Ads

Rabu, 05 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 55

Ci Kang adalah seorang yang sudah lama mengundurkan diri, bahkan seperti mengasingkan diri bersama isterinya, menjauhi dunia kang-ouw dan menjauhi kekerasan. Kini, melihat betapa pedangnya menembusi dada seorang lawan yang tadinya sama sekali tidak dikenalnya, bahkan tidak ada urusan apapun antara mereka, menjadi terkejut dan menyesal bukan main.

"Ah, maafkan aku " katanya dan diapun berlutut di dekat tubuh yang rebah terlentang itu.

"Ayah, jangan !" teriak Bi Lian, dan Han Siong juga menubruk ke depan.

Namun terlambat. Kedua tangan yang berlumuran darah dan yang tadi mendekap dada yang tertembus pedang, tiba-tiba menyambar ke depan. Biarpun Han Siong dapat mendorong tubuh suhunya ke samping, namun tetap saja tangan kiri Ban-tok Sian-su sempat menghantam dada kanan Ci Kang.

“Plakk....!!"

Ci Kang terjengkang, akan tetapi dapat segera bangkit kembali dan di bajunya bagian dada nampak tanda cap merah, yaitu bekas tangan Bantok Sian-su yang berlepotan darah. Dan tiba-tiba terjadi keanehan. Ban-tok Sian-su yang tadi hanya nampak cemberut dan mukanya muram dan masam, kini tiba-tiba tertawa bergelak-gelak.

"Bak-tok....!"

Kakek gendut menubruk dan merangkul suhengnya yang masih tertawa. Setelah suara tawa itu terhenti, kepala si tinggi kurus itu terkulai di pangkuan Hek-tok Sian-su dan diapun tewas! Dan terjadi keanehan kedua. Kakek gendut yang sejak tadi hanya tersenyum dan tertawa-tawa, kini merangkul mayat si tinggi kurus sambil menangis tersedu-sedu!

Semua orang memandang dengan bengong. Sambi terus menangis, si gendut itu bangkit dan memondong mayat suhengnya.

"Siangkoan Ci Kang, lain waktu aku akan membuat perhitungan denganmu. Sekarang aku hendak mengurus suhengku lebih dulu!" Dia lalu membalikkan tubuhnya.

"Pendeta palsu, engkau hendak lari kemana?" bentak Toan Hui Cu yang sudah mengambil pedang Kwan-im-kiam dari tangan suaminya.

"Tahan .....!" kata Ci Kang lemah. "biarkan dia pergi mengurus jenazah suhengnya."

Dengah gemas Toan Hui Cu terpaksa mentaati suaminya, demikian pula Han Siong dan Bi Lian tidak berani melanggar, walaupun mereka berdua ingin pula untuk menahan dan membunuh kakek gendut yang berbahaya itu. Apalagi ketika mereka melihat Siangkoan Ci Kang terkulai lemas, dan dirangkul oleh Hui Cu.

"Bagaimana keadaanmu......?" isteri itu bertanya khawatir.

Han Siong dan Bi Lian mendekat dan mereka berdua terkejut bukan main melihat betapa kulit leher dan muka Siangkoan Ci Kang perlahan-lahan berubah menghitam! Keracunan! Tentu pukulan tadi mengandung racun yang amat hebat!






"Keparat, pendeta busuk itu!" Bi Lian teringat dan ia sudah meloncat berdiri dan menoleh, akan tetapi pendeta gendut tadi sudah tidak nampak lagi bayangannya. "Aku harus mengejarnya. untuk minta obat penawar!"

Han Siong memegang lengannya.
"Nanti dulu, Lian-moi. Kita periksa dulu keadaan ayah"

Han Siong lalu memondong tubuh suhunya yang kini menjadi ayah mertuanya itu kedalam, diikuti oleh Bi Lian dan Toan Hui Cu, sedangkan Pek Ki Bu dan Pek Kong, dibantu oleh beberapa orang, sibuk mengurus jenazah lima orang pimpinan Pek-sim-pang. Tentu saja perayaan itu menjadi bubar dan para tamu, orang-orang dusun, merasa ketakutan dan juga tahu diri. Mereka melihat betapa pihak tuan rumah mengalami kesulitan, maka tanpa banyak cakap lagi mereka lalu pergi meninggalkan tempat perayaan, kembali ke dusun masing-masing.

Sementara itu, Hui Cu, Bi Lian dan Han Siong memeriksa keadaan Siangkoan Ci Kang. Kalau saja pendekar ini tidak memiliki tubuh yang kuat dan penuh tenaga sin-kang, tentu dia sudah tewas. Pukulan tadi mengandung hawa beracun yang amat jahat, yang membuat kulit tubuhnya menjadi kehitaman!

Sebagai ahli-ahli silat, Hui Cu, Bi Lian dan Han Si-ong mengerti tentang pengobatan, dan mereka sudah membantu Ci Kang dengan pengerahan sin-kang untuk mengusir hawa beracun, juga memberi obat yang akan mencegah menjalarnya racun. Akan tetapi semua usaha itu hanya dapat menahan menjalarnya racun, tidak dapat mengusir racun yang telah memasuki dada dan tidak menyembuhkan lukanya. Racun yang terkandung dalam pukulan Ban-tok Sian-su memang aneh dan luar biasa jahatnya.

"Biar kukejar dan kucari pendeta iblis gendut itu, akan kupaksa dia menyerahkan obat penawarnya!" kata Bi Lian.

"Jangan, Lian-moi. Hek Tok Siansu itu berbahaya, biar aku yang akan mengejarnya, sedangkan engkau pergilah mencari Hay Hay. Dia memiliki sebuah mustika batu giok yang dapat menyedot racun dan menjadi obat yang amat manjur. Engkau pinjamlah mustika itu darinya, dan aku sendiri yang akan mengejar Hek Tok Siansu."

"Akan tetapi, kemana aku dapat mencarinya?"

"Dia tentu pergi ke Cin-ling-san bersama Kui Hong. Carilah disana, andaikata tidak jumpapun tentu kau akan dapat mendengar kemana dia pergi."

Karena amat mengkhawatirkan keadaan Ci Kang yang keadaannya parah itu, Han Siong dan Bi Lian segera berangkat pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Bahkan Han Siong sudah berangkat lebih dahulu melakukan pelacakan dan pengejaran terhadap Hek Tok Siansu yang pergi membawa jenazah Ban Tok Siansu. Sungguh menyedihkan. Sepasang pengantin yang tidak sempat berpengantinan, karena harus saling berpisah!

Toan Hui Cu tinggal di rumah menjaga suaminya dengan hati penuh kegelisahan. Keluarga Pek juga segera kembali ke Kong-goan sambil membawa abu lima orang pimpinan Pek-sim-pang.

**** 55 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar