Ads

Jumat, 05 Oktober 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 106

Sementara itu, melihat ada naga hitam hendak menerkamnya dari udara seperti yang dilihat Kui Hong, Hay Hay tenang saja, berdiri tegak, bahkan kedua tangannya menolak pinggang dan mulutnya tersenyum, seolah seorang dewasa melihat lagak seorang anak-anak. Dan dia sempat melirik ke arah Kui Hong dan biarpun dia melihat Kui Hong bergulingan dan didesak dengan serangan bertubi oleh Ki Liong, Hay Hay tidak merasa khawatir.

Dengan ilmunya yang tinggi, dia dapat melihat bahwa Kui Hong bergulingan bukan karena terdesak, melainkan bergulingan untuk memancing lawan menjadi lengah. Maka diapun memperhatikan kembali lawannya sendiri dan melihat kakek itu mengangkat kedua tangan ke atas, seolah-olah hendak mengemudikan naga hitam itu dan mulutnya tetap perkemak-kemik membaca mantram.

"Hek Tok Siansu, engkau bermain-main dengan seekor cacing tanah untuk apa? Cacingmu itu hanya pantas untuk menakut-nakuti anak perempuan saja!"

Hek Tok Siansu terkejut karena dalam pandang matanya sendiri, naga hitam jadi-jadian itu benar-benar berubah menjadi seekor cacing hitam! Dia membaca mantram lagi dan mengerahkan tenaga sihir sekuatnya, menggerakkan kedua tangannya ke arah bayangan naga yang berubah menjadi cacing sehingga kini perlahan-Iahan, cacing itu membesar dan menjadi naga kembali.

Hay Hay diam-diam kagum. Kakek ini boleh juga, memiliki kekuatan sihir yang ampuh. Maka, diapun merendahkan tubuhnya, tangan kanannya mengambil segenggam tanah dan melontarkan tanah itu ke arah bayangan naga sambil membentak,

"Hek Tok Siansu, engkau tidak dapat mengubah kenyataan. Asal dari tanah kembali menjadi tanah!"

Genggamam tanah itu disambitkan ke arah bayangan, nampak sinar hitam menyambar kearah naga jadi-jadian dan bayangan itupun lenyap, yang nampak hanya tanah berhamburan jatuh kembali ke bawah.

Kembali Hek Tok Siansu membaca mantram dan tubuhnya membuat gerakan berputar seperti gasing dan mulutnya terdengar berkata

"Angin hanya terasa dan tidak nampak, aku menggunakan ilmu angin, bersatu dengan angin…..!” suaranya bergema diudara, tubuhnya berputar semakin cepat dan akhirnya bayangannya pun tidak nampak, hanya terdengar bunyi angin berdesir timbul dari gerakannya berputar cepat itu!

Sungguh hebat ilmu ini karena tentu saja lawan menjadi bingung melawan seseorang yang tidak nampak dan hanya terasa sambaran anginnya. Sambil berputar itu Hek Tok Siansu meluncur ke arah Hay Hay. Disangkanya bahwa ilmu yang mengandung kekuatan sihir itu sekali ini mempengaruhi lawannya, maka diapun cepat menyerang dengan pukulan maut dari arah belakang Hay Hay.

Akan tetapi, Hay Hay yang memiliki kekuatan sihir amat kuat itu tentu saja tidak terpengaruh dan kalau orang lain tidak dapat melihat bayangan kakek itu, dia sendiri dapat mengikuti dengan baik maka diapun tahu bahwa kakek itu menyerangnya dari belakang. Dia tersenyum dan membiarkan kakek itu mengira dia terpengaruh. Hal ini bahkan dia pergunakan untuk keuntungannya. Karena mengira dia terpengaruh, kakek itu sudah yakin bahwa serangannya akan mengenai sasaran dan dia merasa tidak perlu bersikap waspada menjaga diri.

“Wuuuuutttttt……..!!”

Ketika serangan itu sudah datang dekat dan Hek Tok Siansu merasa yakin lawannya sekali ini akan dapat dipukul roboh dengan pukulan beracun, tiba-tiba saja dengan cepat bukan main Hay Hay telah melempar tubuh ke samping, dan kakiya mencuat dari samping menyambar ke arah dada lawan. Hek Tok Siansu yakin bahwa lawannya akan roboh dengan tubuh menjadi hitam seperti arang terkena pukulan racun hitamnya, maka dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tiba-tiba saja tubuh Hay Hay mengelak dan kaki pemuda itu bahkan menyambar ke dadanya secepat kilat!

Hek Tok Siansu yang tidak menyangka sama sekali, mencoba untuk mengelak dengan miringkan tubuhnya. Biarpun dadanya terhindar dari tendangan, namun kaki Hay Hay masih mengenai pangkal lengan kirinya, membuat dia terpelanting dan kalau dia tidak cepat menjatuhkan diri bergulingan, tentu tubuhnya akan terbanting keras. Dan diapun terus bergulingan seperti seekor binatang trenggiling, dan setiap kali tubuhnya bangkit dia mengirim pukulan seperti seekor katak berjongkok dan kedua tangan yang didorongkan ke arah Hay Hay itu mengandung tenaga sink-kang yang amat dahsyat. Namun, Hay Hay selalu dapat menghindarkan diri dari serangan aneh ini, ilmu campuran antara binatang trenggiling yang bergulingan dan binatang katak.

"Haiiiiittttt!"

Gin Hwa Cu membentak marah karena sudah dua kali dia terpelanting oleh tendangan kaki Han Siong. Kemarahannya membuat dia nekat karena dia merasa dipermainkan lawan. Pedangnya membuat gerakan melingkar-lingkar dan bagaikan badai mengamuk diapun menerjang ke arah Han Siong. Seluruh tenaganya dia kerahkan untuk penyerangan itu, tanpa memperdulikan segi perlindungan diri karena dia sudah nekat hendak mengadu nyawa.






Melihat kenekatan lawan, Han Siong maklum bahwa kalau dia tidak cepat merobohkan lawan dan selalu mengalah, keadaan dapat berbahaya baginya. Melawan orang nekat amatlah berbahaya, maka diapun mempercepat gerakan pedangnya. Ilmu pedang Kwan-im-kiamsut yang sudah dikuasainya dengan sempurna itu membuat lawan menjadi bingung.

Seperti para tokoh Pek-lian-kauw, Gin Hwa Cu ini juga memiliki banyak macam ilmu hitam di samping ilmu silatnya yang lihai. Karena maklum bahwa dalam hal ilmu silat, agaknya dia tidak akan menang melawan orang muda yang tangguh dan yang memiliki ilmu pedang luar biasa itu, dia lalu mencoba untuk menyerang dengan ilmu lain.

Tiba-tiba saja dia mengeluarkan suara nyanyian yang aneh, nadanya tinggi sampai seperti melengking-lengking. Suara ini seperti pedang runcing menusuk ke dalam telinga Han Siong! Inilah ilmu yang berbahaya sekali bagi lawan karena suara melengking itu dapat membuat lawan menjadi bingung dan telinga seperti ditusuk benda tajam. Bahkan kalau lawan kurang kuat, suara ini dapat menyerang kedalam kepala dan mematikan! Ilmu ini didorong oleh tenaga sakti yang bercampur dengan ilmu hitam.

Namun, Pek Han Siong, adalah seorang pemuda bekas Sin-tong (anak ajaib). Selain dia memang memiliki pembawaan lain sejak lahir, memiliki dasar lebih kuat secara batiniah, juga dia telah berkenalan dengan ilmu sihir sejak kecil dari ibunya, bahkan kemudian menerima pelajaran ilmu sihir yang ampuh dari Ban Tok Lojin, seorang diantara Delapan Dewa. Oleh karena itu, dia memiliki kekuatan sihir yang hebat sehingga menghadapi serangan suara dari Gin Hwa Cu, dia bersikap tenang saja.

Dengan tenaga saktinya, dia dapat menutup kedua telinganya sehingga tidak terpengaruh. Sebaliknya, dia mempercepat gerakan pedangnya mendesak. Gin Hwa Cu terkejut. Pemuda itu bukan saja tidak terpengaruh oleh serangan suaranya, sebaliknya malah mendesaknya secara gencar sehingga terpaksa dia memutar pedangnya dan terhuyung-huyung. Karena terdesak, maka perhatiannya terpecah dan suara lengkingannya itu menjadi kacau dan sumbang, bahkan menurun dan sebuah tendangan kaki Han Siong membuat dia terpelanting.

Dengan kaget dan gentar, Gin Hwa Cu yang terpelanting itu dapat bergulingan utnuk menghindarkan diri dari serangan susulan lawan. Namun, Han Siong adalah seorang pendekar gagah sejati yang sudah tidak mau menyerang lawan yang sudah roboh, maka melihat tendangannya membuat tosu Pek-lian-kauw itu terguling-guling, dia hanya berdiri tegak dan memandang saja.

Kesempatan itu dipergunakan Gin Hwa Cu untuk memulihkan diri. Dada kanannya terasa nyeri oleh tendangan tadi, akan tetapi dia sudah melompat bangun dan mulut berkemik-kemik, lalu dia mengembangkan jubahnya dan melambaikannya ke atas kepalanya. Ini merupakan ilmu sihir untuk membuat dirinya tidak nampak oleh orang lain! Setelah memutar jubah di atas kepala dan yakin bahwa dia lenyap dari pandang mata lawan, diapun tiba-tiba meloncat kedepan dan pedangnya meluncur, menusuk ke arah dada Han Siong yang disangkanya tidak dapat melihatnya dan tentu dadanya akan tertembus pedang.

“Wuuuuttt….. singgg……. Cappp!”

Sinar pedang berkilat, sebuah dada tertembus pedang yang cepat tercabut kembali, darah muncrat dan robohlah tubuh Gum Hwa Cu! Kiranya ilmunya menghilang itu tidak mempengaruhi Han Siong sehingga pendekar itu melihat jelas semua gerakan lawan. Ketika Gin Hwa Cu menusukkan pedangnya dengan keyakinan pasti akan berhasil sehingga tidak melakukan penjagaan diri sama sekali, dengan mudah Han Siong miringkan tubuh dan menggeser kaki kesamping dan pada saat tubuh lawan berlebat kedepan, diapun menggerakkan pedangnya yang menembus dada Gin Hwa Cu. Ketika tubuh tosu itu roboh dan tewas, Han Siong sduah melompat meninggalkannya untuk membantu isterinya, Siangkoan Bi Lian.

Wanita muda yang cantik jelita dan gagah perkasa ini sebetulnya tidak perlu dibantu. Biarpun lawannya, Lian Hwa Cu, amat lihai, namun Bi Lian dapat mengimbanginya, bahkan setelah ia memainkan Kwan-im-kiam-sut, tosu Pek-lian-kauw itu menjadi sibuk sekali. Kwan-im-kiam-sut merupakan ilmu pedang yang nampak lembut, gerakannya halus seperti gerakan wanita cantik menari pedang, atau seperti Dewi Welas Asih Kwan Im beterbangan dan bermain di awan, namun di balik keindahan dan kelembutan gerakan itu terkandung kekuatan yang dahsyat sekali.

Melihat isterinya mendesak lawan dan tidak terancam bahaya, Han Siong tentu saja tidak mau melakukan pengeroyokan. Bukan saja dia tidak mau bertindak curang, juga dia tahu bahwa kalau dia turun tangan mengeroyok, tentu isterinya akan merasa tidak senang. Maka dia hanya berdiri menjadi penonton sambil siap membantu atau melindungi kalau lawan isterinya mempergunakan kekuatan sihir terhadap isterinya. Diapun memperhatikan perkelahian yang terjadi disitu.

Sim Ki Liong terdesak hebat. Pria yang sudah terlalu banyak menumpuk dosa ini, yang beberapa kali ingin bertaubat namun selalu gagal, repot bukan main menghadapi desakan Kui Hong yang mengamuk bagaikan seekor naga betina marah. Sim Ki Liong sudah mengluarkan semua kepandaiannya. Akan tetapi, semua gerakan silatnya dikenal Kui Hong, maka tentu saja gadis perkasa ini mampu membuyarkan semua serangan Ki Liong dan sebaliknya, dengan menggunakan ilmu-ilmu yang tak pernah dipelajari lawan, Kui Hong mendesak terus.

Sebetulnya, sudah lama Kui Hong memaafkan kesalahan yang diperbuat Ki Liong ketika pemuda ini pernah merayunya, kemudian bahkan melarikan diri minggat dari pulau Teratai Merah dan melarikan pula pedang pusaka milik kakek dan neneknya. Kebenciannya terhadap Ki Liong pernah lenyap berganti perasaan iba ketika Mayang memintakan ampun untuk Ki Liong demi cinta kasih gadis adik tiri Hay Hay itu terhadap Ki Liong.

Akan tetapi, setelah melihat kenyataan bahwa pemuda ini mengkhianati cinta Mayang, bahkan kembali bergaul dengan golongan sesat dan terjun kembali menjadi orang jahat, Kui Hong marah bukan main dan ia sudah mengambil keputusan bahwa sekali ini ia harus membunuh pemuda jahat ini. Demi Mayang, demi dunia persilatan, karena kalau dibiarkan hidup, pemuda ini hanya akan mendatangkan banyak bencana bagi orang banyak.

Sambil membela diri mati-matian, memutar pedangnya seolah sinar pedangnya bergulung-gulung itu menjadi perisai baginya, di dalam hatinya Ki Liong menyesal bukan main. Seperti serangkaian gambar yang diputar, dia melihat betapa dia tersesat, terbujuk oleh nafsu-nafsunya sendiri sehingga akhirnya dia kini harus menghadapi akibat yang mencelakakan dirinya. Dia seolah melihat mata pedang sudah menempel di lehernya, tidak ada jalan keluar lagi, dan dia merasa takut dan menyesal mengapa dia yang tadinya sudah tertolong oleh Mayang, menyia-nyiakan cinta kasih Mayang dan terbujuk oleh Su Bi Hwa, wanita iblis yang kini menggeletak tanpa nyawa.

Kita semua, seperti juga Ki Liong, yaitu manusia pada umumnya, memang merupakan mahluk yang amat lemah menghadapi nafsu-nafsu yang berada di dalam diri kita sendiri. Nafsu-nafsu dalam diri kita merupakan suatu pembawaan sejak kita lahir, memang diikut sertakan dengan kita karena kehidupan manusia ini baru mungkin dapat berkembang selama adanya nafsu.

Nafsu yang menimbulkan gairah dan semangat bagi kita untuk melakukan sesuatu karena nafsu mendatangkan kenikmatan. Nafsu mendatangkan kenikmatan dalam mulut sehingga kita bergairah untuk makan, satu diantara sarat untuk kelangsungan hidup. Nafsu pula yang mendatangkan kenikmatan dalam hubungan badan sehingga kita bergairah untuk berjodoh, yang merupakan syarat bagi perkembangbiakan manusia. Dan demikian seterusnya.

Tanpa adanya daya nafsu rendah, kita tidak akan bergairah melakukan apa yang menjadi syarat utama untuk kelangsungan hidup. Nafsu-nafsu menyelinap dan menjadi gerak pendorong bagi hati akal dan pikiran sehingga timbul gairah untuk mengerjakan pikiran demi kenikmatan kehidupan kita, maka nafsu daya rendah telah mendorong kita untuk menggunakan akal, berpikir untuk membuat segala sesuatu demi kenikmatan dan kesenangan hidup. Maka manusia dapat membuat segala macam benda, perabot-perabot hidup, pakaian, rumah dan segala macam benda yang dibuat melalui akal pikiran untuk mendatangkan kenikmatan dalam kehidupan.

Puji Tuhan Maha Pengasih! Hanya karena kasih Tuhan sajalah maka manusia diberi semua itu, diberi peserta-peserta seperti nafsu daya rendah sehingga kita dapat menikmati kehidupan. Namun, nafsu yang sedianya menjadi peserta yang amat berguna itu, yang menjadi hamba yang melayani semua kebutuhan jiwa dalam badan yang berujud manusia ini, terjadi karena daya-daya rendah yang saling berlomba untuk menguasai kita!

Nafsu daya rendah membutuhkan badan manusia yang dapat menyampaikan dan memuaskan keinginannya, oleh karena itu, nafsu-nafsu daya rendah berebut untuk menguasai kita agar manusia saja segala kehendak nafsu. Nafsu yang tadinya menjadi alat kita, berbalik ingin memperalat kita. Nafsu yang sedianya menjadi hamba kita, berbalik ingin memperhamba kita.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar