalagi mengingat sikap Liong Bi yang selalu berusaha merayunya.

"Pengawal, cepat kerahkan pasukan pengawal dan mengejar kereta itu!” kata Cang Sun dengan gelisah.

Selagi semua orang sibuk, muncullah Kui Hong!
"Nona Cia…….. ah, nona Cia…….!”

Nyonya Cang merangkul Cia Kui Hong dan menangis.
"Mereka melarikan Cang Hui dan Cin Nio….”

Sementara itu, Cang Sun juga tertegun melihat munculnya gadis yang selama ini, sebelurn dia bertemu Mayang.

"Nona Kui Hong....... !” katanya, disambungnya cepat-cepat, "Nona, kau harus menolong Hui-moi dan Ci-moi. Mereka berdua dilarikan Liong Ki dan Liong Bi dengan kereta!"

"Mereka itu dua orang penjahat besar yang kejam! Aku akan mengejar mereka!” kata Kui Hong dan iapun melompat dan berlari cepat meninggalkan rumah itu.

Di pintu gerbang, ia rnendapat keterangan dari penjaga bahwa kereta itu dilarikan ke arah barat. Pantas saja ia tadi tidak berternu karena ia masuk kota melalui pintu gerbang selatan. Melihat seekor kuda milik para penjaga, ia lalu berkata.

“Aku pinjam kuda kalian sebentar!”

Para penjaga sudah mengenal Kui Hong yang mereka kagumi ketika gadis itu dahulu pernah tinggal di rumah Menteri Cang. Mereka tahu bahwa gadis itu lihai sekali, bahkan kabarnya menjadi ketua Cin-ling-pai.

“Silakan, nona!”

Kui Hong membalapkan kudanya melakukan pengejaran. Akan tetapi karena kereta itu sudah jauh meninggalkan pintu gerbang kota raja, karena memang kedua orang itu memilih kuda terbaik sehingga kedua kuda itu berlari cepat sekali. Namun, jejak kereta itu jelas dan Kui Hong terus melakukan pengejaran.

"Hong-moi, perlahan dulu....... !”

Suara itu terdengar jelas sekali walaupun lirih, seolah-olah yang bersuara itu berbisik di dekat telinganya. Tahulah ia bahwa itu adalah suara Hay Hay dan bahwa orang yang selama ini selalu tak pernah meninggalkan hatinya itu mempergunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh yang hanya dapat di lakukan orang yang memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Ia menahan kudanya dan menengok. Benar saja. Bayangan itu seperti terbang saja datang dari belakang, cepatnya bukan main. Ia harus mengakui bahwa ia sendiri tidak rnungkin dapat menandingi ilmu berlari cepat Hay Hay.

Memang seorang diantara guru Hay Hay, yaitu See-thian La-rna adalah seorang ahli gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sukar dicari bandingnya. Dan agaknya Hay Hay telah menguasai ilmu-ilrnu peninggalan para gurunya dengan baik bahkan mungkin gurunya sendiri lebih baik dibandingkan setelah pemuda ini mendapat gemblengan dari Song Lojing seorang sakti yang menyempurnakan semua ilmunya.

"Hay-ko bagaimana dengan mereka tadi?"

"Hek Tok Siansu melarikan diri, orang-orang Pek-lian-kauw juga lari. Mayang berada di rumah Cang Taijin."

"Hay-ko, kenapa engkau menahanku? Bukankah kita harus cepat mengejar dan menyusul kereta itu?" Ia menunjuk ke depan dan kereta itu kini nampak sudah jauh.

"Hong-moi, kita harus berhati-hati menghadapi dua iblis itu. Kalau kita mengejar seperti ini dan mampu menyul, mereka akan memperguakan dua orang gadis itu sebagai sandera dan kalau mereka mengancam dua orang gadis bangsawan itu, apa yang dapat kita lakukan?"

Kui Hong mengangguk.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Kita harus menyamar sebagai dua orang perampok yang menghadang perjalanan mereka, menutupi muka dengan saputangan. Kalau mereka mengira kita perampok, tentu mereka akan menyerang dan kesempatan itu untuk menyelamatkan dua orang gadis tawanan itu."

"Engkau benar, Hay-ko. Mari kita cepat menyamar dan megejar."

Kui Hong Ialu menggunakan saputangan menutupi mukanya dari bawah mata ke bawah, dan membungkus rambut kepalanya dengan kain pula sehingga sukarlah mengenal ketua Cin-ling-pai ini. Hay Hay juga menggunakan saputangan lebar menutupi mukanya, mengacaukan rambutnya sehingga riap-riapan.

"Hong-moi, sembunyikan sepasang pedangmu agar tidak dikenal." kata Hay Hay, dan Kui Hong cepat menyimpan sepasang pedang di balik bajunya yang longgar.

Kemudian, gadis itu menatap wajah Hay Hay yang sudah tertutup saputangan. Mereka hanya saling beradu pandang mata Sejenak sinar mata mereka bertaut lalu dengan suara menggetar Kui Hong berkata.

“Hay-ko, betapa banyaknya yang ingin kubicarakan denganmu. Akan tetapi waktunya tidak ada. Kelak saja kalau sudah selesai urusan ini Mari kita kejar mereka!"

Iapun melompat ke atas punggung kudanya dan membalapkan kuda kedepan mengerahkan gin-kangnya Hay Hay juga melesat cepat mengejar kuda itu.

Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa rnerasa lega. Memang semua cita-cita mereka hancur dan gagal, dan mereka tidak mungkin menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, akan tetapi setidaknya mereka dapat menyelamatkan diri. Dengan adanya Cang Hui dan Cin Nio sebagai sandera, takkan ada orang yang berani menggannggu mereka, apalagi menyerang mereka.

Dan kini Ki Liong masih mempunyai harapan tipis, yaitu dengan menyandera Cang Hui, mungkin Menteri Cang akan mengalah demi keselamatan puterinya dan akan suka menerimanya sebagai mantu. Mengingat betapa dia pernah berjasa dan menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, dan mengingat pula bahwa bangsawan tinggi itu tentu akan menjaga nama baik keluarganya daripada aib, besar kemungkinan niatnya itu akan terkabul.

Kini kereta itu telah tiba di luar kota raja, mendekati kaki sebuah bukit dan hati mereka sudah merasa senang. Dua orang gadis yang mereka tawan masih rebah setengah duduk dalam keadaan lemas tak mampu bergerak di dalam kereta. Ki Liong memegang kendali, dan Bi Hwa duduk di sampingnya sambil mengawasi dua orang tawanan mereka.

“Aih, engkau mau enak sendiri saja." kata Bi Hwa bersungut-sungut, "Kita menculik dua orang gadis, hanya akan menyenangkan engkau saja. Aku tentu hanya akan menjadi penonton yang panas perut."

Ki Liong tertawa dan mengelus dagu perempuan yang duduk di sampingnya.
“Ah, engkau ini masih mempunyai cemburu? Ha-ha, jangan berpendapat sepicik itu, Bi Hwa. Kalau tadi ada Cang Sun, tentu akan kuculik pula pemuda itu untukmu. Yang penting bukan kesenangan, melainkan keselamatan kita lebih dahulu. Dengan adanya mereka, kita akan selamat. Siapa tahu, kelak Cang Taijin akan mau menerimaku sebagai mantu. Kalau hal itu terjadi, tentu aku tidak akan melupakan engkau, manis."

Tiba-tiba mereka menjadi tegang dan memandang ke depan. Ada dua orang yang mukanya tertutup sapu tangan menghadang di depan. Dua orang itu mengangkat tangan ke atas memberi isyarat untuk berhenti. Dari pakaian mereka, dapat diketahui bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita. Akan tetapi baik Ki Liong maupun Bi Hwa tidak mengenal mereka karena wajah mereka tertutup saputanga, bahkan wanita itu kepalanya dikerudungi, dan yang pria rambutnya riap-riapan. Karena tidak ingin kuda yang menarik kereta ketakutan dan sukar dikendalikan, terpaksa Liong menahan kedua ekor kuda yang sudah kelelahan itu.

“Heii, kalian mau apa?" bentaknya penuh wibawa. “Minggir!"

"Kalian yang cepat turun dan serahkan kereta dan kuda kepada kami." kata pria bertopeng yang rambutnya riap-riapan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar