Ads

Jumat, 07 September 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 61

Malam itu gelap sekali. Langit tertutup mendung dan tak sebuahpun bintang nampak. Mayang menyelinap di balik pot bunga besar. Biarpun malam gelap, namun istana keluarga Cang dipasangi banyak lampu gantung. Ia melihat bayangan Liong Bi berindap-indap keluar dari kamarnya.

Selama beberapa malam ini ia memang melakukan pengintaian, mengintai kamar wanita itu. Tidak terjadi sesuatu selama tiga malam dan malam ini ia melihat Liong Bi menyelinap keluar kamar, sikapnya mencurigakan sekali maka iapun membayangi dari jauh. Kemudian ia ketahui bahwa Liong Bi menuju ke kamar Liong Ki dari belakang!

Dengan jantung berdebar Mayang mengintai. Agaknya saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Jerih payahnya selama beberapa malam itu akan membuahkan hasil. Liong Bi mengetuk daun jendela kamar Liong Ki, perlahan. Daun pintu dibuka dari dalam dan wanita itu meloncat masuk seperti seekor kucing. Daun jendela ditutup lagi dan dengan mempergunakan kepandaiannya, Mayang menghampiri kamar itu tanpa menimbulkan suara, lalu ia mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Bi Hwa, kenapa engkau begini lancang masuk kesini? Bodoh kau, bagaimana kalau ada yang melihatmu?"

"Hi-hik, siapa yang dapat melihatku? Andaikata ada yang melihatpun, apa salahnya aku memasuki kamar kakakku sendiri? Aku kesepian, Ki Liong, aku penasaran dan kecewa karena gagal memikat Cang-kongcu. Gara-gara adiknya, daging yang sudah berada di bibir, terlepas lagi!" .

"Hemm, bukan hanya engkau yang gagal. Akupun sudah hampir berhasil menundukkan Cang Hui, tiba-tiba saja terlepas dan gagal "

"Nah, itulah! Maka aku kesini untuk menghibur diri, juga menghiburmu agar kita berbesar hati dan dapat berusaha lagi." Terdengar wanita itu tertawa-tawa genit. Juga Ki Liong tertawa kecil.

Mayang tidak perlu mendengar lebih banyak, juga ia tidak sudi mengintai ke dalam. Ia sudah tahu segalanya! Kiranya Sim Ki Liong bersekongkol dengan Su Bi Hwa! Bukan saja keduanya mempunyai hubungan yang mesum, akan tetapi juga keduanya bersekongkol untuk masing-masing merayu dan menundukkan Cang Sun dan Cang Hui!

Penghambaan diri kedua orang itu kepada keluarga Cang tidak jujur, tidak bersih dan mereka mempunyai rencana yang kotor. Agaknya kedua orang itu ingin mencari kedudukan tinggi melalui cara yang licik, yaitu ingin menjadi mantu Menteri Cang! Dan pemuda yang pernah menjatuhkan hatinya itu, pria pertama dalam hidupnya yang menjatuhkan cintanya, yang ia harapkan akan bertaubat, menjadi seorang pendekar dan calon suaminya, agaknya telah kembali ke jalan lama, jalan sesat! Setelah bertemu dengan wanita itu, kekasihnya agaknya telah pulih kembali seperti dahulu, menjadi hamba nafsu yang membuta.

Mayang cepat meninggalkan tempat pengintaiannya, kembali ke kamarnya dan tak dapat ditahannya lagi, ia menangis! Ia membenamkan mukanya pada bantal dan air matanya bercucuran. Harus diakuinya bahwa ia mencinta Sim Ki Liong dan mengharapkan pemuda itu menjadi suaminya yang baik. Akan tetapi, kini jantungnya seperti ditusuk-tusuk rasanya, dan perasaan cinta yang mendalam itu berubah menjadi kebencian!

Kalau cintanya itu diumpamakan sebuah mimpi indah, kini ia terbangun dan melihat kenyataan yang sebaliknya. Selama ini, dengan penuh harapan, cintanya dibangun dan ia bentuk menjadi tempat bunga dari kaca yang indah sekali. Akan tetapi, dalam sekejap mata tempat bunga itu hancur berantakan, meninggalkan pecahan-pecahan kaca yang menggores kalbu, mendatangkan luka berdarah yang teramat pedih.

Cinta asmara adalah cinta nafsu yang selalu bersyarat dan berpamrih. Cinta seperti ini muncul setelah adanya suatu daya tarik yang menyenangkan, baik itu melalui ketampanan atau kecantikan wajah, kelembutan, keramahan, bahkan dapat melalui kedudukan, kemuliaan, kemewahan, atau kepintaran. Ada sesuatu yang ingin diraih dan dinikmati.

Kalau pada suatu waktu terjadi sebaliknya, sesuatu yang tidak menyenangkan lagi, bahkan menyusahkan atau mengecewakan, maka cinta seperti ini mungkin saja akan berubah menjadi kebencian!

Kita dengan mudah saja bersumpah cinta, sehidup semati, senasib sependeritaan, dan semua itu dapat terjadi selama si dia yang dicinta memenuhi syarat. Sekali saja syarat itu dilanggar, maka cinta berubah menjadi benci, dan kebahagiaan berubah menjadi kesengsaraan.

Banyak sudah terjadi peristiwa yang membuktikan betapa fananya cinta itu. Suami isteri yang tadinya bersumpah saling cinta akhirnya bercerai setelah setiap hari cekcok. Sahabat yang tadinya saling mencinta dan saling setia akhirnya saling bermusuhan. Orang tua yang tadinya bersumpah mencinta anaknya, akhirnya menyumpahi anak itu. Semua ini terjadi karena syarat cinta itu dilanggar, pamrih dalam bercinta tidak terpenuhi. Terjadi konflik-konflik yang dapat menjalar dan berkembang menjadi konflik antar bangsa dan antar negara. Sumbernya adalah konflik dalam diri pribadi kita masing-masing.






Selama hati akal pikiran dikuasai nafsu daya redah, maka si-aku semakin menonjol, semakin berkembang kuat. Si-aku adalah nafsu yang menguasai hati akal pikiran, si aku adalah keinginan-keinginan. Selama si aku merajalela, maka terjadilah bentrokan-bentrokan antar keinginan, antar kepentingan diri masing-masing dan timbullah pertikaian dan permusuhan.

Hanya cinta kasih Tuhan sajalah yang maha benar dan maha suci, tidak ada kebalikannya karena tunggal! Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang akan mampu membebaskan batin dari cengkeraman nafsu daya rendah dan mengembalikan nafsu-nafsu ke dalam kedudukannya yang semestinya, yaitu menjadi alat pelengkap kehidupan manusia, menjadi abdi, bukan majikan. Kalau sudah begitu, hanya kekuasaan Tuhan yang akan menjadi kemudi, bukan lagi nafsu daya rendah, dan barulah apa yang dinamakan cinta kasih tidak akan mendatangkan sengsara!

Dalam kesedihannya, Mayang masih menahan diri. Tidak mungkin ia harus mendatangi Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa lalu menegur mereka. Tidak mungkin ia mengamuk karena cemburu. Kalau saja ia tidak ingat akan keluarga Cang, tentu malam itu juga ia meninggalkan tempat itu, meninggalkan Sim Ki Liong begitu saja, memutuskan hubungan lahir batin dan mengambil jalan hidupnya sendiri.

Akan tetapi, ia mengkhawatirkan keselamatan keluarga Cang. Ia tidak ingin melihat Cang Hui menjadi korban Sim Ki Liong, atau Cang Sun menjadi korban Su Bi Hwa. Ia harus menentang niat buruk mereka. Mereka itu hendak memikat putera puteri pembesar Cang hanya untuk mendapatkan kedudukan tinggi. Dan ia harus mencegah terjadinya hal ini.

Sekarang ia mulai menduga bahwa kekuasaan aneh yang membuat ia malam-malam itu rindu kepada Ki Liong, juga yang membuat Cang Hui seolah-olah dalam mimpi dan mau saja dirangkul Ku Liong, adalah kekuasaan tidak wajar, kekuatan sihir! Buktinya, ketika ia mengerahkan kekuatan batinnya, ia tersadar, demikian pula Cang Hui. Mengingat akan hal ini, ia menjadi semakin penasaran dan marah. Liong Ki atau Sim Ki Liong sudah berani mempergunakan sihir, hal ini membuktikan bahwa pemuda itu kembali mengambil jalan sesat.

Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang tidak tahu bahwa rahasia mereka sudah diketahui Mayang, malam itu mengadakan pertemuan untuk melepas kerinduan mereka dan juga untuk mengatur siasat. Mereka maklum bahwa siasat mereka memikat Cang Sun dan Cang Hui mengalami kegagalan. Mereka akan mengulang lagi akan tetapi harus secara halus dan tidak tergesa-gesa, karena kalau sampai terbongkar rahasia mereka, akan gagallah segalanya, bahkan mereka akan terancam malapetaka. Mereka lalu mengatur siasat lain untuk memperbesar kepercayaan Menteri Cang kepada mereka. Kepercayaan menteri itu yang akan menjadi landasan kuat bagi kedudukan mereka.

Mayang berpura-pura tidak tahu saja akan hubungan antara Liong Ki dan Liong Bi. Ia harus mendapatkan bukti yang lebih kuat untuk membongkar niat buruk mereka, kalau memang benar mereka itu berniat buruk seperti yang diduganya. Tanpa bukti yang nyata, tentu saja ia tidak mampu melakukan sesuatu. Apalagi karena sikap kedua orang itu kepadanya amatlah baik, bahkan lebih ramah daripada biasanya. Juga Liong Ki selalu bersikap sopan, tidak lagi memperlihatkan sikap merayu seperti biasanya.

Tiga hari kemudian, pada suatu malam yang gelap, empat sosok bayangan orang bergerak dengan lincahnya di dalam taman yang luas dari istana Menteri Cang Ku Ceng.

Sesungguhnya amat mengherankan bagaimana sampai ada empat orang asing dapat memasuki taman itu dari luar, padahal penjagaan disitu cukup ketat. Mereka dapat melompati pagar tembok taman dari bagian yang kebetulan tidak terjaga. Juga, kini dengan berindap-indap mereka menghampiri bangunan gedung atau istana keluarga Cang dan berhasil memasuki gedung melalui pintu samping yang ternyata tidak terkunci dalam! Mereka nampaknya sudah hafal akan keadaan disitu, buktinya mereka sambil berindap-indap langsung saja menuju ke kamar induk, kamar Menteri Cang dan isterinya!

Ketika mereka berindap menuju ke kamar itu, tiba-tiba muncul dua orang penjaga yang melakukan perondaan. Seorang membawa lampu teng, yang kedua membawa canang yang kadang dipukulnya lirih. Keduanya membawa golok telanjang.

Cepat sekali gerakan dua diantara empat sosok bayangan itu. Mereka melompat keluar dan dua orang peronda itu sudah roboh tertotok, canang dan lampu telah berpindah tangan, demikian pula golok mereka sehingga mereka berdua itu roboh tanpa mengeluarkan suara gaduh.

Agaknya empat orang itu telah mempelajari keadaan di gedung besar itu. Mereka tanpa ragu-ragu menghampiri kamar besar dimana Cang Taijin dan isterinya tidur. Akan tetapi ketika mereka menghampiri jendela kamar untuk membongkarnya, tiba-tiba muncul dua orang penjaga. Mereka melihat betapa dua orang penjaga yang meronda telah menggeletak tak bergerak.

"Penjahat .....!" bentak mereka dan dua orang ini sudah menerjang dengan golok mereka.

Dua diantara empat orang itu menyambut dengan pedang, sedangkan dua orang lagi membongkar jendela. Suara gaduh itu mengejutkan Menteri Cang Ku Ceng yang sudah membuka daun pintu. Isterinya menjerit dan berteriak-teriak memanggil pengawal. Dua orang yang tadi membongkar jendela, ketika melihat Menteri Cang keluar sambil membawa pedang, segera menyerang.

Menteri Cang bukanlah seorang ahli pedang. Dia seorang ahli militer, dan biarpun dia tidak pandai sekali berkelahi, namun sebagai seorang menteri yang kadang menjadi seorang panglima, tentu saja dia bukan orang yang lemah. Segera dia menggerakkan pedang melindungi dirinya, sementara itu, isterinya berteriak-teriak minta tolong.

Dua orang penjahat telah merobohkan dua orang penjaga yang tadi menyerbu dan kini mereka membantu dua orang kawan mereka mengeroyok Menteri Cang! Mereka adalah orang-orang yang pandai memainkan golok mereka, dan pembesar itu segera terdesak hebat dan berada dalam keadaan yang amat berbahaya bagi keselamatan nyawanya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar