Ads

Selasa, 28 Agustus 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 21

Gouw Kian Sun menghadapi Su Bi Hwa di dalam kamar itu dengan muka merah dan mata melotot karena marahnya. Mereka hanya berdua saja dan Bi Hwa menghadapi Kian Sun dengan senyum dan kerling yang genit sekali. Kian Sun melotot dengan marah dan menudingkan telunjuknya ke arah Bi Hwa.

"Moli, kenapa kau lakukan ini semua? Kenapa?”

Bi Hwa mendekat dan menyentuh lengan pria itu dengan gaya yang manja dan genit.
"Suamiku yang baik, apa yang telah kulakukan? Ingat, besok kita menikah, jangan kau marah-marah, sayangku."

"Tak usah berpura-pura. Aku tahu engkaulah yang telah mendatangkan malapetaka itu, engkau yang menyuruh orang-orangmu memperkosa dan membunuh dan mengaku sebagai murid-murid Cin-ling-pai! Para murid Cin-ling-pai yang asli tidak akan sudi melakukan perbuatan terkutuk itu!”

"Gouw Kian Sun, ingat bahwa engkau akan mentaati semua perintahku kalau kau ingin melihat keluarga Cia selamat. Dan kamipun tidak mengganggu Cin-ling-pai, kenapa engkau ribut-ribut?" Kini Bi Hwa bersikap dingin dan mengancam.

"Akan tetapi engkau telah melakukan hal yang amat merusak! Engkau menjerumuskan Cin-ling-pai sehingga akan dimusuhi oleh banyak pihak. Nama baik Cin-ling-pai akan tercemar!"

Wanita itu tersenyum lebar sehingga nampak deretan giginya yang rapi dan putih.
"Hi-hik, suamiku yang gagah. Kenapa takut? Ada kami disini!",

"Tidak! Tidak! Kau bunuh saja aku, Moli. Aku sudah tidak tahan lagi!"

"Hemm, tidak usah banyak tingkah lagi, Kian Sun. Keluarga Cia yang kami bunuh kalau kau bertingkah, bukan engkau. Engkau akan menjadi suamiku, ingat?”

"Aku tidak sudi menikah, biar kau paksa dan kau bunuhpun, aku tidak sudi menikah denganmu!"

"Plakkk!"

Tangan Bi Hwa bergerak dan pipi Kian Sun sudah ditamparnya, membuat wakil ketua Cin-ling-pai yang tidak menduga-duga itu kena ditampar dan diapun terhuyung ke belakang.

"Hemm, Gouw Kian Sun. Ingat, kau sudah menyebar undangan kepada semua tokoh persilatan. Kalau engkau batalkan pernikahan kita, bukankah engkau sendiri yang akan mencemarkan namamu dan nama Cin-Iing-pai, sehingga Cin-ling-pai dan pemimpinnya akan menjadi bahan ejekan dan tertawaan dunia persilatan?"

Wanita itu tertawa dan bagi Kian Sun, dia melihat sebuah wajah yang mengerikan, seperti wajah iblis sendiri. Padahal dalam keadaan biasa, atau terlihat oleh mata umum, Su Bi Hwa adalah seorang wanita yang cantik dan memiliki daya tarik yang besar dan kuat.

Mendengar ucapan itu, Kian Sun merasa tubuhnya menjadi lemas seketika dan merasa tidak berdaya. Diapun menjatuhkan diri di atas kursi dan memandang kepada wanita itu dengan gelisah.

"Moli, engkau memang sungguh jahat seperti iblis! Karena engkau sudah mencengkeram aku, maka sebaiknya engkau katakanlah apa yang akan kau lakukan selanjutnya dan mengapa pula kau lakukan semua ini?"

"Engkau tidak perlu tahu mengapa aku melakukan semua itu, akan tetapi kau boleh mengetahui apa yang selanjutnya kami lakukan dengan harapan engkau tidak akan banyak bertingkah kalau engkau ingin melihat keluarga Cia selamat semua. Besok, pernikahan kita langsungkan dengan meriah, dan demi menjaga baik nama Cin-ling-pai, engkau harus memperlihatkan wajah gembira, tidak muram."

"Hemm……… lalu bagaimana tanggal satu bulan depan?"

"Aha, kau takut akan kedatangan empat perguruan besar itu?"

"Tentu mereka akan mengirim wakil-wakil yang tangguh, bahkan mungkin ketua mereka sendiri yang akan muncul! Bagaimana aku akan menghadapi mereka?"

"Haa-ha, tidak perlu takut. Ada kami yang akan menghadapi mereka."






Diam-diam Kian Sun merasa girang. Iblis betina ini dan kawan-kawannya, yaitu orang-orang Pek-Iian-kauw, akan menghadapi para utusan empat perguruan besar. Tentu iblis betina ini dan kawan-kawannya akan dapat dibunuh!

"Kalau begitu bagus sekali! Aku mengharapkan bantuanmu untuk menghadapi mereka Moli." katanya girang.

Wanita itu tersenyum mengejek.
"Hai, jangan mimpi, Kian Sun! Jangan salah sangka. Aku hendak menghadapi mereka sebagai isterimu, ingat?"

Wajah yang tadinya gembira dan penuh harapan, menjadi muram lagi. Kalau iblis betina ini menentang para utusan itu sebagai isterinya, berarti makin celaka lagi bagi nama baik Cin-ling-pai!

"Sudahlah! Biar aku mati di tangan mereka!" katanya menarik napas panjang.

"Jangan cemas, suamiku sayang. Serahkan saja kepada isterimu ini dan semua akan berjalan dengan beres."

Kata pula Bi Hwa dan wanita itu menjatuhkan diri di atas pangkuan Kian Sun. Pria ini tidak mampu berbuat apa-apa. Selain dia tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkan wanita ini dengan mudah, juga andaikata dia mampu membunuhnya, disana masih ada tiga orang guru wanita ini yang lebih lihai lagi, yang setiap waktu akan dapat membunuh seluruh keluarga Cia yang menjadi tawanan mereka.

Diapun lalu menyerah saja, menyerahkan segalanya kepada Tuhah. Bagaimanapun juga, dia hanya mengharapkan agar keluarga gurunya semua selamat, juga agar nama baik Cin-ling-pai tidak sampai tercemar. Untuk semua itu, kalau perlu dia siap mengorbankan nyawanya sendiri.

Pada keesokan hariliya, pernikahan itu dirayakan dengan, meriah dan semua tamu memuji kecantikan pengantin wanita dan mereka memberi selamat kepada Gouw Pangcu yang dikatakan beruntung sekali, dalam usianya yang sudah empat puluh dua tahun mendapatkan jodoh seorang gadis yang masih muda dan amat cantik itu!

Tak seorangpun diantara para tamu, tentu saja bukan tamu yang menjadi kaki tangan dan bahkan orang-orang Pek-lian-kauw yang menyamar sebagai tamu, tahu bahwa di balik wajah cantik jelita dan bentuk tubuh yang menggairahkan itu bersembunyi iblis sendiri yang amat keji, jahat dan kejam!

Setelah Bi Hwa secara sah menjadi isterinya, terjadilah perubahan besar-besaran di Cin-ling-pai! Belasan orang murid Cin-ling-pai lenyap secara aneh tanpa meninggalkan bekas dan kini Bi Hwa menerima lebih dari dua puluh orang anggauta Cin-ling-pai baru yang bukan lain hanyalah anak buah Pek-lian-kauw yang menyelundup dan diterima sebagai anggauta baru Cin-ling-pai.

Tentu saja Kian Sun menjadi gelisah bukan main. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan murid-murid Cin-ling-pai yang lenyap, dan yang lenyap itu adalah murid-murid Cin-ling-pai pilihan yang setia kepada Cin-ling-pai! Dia merasa dikepung musuh, tidak mempunyai seorangpun yang dapat diajak bicara dan dimintai bantuan. Bahkan Bi Hwa mengancam jika dia menghubungi seorang murid Cin-ling-pai dan bicara mencurigakan, maka murid itu akan dibunuh. Maka, Kian Sun sama sekaLi tidak berdaya.

Ciok Gun yang menjadi seperti mayat hidup itu oleh Bi Hwa ditugaskan untuk memata-matainya, sehingga setiap gerak-geriknya, kalau tidak bersama Bi Hwa, tentu diamati oleh Ciok Gun yang kini menjadi orang yang sama sekali tidak dapat dia percaya itu.

Kalau dia menuntut agar keluarga Cia dibebaskan seperti yang dijanjikan Bi Hwa, selalu wanita itu mengatakan urusannya di Cin-ling-pai belum selesai.

“Tunggu sampai tanggal satu bulan depan. Sesudah itu, tentu keluarga gurumu itu akan kami bebaskan," kata Su Bi Hwa.

Akan tetapi wanita ini tidak menolak kalau Kin Sun minta agar dia membuktikan dan menyaksikan sendiri bahwa keluarga gurunya masih selamat. Melalui lubang, mengintai dan melihat dengan hati lega bahwa kakek Cia Kong Liang, suhengnya Cia Hui Song dan isteri suhengnya, Ceng Sui Cin, dan putera mereka, Cia Kui Bu, memang dalam keadaan sehat. Bahkan tiga orang tokoh Cin-ling-pai itu nampak bersiulian, mungkin untuk mengumpulkan tenaga dan menjaga kesehatan tubuh mereka.

Waktu berjalan dengan amat cepatnya dan tanggal satu yang ditunggu-tunggu itupun tibalah! Sejak tiga hari yang lalu Kian Sun sudah amat gelisah, tidak enak makan tidak nyenyak tidur, menanti hari itu dengan hati tegang. Dia bukan tegang akan ancarnan terhadap dirinya, melainkan merasa tegang akan nasib keluarga Cia dan juga nasib nama dan kehormatan Cin-ling-pai. Dia sendiri tidak tahu apa yang dapat dia lakukan kecuali mentaati perintah Bi Hwa yang kini telah menjadi “isterinya”.

Pagi-pagi sekali Bi Hwa telah menyuruh Kian Sun memanggil semua anggauta Cin-ling-pai hadir dan Kian Sun tahu banwa diantara mereka, sedikitnya ada dua puluh orang anggauta baru yang tentu saja merupakan anak buah Bi Hwa yang diselundupkan! Diapun seperti telah dipesan oleh Bi Hwa yang saat itu juga berdiri di samping kanannya sedangkan Ciok Gun berdiri di samping kirinya, memesan kepada semua anak buah untuk bersiap-siap dengan senjata mereka dan ikut menyambut tamu.

"Akan tetapi, kalian dilarang untuk bergerak, kecuali kalau ada perintah dariku!"

Kian Sun menutup pesannya dan penutup pesannya itu keluar dari hatinya sendiri, bukan seperti yang dikehendaki Bi Hwa. Akan tetapi wanita itu hanya mengangguk-angguk saja.

Sebelum matahari nampak, para murid Cin-ling-pai sudah siap siaga, dengan senjata tergantung di pinggang, mereka membentuk barisan yang berjajar dari pintu gerbang sampai ke depan bangunan induk yang menjadi pusat perkumpulan Cin-ling-pai. Sisanya membentuk barisan di belakang sang wakil ketua.

Gouw Kian Sun yang selalu didampingi isterinya, Su Bi Hwa, dan pembantu utamanya, Ciok Gun, sudah duduk di ruangan depan, menanti datangnya tamu. Tidak lama mereka menanti. Rombongan tamu-tamu itu datang. Dan kiranya mereka Itu seperti sudah berjanji lebih dahulu, datang bersama-sama.

Rombongan Go-bi-pai yang kini terdiri dari sepuluh orang, tetap dipimpin oleh Poa Cin An, rombongan Bu-tong-pai terdiri dari tujuh orang dipimpin oleh Tong Gi Cin-jin, rombongan Kun-lun-pai terdiri dari lima orang tosu dipimpin oleh Yang Tek Tosu dan rombongan dari Siauw-lim-pai masih tetap dua orang saja, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio.

Mereka memang merupakan rombongan-rombongan tersendiri dan berkelompok, namun mereka datang pada waktu yang sama dan berbondong mereka memasuki pintu gerbang yang di kanan kirinya terjaga oleh murid-murid Cin-ling-pai yang berdiri dikanan kiri seperti menyambut datangnya tamu agung.

Setelah rombongan tiba di pelataran yang luas dari rumah induk Cin-ling-pai, mereka berhenti dan dari dalam keluarlah Gouw Kian Sun yang didampingi Su Bi Hwa disebelah kanannya dan Ciok Gun disebelah kirinya.

Wajah Kian Sun nampak agak pucat dan alisnya berkerut, akan tetapi isterinya Su Bi Hwa, tersenyum dan wajahnya cerah dan nampak cantik sekali. Disebelah kiri wakil ketua itu, Ciok Gun berdiri seperti patung yang wajahnya dingin.

Gouw Kian Sun berhenti dianak tangga teratas, lalu mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada semua tamu yang berkelompok, berdiri dengan tegak di pelataran itu.

"Selamat datang, cu-wi telah datang memenuhi janji dan terima kasih atas waktu yang diberikan kepada saya selama satu bulan……”

“Gouw Pangcu, cukup tak perlu berpanjang lebar!" bentak Poa Cin An tak sabar. "Kami telah memberi waktu satu bulan. Cepat keluarkan jahanam she Lui itu untuk kupakai bersembahyang depan makam puteriku!"

"Pinto juga minta agar para pembunuh murid pinto diserahkan kepada pinto!” kata Tiong Gi Cinjin.

"Benar! Mereka yang mengeroyok dan melukai murid Kun-lun-pai juga harus cepat diserahkan sekarang juga!” kata pula Yang Tek Tosu penuh semangat.

"Omitohud! Gouw Pangcu, apakah para murid Cin-ling-pai. yang telah melakukan penghinaan terhadap pinceng berdua sudah diberi hukuman?" tanya pula Thian Hok Hwesio.

Kembali Kian Sun mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat. Wajahnya semakin muram, akan tetapi tidak ada jalan lain baginya kecuali bersikap dan bicara seperti yang telah dipesankan Bi Hwa kepadanya.

"Harap cu-wi sudi memaafkan saya. Kalau ada murid Cin-ling-pai yarig bersalah, dia pasti dihukum. Pelaksanaan hukum itu hanya kami yang berhak melakukan dan urusan para murid Cin-ling-pai adalah urusan dalam kami sendiri. Harap cu-wi tidak mencampuri dan percayalah kepada kami. Kami pasti akan menghukum murid-murid kami yang bersalah."

"Omongan apa itu? Keluarkan mereka yang bersalah! Setidaknya, kami ingin melihat dia yang membunuh murid pinto!" kata Tiong Gi Cinjin yang galak.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar