Ads

Selasa, 28 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 22

"Akupun ingin melihat macamnya dia yang telah menyebabkan kematian anakku!" Poa Cin An juga berseru marah.

"Keluarkan mereka yang bersalah!"

Yang Tek Tosu juga berkata dan anggauta semua rombongan mengacung-acungkan tangan menuntut agar para murid Cin-ling-pai yang bersalah dikeluarkan disitu.

"Omitohud!" Thian Hok Hwesio berseru lantang, namun amat lembut. “Apakah Gouw Pangcu masih hendak melindungi mereka yang bersalah walaupun murid sendiri?"

Kini Bi Hwa yang melihat "suaminya" tidak mampu bicara lagi, mengangkat kedua tangan depan dada lalu bersuara nyaring karena ia menggunakan tenaga khi-kang.

"Cu-wi adalah orang-orang gagah di dunia persilatan, mengapa hendak menggunakan tekanan kepada suamiku yang tidak berdaya? Cu-wi tentu tahu bahwa suamiku hanyalah seorang wakil ketua. Sebaiknya cu-wi menanti sampai ketua Cin-ling-pai datang, yaitu keluarga Cia yang sejak turun-temurun telah menjadi ketua Cin-ling-pai. Harap jangan mendesak suamiku!".

Sejenak semua orang diam karena dari suaranya saja mereka tahu bahwa isteri Gouw Pangcu ini juga pandai ilmu silat. Dan ucapannya itu agaknya masuk di akal dan beralasan. Juga para murid Cin-ling-pai yang asli menganggap bahwa isteri Gouw Pangcu itu ternyata setia pula terhadap Cin-ling-pai!

Akan tetapi, seperti sudah diduga sebelumnya oleh Bi Hwa yang cerdik, para pemimpin rombongan itu, terutama rombongan Go-bi-pai dan Bu-tong-pai yang kematian murid mereka, tidak mau menerima alasan itu begitu saja.

"Kami sudah memberi waktu sebulan! Pembunuh anakku harus diserahkan sekarang juga!" teriak Poa Cin An.

"Benar, kamipun menuntut agar pembunuh murid pinto diseret kesini sekarang. Yang bertanggung jawab adalah Gouw Pangcu, bukan para tokoh pimpinan Cin-ling-pai yang waktu itu tidak berada disini!"

Diam-diam Bi Hwa girang sekali karena semua berjalan sesuai dengan rencananya.
"Hemm, cu-wi terlalu mendesak. Sebagai wakil ketua, suamiku tentu saja tidak berani mendahului ketua dan pelaksanaan hukum terhadap para murid menanti sampai ketua datang. Kalau suamiku tidak dapat menyerahkan murid-murid Cin-ling-pai, cu-wi hendak melakukan tindakan apakah?"

Pancingan ini segera mendapat sambutan, mula-mula dari Poa Cin An sendiri.
"Aku menuntut agar pembunuh anakku diseret kesini dan diserahkan kepadaku. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuh semua murid Cin-ling-pai karena pembunuh anakku tentu seorang diantara mereka!"

“Benar sekali! Kamipun akan bertindak, membasmi Cin-ling-pai yang menyeleweng!"

Tadi Kian Sun sudah memesan kepada para murid Cin-ling-pai agar jangan bergerak sebelum dia perintahkan, akan tetapi tiba-tiba saja, belasan orang murid Cin-ling-pai sudah menghunus pedang dan mereka berlompatan ke depan.

Melihat ini, Kian Sun terkejut sekali dan beberapa kali dia membentak agar para murid itu mundur. Akan tetapi, mereka tidak mau mundur bahkan maju dan bersikap hendak menyerang rombongan para tamu yang tentu saja menjadi marah dan merekapun siap untuk melawan.

Bi Hwa tersenyum. Inilah yang ia kehendaki dan memang ia yang memesan kepada anak buahnya yang diselundupkan menjadi anggauta Cin-ling-pai untuk mendahului menyerang para tamu.

Kalau nanti terjadi pertempuran, dan akibatnya banyak murid Cin-ling-pai tentu tewas, bahkan Kian Sun juga akan ia usahakan supaya tewas, baru ia akan membebaskan keluarga Cia! Dan kalau melihat betapa Cin-ling-pai dibasmi oleh orang-orang dari empat perguruan besar itu, pasti keluarga Cia tidak akan mau sudah begitu saja dan akan terjadilah permusuhan yang semakin hebat. Inilah yang dikendaki para pimpinan Pek-lian-kauw. Sudah terlalu sering para pendekar Cin-ling-pai, juga keluarga Cia, membikin rugi Pek-lian-kauw dimana-mana, menentang dan menjatuhkan banyak tokoh Pek-lian-kauw.

Melihat para murid Cin-ling-pai maju dan bersikap menantang, para murid rombongan tamu itupun berlompatan maju dan terjadilah perkelahian yang hebat.






Pada saat itu, nampak bayangan berkelebat disusul seruan nyaring melengking,
"Tahan semua senjata! Aku ketua Cin-ling-pai datang dan dengarkan dulu kata-kataku!"

Melihat seorang gadis berusia kurang lebih dua puluh satu tahun muncul begitu tiba-tiba dengan suara yang amat nyaring, semua orang terkejut. Rombongan tamu yang tadinya sudah mulai bertempur, ketika mendengar teriakan ini, berlompatan ke belakang menghehtikan serangan mereka.

Akan tetapi, belasan orang murid Cin-ling-pai masih belum mau berhenti bergerak, bahkan karena gadis itu menghalangi mereka, kini lima orang diantara mereka menggerakkan pedang menyerang gadis itu!

Gadis itu bukan lain adalah Cia Kui Hong. Melihat lima orang yang nampaknya seperti orang-orang Cin-ling-pai menyerangnya dengan pedang, ia menjadi kaget, heran dan juga marah sekali.

Gadis itu bergerak cepat laksana burung walet, tubuhnya berkelebatan diantara sinar pedang lima orang itu dan begitu kaki tangannya bergerak cepat, lima orang itu berpelantingan kekanan kiri dan mengaduh-aduh sambil meringis kesakitan dan pedang merekapun terlempar.

Kui Hong melihat betapa masih ada belasan orang yang agaknya hendak menyerangnya, akan tetapi pada saat itu terdengar suara wanita.

"Hentikan perkelahian!"

Dan belasan orang itupun berloncatan mundur, berbaur dengan para murid Cin-ling-pai yang lain. Kui Hong cepat menoleh dan melihat bahwa yang membentak tadi adalah seorang wanita cantik yang berdiri di sebelah kanan susioknya atau juga wakilnya, yaitu Gouw Kian Sun.

Kian Sun cepat memberi hormat kepada murid keponakan itu, karena biarpun tingkatnya lebih muda, Kui Hong adalah ketua Cin-ling-pai.

"Pangcu baru pulang?" katanya dan suaranya menggetar karena ada keharuan, kegembiraan dan juga kegelisahan terkandung dalam suaranya itu.

"Susiok, apa artinya semua ini? Siapa wanita itu?" Kui Hong menuding kepada Bi Hwa yang tersenyum manis.

“Ia... ia ini.... adalah .... isteriku pangcu."

"Isterimu ..?? Hemm, dan siapa pula orang-orang yang menyerangku ini?"

"Mereka .. para murid Cin-ling-pai ...”

Kui Hong melangkah maju dan lima orang itu yang melihat betapa kini para murid Cin-ling-pai menjatuhkan diri berlutut ke arah gadis itu dan menyebut "pangcu", juga berlutut dan mereka ketakutan melihat ketua itu melangkah mendekati mereka.

"Murid-murid Cin-ling-pai? Kenapa aku tidak pernah melihat mereka? Dan kalau murid-murid Cin-ling-pai, mengapa menyerang aku, ketua mereka sendiri? Apakah kalian sudah gila semua?" Kui Hong marah bukan main.

"Maafkan mereka, Pangcu. Mereka adalah anggauta-anggauta baru, maka belum mengenal Pangcu."

Bi Hwa sambil mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Kui Hong. Akan tetapi, dengan alis berkerut Kui Hong tidak menanggapinya, sebaliknya gadis perkasa ini meloncat ke atas serambi dan berdiri di depan Kian Sun, lalu membalikkan tubuh membelakangi wakilnya itu, menghadapi rombongan para tamu. Ia agak terkejut ketika mengenal para tokoh itu. Dengan terheran-heran ia memandang kepada mereka, lalu wajahnya yang tadinya muram itu menjadi cerah, dan ia mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada mereka.

"Aih, kiranya ji-wi Lo-suhu (kedua guru tua) Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio dari Siauw-lim-pai, To-tiang (sebutan pendeta To) Ting Gi Cin-jin dari Bu-tong-pai, Totiang Yang Tek Tosu dari Kun-lun-pai dan juga Lo-eng-hiong (orang tua gagah) Poa Cin An dari Go-bi-pai yang hadir! Selamat bertemu dan selamat datang, cu-wi lo-cian-pwe (para orang tua gagah) dan maafkan Cin-ling-pai yang telah bersikap tidak selayaknya terhadap cu-wi. Sebenarnya, apakah yang terjadi? Nampaknya cu-wi marah dan menuntut sesuatu!"

"Omitohud ………! Cia-lihiap (pendekar wanita Cia), sudah lama pinceng mengenal keluarga Cia sebagai pimpinan Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan berwatak pendekar. Akan tetapi, apa yang terjadi sebulan yang lalu sungguh mengejutkan hati pinceng." kata Thian Hok Hwesio.

"Losuhu, apa yang telah terjadi?"

"Omitohud, tanyakan saja kepada mereka dari Go-bi-pai, Bu-tong-pai, dan Kun-lun-pai. Pinceng berdua sesungguhnya lebih sebagai saksi saja karena yang kami alami tidaklah ada artinya."

"Poa Lo-enghiong, apakah yang telah terjadi dengan Go-bi-pai disini sebulan yang lalu?"

Poa Cin An mengepal tinju.
"Aihhhh…….. sungguh membuat orang bisa mati penasaran! Sebulan yang lalu kami datang kesini dengan rombongan sebagai tamu atas undangan Gouw Pangcu yang akan melangsungkan pernikahannya. Akan tetapi pada pagi hari itu, sehari sebelum hari pernikahan dilangsungkan, terjadi sesuatu yang merupakan aib dan juga menghina kam, aib dan penghinaan yang hanya dapat ditebus oleh darah pelakunya!"

Kui Hong terkejut.
"Lo-enghiong, katakanlah, apa yang telah terjadi?”

Poa Cin An menarik napas panjang.
"Puteriku yang bernama Poa Liu In, telah ditangkap seorang murid Cin-ling-pai she Lui, dibawa ke pondok dan diperkosa! Lui In lalu membunuh diri setelah menceritakan malapetaka itu kepadaku. Nah, katakan, nona ……. eh, Pangcu, tidak pantaskah kalau aku menuntut agar jahanam she Lui itu diserahkan kepada kami?”

Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main. Kalau bukan seorang tokoh Go-bi-pai yang dikenalnya sebagai seorang yang gagah perkasa itu yang bicara, tentu ia akan marah dan tidak percaya sama sekali, menganggap ucapan itu sebagai fitnah keji. Sejenak ia terbelalak dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata saking terkejut dan herannya.

"Cia-lihiap, bukan kekejian itu saja yang dilakukan murid Cin-ling-pai, akan tetapi juga murid pinto yang bernama Gu Kay Ek telah mereka keroyok sehingga tewas ketika berada disini sebagai anggauta rombongan kami, sebagai tamu yang seharusnya disambut dengan baik. Kami datang memenuhi undangan Gouw Pangcu, mengingat akan nama besar keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Siapa kira, baru sehari tiba disini, kami kehilangan seorang anggauta kami yang dibunuh oleh murid-murid Cin-ling-pai! Dan sekarang kami datang menuntut Cin-ling-pai menyerahkan pembunuh-pembunuh itu setelah kami memberi waktu satu bulan kepada Gouw Pangcu."

Kui Hong kini menjadi bingung. Murid-murid Cin-ling-pai memperkosa seorang tamu wanita dan mengeroyok sampai mati seorang tamu lain? Sungguh tak masuk di akal! Selamanya, sejak ia lahir disitu, sampai sekarang ia berusia dua puluh satu tahun, belum pernah ia mendengar ada murid Cin-ling-pai berani melakukan kejahatan seperti itu!

Makin besar keinginan tahunya dan iapun menahan desakan dalam hati untuk minta keterangan dari susioknya, Gouw Kian Sun yang bertanggung jawab selama kepergiannya. Ia harus mendengar keterangan semua pihak selengkapnya.

"Dan apa yang terjadi dengan rombongan Kun-lun-pai, Totiang?" tanyanya sambil memandang kepada Yang Tek Tosu.

"Siancai …….! Kami selalu menganggap Cin-ling-pai sebuah perguruan yang dipimpin oleh orang-orang bijaksana. Akan tetapi sekarang ternyata telah berubah sama sekali pandangan kami. Dua orang murid Kun-lun-pai ketika menjadi tamu disini, dikeroyok oleh banyak murid Cin-ling-pai sehingga luka-luka."

"Dan bagaimana dengan rombongan Siauw-lim-pai, Lo-suhu?" tanya Kui Hong kepada dua orang hwesio itu.

"Omitohud, sebetulnya, apa yang menimpa pinceng berdua tidak perlu pinceng ributkan. Akan tetapi karena Li-hiap ingin tahu, baiklah pinceng ceritakan apa yang telah terjadi sebulan yang lalu ketika pinceng bersama sute Thian Khi Hwesio menjadi tamu disini. Malam pertama kami berada disini, kami disuguhi hidangan masakan daging dan arak, bahkan yang membawa hidangan adalah wanita-wanita yang genit dan tidak sopan. Biarpun urusan kecil, namun pinceng yakin bahwa kalau Lihiap berada disini, hal yang aneh itu tidak akan mungkin terjadi."

Mendengar ini bagaikan akan meledak rasanya dada Kui Hong. Ia membalik dan kini ia memandang kepada Gouw Kian Sun yang menundukkan mukanya yang pucat.

"Gouw Susiok, engkau sebagai wakilku, engkau bertanggung jawab selagi aku pergi. Nah, katakan, benarkah semua laporan para lo-cian-pwe tadi?"

Kian Sun mengangkat mukanya yang pucat. Ingin ia berteriak bahwa semua itu dilakukan oleh orang-orang Pek-lian-kauw yang kini menguasai Cin-ling-pai. Akan tetapi dia tidak berani melakukan hal ini, tidak mampu, karena dia harus menjaga keselamatan keluarga Cia! Maka dia begitu bingung sekali.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar