Ads

Jumat, 24 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 09

"Ayah…….!” Suara itu melengking nyaring menembus kesunyian malam.

"Kui Buuuu…….!!”

Kembali suara yang sama melengking nyaring menuruni bukit, seolah suara itu datang dari bulan tiga perempat yang memberi penerangan yang cukup. Namun, seperti juga tadi, tidak ada suara jawaban terdengar.

"Song-ko (kanda Song) ………!!" kembali suara itu melengking dan sia-sia, karena tidak ada jawaban.

Bahkan suara jengkerik dan belalang malam yang tadinya meramaikan malam, segera terhenti sejenak karena terkejut oleh suara melengking itu. Beberapa saat kemudian, barulah kerik jengkerik dan belalang terdengar lagi.

Ceng Sui Cin menuruni bukit itu. Hatinya cemas bukan main. Yang aneh-aneh terjadi di Cin-ling-pai sejak pulangnya kesitu dari pulau Teratai Merah kemarin. Mula-mula, Ciok Gun, Teng Sin dan Koo Ham, tiga orang murid Cin-ling-pai yang pergi berburu, sampai dua hari semalam belum pulang.

Kemudian, sejak pagi tadi Kui Bu dan kakeknya pergi berjalan-jalan juga sampai malam ini belum pulang. Dan yang terakhir, sore tadi suaminya pergi mencari mereka dan sampai kini, menjelang tengah malam, suaminyapun belum kembali! Maka, setelah memesan agar Gouw Kian Sun, sute dari suaminya menyuruh anak buah membuat penjagaan yang lebih ketat, ia sendiri lalu keluar dari perkampungan Cin-ling-pai untuk mencari mereka.

Sudah sejak tadi ia mencari-cari, memanggil-manggil ayah mertuanya, suaminya, dan anaknya, namun tidak ada yang menjawab. Padahal, ketika berteriak memanggil, ia sudah mengerahkan khi-kang sehingga suaranya tentu akan terdengar sampai jauh. Setidaknya, suaminya tentu mendengarnya dan kalau begitu, kenapa suaminya tidak menjawab? Hati wanita perkasa ini mulai merasa gelisah.

Untung bulan cukup terang dan di angkasa tidak ada mendung sehingga ia dapat mempergunakan ilmunya berlari cepat yang amat hebat untuk berlari-lari mencari. Ilmu ginkang (meringankan tubuh) nyonya ini memang hebat. Ia memiliki ilmu Bu-eng-hui-teng (Lari Terbang Tanpa Bayangan) yang membuat ia mampu bergerak sedemikian cepatnya sehingga bayangannya saja berkelebat dan sukar ditangkap pandangan mata!

Hatinya menjadi semakin gelisah setelah tiga bukit didaki dan dituruni belum juga ia berhasil menemukan orang-orang yang dicarinya. Ketika ia mendaki sebuah bukit, tiba di luar hutan, tiba-tiba dari dalam hutan itu muncul empat orang yang menghadang di tengah jalan. Tiga orang tosu dan seorang wanita muda yang cantik.

"Selamat malam, pendekar wanita Ceng Sui Cin!" Gadis itu menyalaminya dengan senyum simpul.

Sui Cin terkejut dan merasa heran. Ia memandang penuh perhatian akan tetapi merasa tidak pernah mengenal mereka. Dan mereka telah mengetahui namanya! Jantungnya berdebar tegang karena ada firasat yang tidak enak terasa di hatinya. Seperti ada bisikan bahwa kemunculan empat orang asing ini tentu ada hubungannya dengan lenyapnya mertuanya, anaknya, suaminya dan tiga orang murid Cin-ling-pai itu.

"Siapakah kalian?" tanyanya.

"Lihiap (pendekar wanita), kami adalah tuan dan nyonya rumah, dan engkau adalah tamu kami. Mari silakan ikut dengan kami!" kata Bi Hwa.

Sui Cin mengerutkan alisnya.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengenal kalian dan tidak akan menjadi tamu kalian." Kecurigaannya semakin menebal.

"Aihh, Nyonya Cia Hui Song, bukankah engkau sedang mencari suamimu, anakmu dan ayah mertuamu?"

Sui Cin terkejut. Ternyata apa yang dikhawatirkannya benar. Mereka ini tahu tentang keluarganya yang hilang!

"Dimana mereka? Siapa kalian?" bentaknya.

Bi Hwa tersenyum.
"Siapa adanya kami tidaklah penting bagimu, li-hiap. Yang penting, kami mengundangmu untuk menjadi tamu kami, dan kami berjanji bahwa engkau pasti akan dapat berjumpa dengan Kakek Cia, suamimu, dan puteramu dalam keadaan selamat."






Wajah Sui Cin seketika menjadi merah saking marahnya.
"Aku tidak sudi menjadi tamu kalian! Jadi kalian telah menawan keluargaku? Katakan, benarkah itu?"

Kembali Bi Hwa tersenyum, merasa menang.
“Bukan menawan. Mereka menjadi tamu-tamu kami, tamu terhormat."

"Hayo bebaskan mereka sekarang juga!" bentak Sui Cin sambil mengepal kedua tinju tangannya.

"Hemmm, engkau galak benar, li-hiap. Bagaimana kalau kami tidak mau membebaskan mereka?"

"Keparat, berarti kalian sudah bosan hidup! Akan kusiksa kalian, akan kubunuh kalian kalau tidak segera membebaskan Kakek Cia, suamiku, dan puteraku!"

“Ho-ho-ha-ha, betapa sombongnya perempuan ini!"

Siok Hwa Cu sudah melangkah ke depan dan memandang Sui Cin dengan sikap mengejek, akan tetapi diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan tiba-tiba saja suaranya yang menggetar penuh kekuatan sihir itu membentak, matanya menatap tajam wajah Sui Cin.

"Ceng Sui Cin, engkau bertemu dengan orang yang kedudukannya jauh lebih tinggi. Hayo engkau cepat berlutut dan memberi hormat kepada kami!"

Diam-diam Kim Hwa Cu dan Lan Hwa cu juga mengerahkan kekuatan sihir mereka melalui pandang mata, untuk membantu usaha Siok Hwa Cu menundukkan nyonya lihai itu dengan sihir.

Sui Cin tiba-tiba merasa betapa tubuhnya tergetar, jantungnya terguncang dan semangatnya melayang. Hampir saja kedua kakinya berlutut. Akan tetapi ia segera tahu bahwa lawan menggunakan kekuatan sihir. Tidak percuma ia menjadi puteri Pendekar Sadis, dan ibunya Toan Kim Hong pernah menjadi seorang datuk besar berjuluk Lam Sin.

Maka, tentu saja dari ayah ibunya selain ilmu silat, ia telah dibekali kekuatan batin untuk menghadapi serangan sihir. Ia mengerahkan tenaga itu untuk menolak dan getaran pada tubuhnya menghilang, juga dorongan untuk bertekuk lutut lenyap. Sebaliknya, dengan marah sekali ia lalu menyerang tosu muka hitam yang gendut pendek itu. Karena ia marah sekali, maka begitu menyerang, Ceng Sui Cin sudah menggunakan sebuah jurus dari Hek-liong Sin-ciang!

Ilmu silat sakti ini hanya terdiri dari delapan jurus saja, namun karena ilmu ini merupakan ilmu andalan ayahnya yang mempelajarinya dari Bu-beng Hud-couw, maka hebatnya bukan main. Dahsyat sekali!

Begitu tubuhnya merendah, wanita cantik ini menerjang ke depan dan kedua tangannya melakukan gerakan mendorong. Siok Hwa Cu adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw yang sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi, maka dia agak memandang rendah kepada wanita ini. Sebetulnya, dia juga sudah mendengar akan kelihaian pendekar wanita Ceng Sui Cin, akan tetapi, sudah menjadi ciri orang yang menjadi budak nafsu, yang selalu mengejar kesenangan melalui cara kekerasan, dia memandang diri sendiri terlalu tinggi sehingga memandang rendah orang lain.

Melihat wanita itu tidak terpengaruh oleh ilmu sihirnya saja, sebetulnya sudah merupakan peringatan yang cukup untuknya. Akan tetapi, dia menganggap gerakan serangan Ceng Sui Cin itu sebagai gerakan serangan yang tidak ada artinya, maka dengan sombong dia menghadapi dengan kedua tangan menyambar, maksudnya untuk menangkap pergelangan kedua tangan lawannya itu.

"Desssssss …….!”

Pertemuan antara kedua pasang lengan itu hebat sekali. Kim Hwa Cu dan Lan Hwa Cu hendak memperingatkan saudara mereka, namun terlambat. Tubuh Siok Hwa Cu terjengkang dan terbanting keras. Ketika dia dibantu kedua orang saudaranya bangkit dia muntah darah!

Akan tetapi Sui Cin tidak berhenti sampai disitu saja. Ia kini tahu bahwa tentu keluarganya ditawan oleh orang-orang jahat ini, maka setelah tosu gendut pendek itu roboh, iapun terus menyerang lagi, kini ia menyerang wanita cantik yang tadi menjadi juru bicara.

Kembali Sui Cin mempergunakan jurus dari Hok-liong Sin-ciang (Tangan Sakti Penakluk Naga), dan kini kedua tangannya bukan mendorong seperti tadi, melainkan menyerang dari atas dan bawah, tangan kiri mencengkeram ke arah kepala, tangan kanan mencengkeram ke arah perut. Bukan hanya cengkeraman itu yang berbahaya, akan tetapi terutama sekali tenaga yang terkandung dalam serangan inilah yang amat kuat sehingga tadi ketika Siok Hwa Cu menangkis, seketika dia terjengkang dah muntah darah!

Akan tetapi biarpun ilmu kepandaian Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa tidak lebih tinggi dari kepandaian Siok Hwa Cu atau dua orang gurunya yang lain, kecerdikannya jauh lebih menang. Wanita ini maklum betapa dahsyatnya serangan Ceng Sui Cin, maka dia tidak sebodoh gurunya kedua tadi. Ia tidak berani langsung menghadapi serangan itu, melainkan cepat melompat jauh ke belakang dan begitu tangan kirinya bergerak, sinar lembut menyambar ke arah penyerangnya. Namun, jarum-jarum itu runtuh tertiup hawa pukulan yang keluar dari kedua tangan Sui Cin.

"Jahanam! Kubunuh, kalian semua kalau tidak cepat membebaskan semua keluargaku!"

Sui Cin membentak dan biarpun ia masih tetap nampak cantik, namun kini empat orang musuhnya menjadi gentar juga. Pendekar wanita itu bagaikan seekor naga betina yang marah.

"Tahan dulu!" Su Bi Hwa membentak nyaring.

“Perempuan rendah, mau bicara apalagi engkau?" Cui Sin memandang marah. “Bebaskan mereka atau kubunuh kalian! Tidak ada urusan lain!"

"Lihiap, harap tenang dulu. Kami bukan bermaksud buruk, tidak ingin bermusuhan denganmu. Sekali lagi, kami mengundangmu baik-baik sebagai tamu kami, dan kami berjanji tidak akan mengganggu keluargamu. Akan tetapi kalau engkau hendak menggunakan kekerasan, terpaksa kami akan lebih dulu membunuh Kakek Cia, suamimu dan puteramu!"

"Bedebah! Engkau mengancam dan memerasku?" ..

"Bukan mengancam kosong atau memeras, melainkan merupakan pilihan bagimu. Engkau menyerah baik-baik dan keluargamu selamat atau engkau memusuhi kami dan keluargamu akan kami bunuh lebih dulu."

Akan tetapi, sekali ini mereka berhadapan dengan Ceng Sui Cin, puteri dan anak tunggal Pendekar Sadis! Wanita ini tidak mungkin dapat diancam dan digertak!

"Siluman betina dan kalian tosu-tosu palsu, bukalah telingamu dan dengar baik-baik. Nyawa keluargaku berada di tangan Tuhan! Bukan di tangan-tangan kotor kalian. Bagiku, aku lebih senang melihat mereka itu tewas sebagai orang-orang gagah, daripada hidup menyerah kepada kalian iblis-iblis busuk! Nah, sekarang bebaskan mereka, baru kami akan mempertimbangkan apakah kami akan dapat mengampuni kalian atau tidak!"

Bukan main kerasnya ucapan ini, dan tahulah Bi Hwa bahwa ia dan tiga orang gurunya tidak mungkin dapat membujuk wanita ini, tidak mungkin menundukkannya dengan sikap halus atau dengan ancaman. Wanita seperti ini hanya dapat ditundukkan dengan kekerasan!

Akan tetapi, biarpun mereka mengeroyoknya berempat dan pasti akan mampu merobohkan wanita itu, mereka masih terancam bahaya bahwa seorang diantara mereka mungkin akan tewas atau terluka parah menghadapi amukan pendekar wanita yang nekat ini!

"Kalau begitu, sekarang juga kami akan membunuh puteramu dan suamimu!" Bi Hwa berseru jengkel.

"Iblis betina, engkau yang akan kubunuh lebih dahulu!"

Sui Cin membentak dan menyerang dengan dahsyat. Bi Hwa sudah mengelak cepat, namun gerakannya kalah cepat dan hawa pukulan dahsyat dari Hok-liong Sin-ciang membuat ia terhuyung. Tiga orang gurunya sudah menyerang Sui Cin dengan senjata mereka. Terutama sekali Siok Hwa Cu yang tadi sudah terpukul dan terluka dalam, kini dengan marah menyerang dengan golok besarnya yang berat.

Kim Hwa Cu menyerang dengan siang-kiam (sepasang pedang). Lan Hwa Cu menggunakan sehelai sabuk yang kedua ujungnya berupa bola dan bintang baja. Sedangkan Su Bi Hwa juga sudah mencabut sebatang pedang.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar