Ads

Jumat, 05 Oktober 2018

Jodoh si Mata Keranjang Jilid 107

Kita diperhamba melalui kenikmatan dan kesenangan tadi. Kita diperhamba nafsu melalui benda-benda yang kita buat sendiri seperti harta kekayaan, uang, dan sebagainya. Melalui makanan, melalui hubungan seksual, pendeknya semua daya rendah saling berebut untuk menguasai kita.

Nafsu itu mutlak penting bagi kita, namun juga mutlak berbahaya. Seperti api, kalau menjadi alat kita teramat penting, akan tetapi kalau sudah menjadi liar tak terkendali, akan menghabiskan segala! Akan membakar kita. Seperti kuda, kalau jinak, menjadi hamba yang amat berguna, sebaliknya kalau liar, kita dapat dibawa kabur memasuki jurang.

Manusia baru tahu akan bahayanya nafsu dalam diri sendiri setelah merasakan akibat buruknya. Memang sifat nafsu itu selalu mengejar kesenangan dan menjauhi kesusahan. Maka, pengetahuan tentang akibat buruk itupun datang dari nafsu, dan tentu saja nafsu berkeinginan pula untuk mengubah yang buruk dan menyusahkan itu. Dan kitapun terseret ke dalam lingkaran setan yang tiada putusnya. Hati akal pikiran dipergunakan untuk mengendalikan nafsu, tidak kita sadari bahwa hati akal pikiran kita sudah bergelimang nafsu, sudah dikuasai nafsu!

Maka, apapun yang dilakukan menurut hati akal pikiran, sejalan dengan kehendak nafsu, yaitu mengejar kesenangan, masih tetap dalam ruangan yang sama dimana nafsu menjadi rajanya. Karena itu, segala macam usaha yang diperbuat manusia untuk “menjadi orang baik” selalu gagal karena usaha itupun timbul dari keinginan nafsu dengan dasar bahwa menjadi orang baik berarti akan terbebas dari kesusahan dan berada di dalam kenikmatan atau kesenangan, walaupun mungkin dengan jubah yang lebih halus dan bersih.

Kenyataan terbukti kalau kita melihat keadaan manusia dalam dunia ini. Setiap orang manusia berusaha melalui segala cara, melalui kebudayaan, melalui keagamaan, melalui filsafat, pelajaran budi pekerti, melalui pengertian, untuk menjadi “orang baik” karena melihat betapa ketidak baikan sebagai manusia telah mendatangkan berbagai malapetaka. Namun, adakah nampak hasil dari semua usaha untuk menjadi baik itu?

Kalau kita mempelajari sejarah dan melihat keadaan didunia ini, kita harus dengan jujur mengakui bahwa semua usaha itu agaknya belum dapat dibilang berhasil! Dunia masih kacau balau, kehidupan masih merupakan penderitaan yang berkepanjangan, permusuhan yang berkepanjangan, permusuhan terjadi di mana-mana, nampak sekali bahwa nafsulah yang menjadi raja, yang merajalela menguasai hati akal pikiran semua manusia. Bahkan segala pemenuhan dan hasil buatan manusia, menjadi alat nafsu untuk mengumbar angkara murka! Kita telah gagal!

Keadaan kita sama benar dengan keadaan Sim Ki Liong. Sebagai manusia, mula-mula dia diseret oleh dorongan nafsu yang memang ada dalam dirinya seperti dalam diri kita, dorongan yang membuat dia melakukan hal yang tidak patut. Kemudian, akibat perbuatannya yang mendatangkan kepahitan membuat dia menyesal dan ingin memperbaiki jalan hidupnya. Penyesalan yang datang dari akibat pahit, jadi jelas dari nafsu. Keinginan untuk mengubah cara hidup, juga keinginan nafsu yang hanya ingin mengubah yang tidak enak menjadi yang enak, melalui istilah yang lebih baik menjadi yang baik! Tentu saja dia gagal, karena nafsu hanya menuntunnya kejalan dimana dia akan mendapatkan kesenangan, kenikmatan, dan karena itulah maka Ki Liong juga gagal.

Seperti juga semua orang di dunia ini, dia tahu bahwa dia melakukan kejahatan dan melalui jalan yang tidak benar, bahwa dia jahat. Namun, dia tak kuasa menghentikannya. Pencuri manakah di dunia ini yang tidak tahu bahwa perbuatan mencuri itu tidak baik? Namun, pengetahuan tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan nafsu. Biarpun tahu bahwa perbuatan itu tidak benar dan tidak baik, namun kita tidak mampu mengalahkan dorongan nafsu dalam diri yang telah mencengkeram kita melalui hati akal pikiran dan panca-indera kita.

Tahu belum berarti mengerti. Bahkan biarpun mengetahui dan mengerti sekalipun, belumlah yakin kalau belum merasakan. Namun, kelengkapan dari tahu, mengerti dan dan merasapun tidak cukup kuat untuk menguasai gelora nafsu. Lalu bagaimana nasib kita ini kalau kita ini tidak dapat hidup tanpa nafsu, namun juga kita dicengkeram oleh nafsu? Bagaimana kita akan mampu mengalahkan nafsu, atau lebih tepat, bagaimana kita akan dapat mengendalikan nafsu dalam kedudukannya semula, yaitu menjadi alat dan hamba, menjadi peserta yang baik dari kita?

Tidak ada caranya! Karena cara ini merupakan jalan dari pikiran pula. Kita, dengan akal pikiran dan hati, tidak akan mungkin dapat mengalahkan nafsu kita. Hanya ada Satu yang dapat menguasai nafsu, yaitu Pencipta nafsu itu sendiri, Sang Maha Pencipta, Maha Kuasa yang menciptakan segala apapun didalam alam mayapada ini. Hanya kekuasaan Tuhan jualah yang mampu mengendalikan yang bengkok menjadi lurus, yang salah menjadi benar. Karena itu, satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah menyerah!

Menyerah lahir batin, menyerah sepenuhnya, dan penuh keikhlasan dan ketawakalan, sepenuh iman kita kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Dan kalau kekuasaan Tuhan sudah bekerja dalam diri kita, maka dengan sendirinya semua akan berjalan dengan baik dan sewajarnya menurut kodrat masing-masing.

Menyerah bukan dalam arti kata yang sempit, juga bukan dalam arti kata untuk mencari enaknya saja. Yang menyerah itu seluruh jiwa raga, sebagai dasar dari semua tindakan kita dalam hidup. Hati akal pikiran harus bekerja, bahkan bekerja dengan sepenuhnya, sesuai dengan kodratnya, sesuai dengan kewajibannya. Hati akal pikiran sudah diciptakan untuk bekerja membantu manusia, mengatur semua alat tubuh untuk bekerja, untuk mencukupi kebutuhan hidup di dunia ini.






Ki Liong selalu dipermainkan nafsu-nafsunya yang semakin kuat. Sebagai manusia, Ki Liong telah menjadi hamba nafsunya. Keadaan telah berbalik, maka setiap derap langkahnya dalam hidup, selalu ditujukan untuk mencari kesenangan, tanpa menghiraukan segala cara. Perintah nafsu setiap saat berteriak lantang dalam hatinya, sebaliknya, suara nurani yang memperingatkan hanya terdengar bisik-bisik dan sayup sampai saja.

Kini dia merasa menyesal, namun penyesalan yang tidak ada gunanya lagi. Andaiakata dia mendapatkan kesempatan kedua seperti ketika dia dimintakan ampun oleh Mayang, belum tentu dia akan benar-benar insyaf dan menjadi baik kembali. Selama nafsu masih mencengkeramnya, dia akan selalu saja melakukan penyelewengan untuk mengejar kesenangan. Karena tidak melihat jalan keluar, Ki Liong menjadi nekat dan diapun melawan mati-matian mengeluarkan segala kepandaiannya.

“Sing-sing-singgg……!”

Ki Liong menggerakkan pedangnya dengan nekat, mengerahkan tenaga sakti Thian-te-sin-kang dan pedangnya memainkan jurus ilmu pedang Gin-hwa-kiamsut menyambar-nyambar dengan dahsyat.

Namun, Kui Hong sudah mengenal baik ilmu dari kakeknya itu. Ia menyambut dengan tangkisan kedua pedangnya, kemudian, pada saat yang baik ia melihat kesempatan dan kedua pedangnya menyambut pedang Ki Liong dengan menggunting dari kanan kiri. Pedang Ki Liong tertahan dan ketika dia mengerahkan tenaga, tiba-tiba saja pedang di tangan kiri Kui Hong sudah meluncur ke depan sedangkan pedangnya yang kanan masih tetap menempel pedang lawan.

Ki Liong melihat luncuran sinar itu dengan mata terbelalak, tidak sempat lagi menghindar dan dia seolah melihat betapa pedang itu memasuki dadanya.

“Ohhhhhh…….!”

Ki Liong melepaskan pedangnya, mendekap dada yang terluka, lalu terhuyung. Kui Hong sudah meloncat kebelakang dan berdiri tegak dengan sepasang pedang di tangan, matanya memandang tajam. Ki Liong mundur dan terhuyung, memandang kepada Kui Hong dengan mata yang membayangkan kedukaan dan ketakutan, lalu diapun jatuh terjengkang dan tewas.

Kui Hong menoleh dan melihat betapa Hay Hay masih bertanding melawan Hek Tok Siansu dan Bi Lian masih menandingi seorang tosu Pek-lian-kauw yang tangguh. Juga ia melihat Han Siong berdiri nonton. Ia mengerutkan alisnya.

“Pek Han Siong, bagaimana sih engkau ini? Menjadi penonton saja dan tidak membantu Bi Lian dan Hay-ko?” tegurnya.

Han Siong tersenyum.
“Aku tidak mau dikatakan curang dan……”

“Ih, bodoh sekali, dalam pertandingan mengadu ilmu, memang tidak boleh melakukan pengeroyokan dan kecurangan, menang atau kalah harus seperti seorang pendekar sejati. Akan tetapi, yang kita hadapi ini adalah segerombolan tokoh sesat yang tidak segan melakukan segala macam kejahatan dan kecurangan. Mereka tadipun mengeroyok kami. Kita hadapi mereka untuk membasmi kejahatan, bukan untuk mengadu ilmu. Nah, terserah padamu, akan tetapi aku akan membantu Hay-ko!”

Setelah berkata demikian, tanpa banyak cakap lagi Kui Hong sudah melompat dan terjun ke dalam lapangan perkelahian, sepasang pedangnya menyambar dahsyat ke arah tubuh Hek Tok Siansu!

“Sing….! Sing……..!!”

Dua sinar berkliat, membuat Hek Tok Siansu terkejut karena dia tahu bahwa sepasang pedang itu lihai dan berbahaya sekali. Cepat dia menggerakkan kedua lengannya dan ujung lengan baju yang panjang itu menyambut sepasang pedang. Bagaikan dua ekor ular saja, lengan baju itu menangkap dan membelit sepasang pedang Kui Hong.

Gadis itu terkejut, berusaha menarik kembali sepasang pedangnya, namun belitan ujung lengan baju itu terlampau kuat dan sepasang pedang itu tidak dapat terlepas lagi.

Melihat ini, Hay Hay menyerang dari samping. Tentu saja Hek Tok Siansu maklum bahwa serangan Hay Hay jauh lebih berbahaya daripada sepasang pedang itu, maka terpaksa dia melepaskan libatan kedua ujung lengan bajunya pada pedang-pedang itu untuk dapat meloncat ke belakang dan mengelak.

“Hay-ko, mari kita basmi tosu iblis ini!” kata Kui Hong yang sudah bergerak menyerang lagi.

Namun, lebih mudah mengeluarkan ucapan itu daripada melaksanakannya. Hek Tok Siansu adalah seorang datuk yang sudah memiliki tingkat kepandaian tinggi sekali sehingga walau kini dikeroyok oleh Hay Hay dan Kui Hong, tetap saja dia dapat mempertahankan diri dengan ilmu-ilmu pukulannya yang dahsyat. Kadang dia mengeluarkan ilmu pukulan Angin Taufan, kadang mengerahkan tenaga sakti dan menyerang dengan ilmu pukulan Gelombang Samudera, bahkan kadang dia mengejutkan Kui Hong dengan serangan bergulingan seperti trenggiling, dan melancarkan pukulan jarak jauh dengan dorongan kedua tangannya sambil berjongkok dan dari perutnya keluar suara berkokokan.

Sementara itu, mendengar ucapan Kui Hong, Han Siong diam-diam kagum dan mengangguk membenarkan. Memang, perkelahian itu bukanlah adu kepandaian diantara orang-orang gagah, melainkan sebuah pertempuran antara mereka melawan segerombolan orang sesat. Tugas mereka adalah membasmi orang sesat.

Akan tetapi karena dia melihat bahwa isterinya sama sekali tidak membutuhkan bantuan, bahkan Bi Lian mendesak tosu yang menjadi lawannya, diapun ragu-ragu untuk membantu. Dia tidak ingin mengecewakan hati isterinya. Maka, dia tidak mau membantu secara langsung, hanya berseru dengan suara berwibawa, sambil menudingkan telunjuknya ke arah Lian Hwa Cu yang sedang repot menghindarkan rangkaian serangan Bi Lian.

“Lian-moi, tosu lawanmu itu hanya seorang yang kerdil dan lemah, sedangkan engkau memiliki tubuh raksasa dan bertenaga raksasa, kenapa tidak segera merobohkannya?”

Mendengar ucapan itu, diam-diam Bi Lian merasa heran karena ia tidak mengerti mengapa suaminya mengatakan ia bertubuh dan bertenaga raksasa sedangkan lawannya seorang kerdil dan lemah.

Akan tetapi, keheranannya bertambah menjadi terkejut sekali ketika melihat bahwa lawannya benar-benar dalam pandangannya menjadi seorang yang kerdil, hanya setinggi lututnya! Sebaliknya, tosu itupun terbelalak ketika mendengar ucapan itu kini melihat betapa lawannya menjadi seorang wanita yang tinggi besar menakutkan! Sebagai seorang ahli sihir, diapun segera menyadari bahwa ucapan tadi mengandung tenaga yang amat kuat dan telah mempengaruhinya, maka cepat dia mengerahkan kekuatan batinnya untuk membuyarkan pengaruh yang menakutkan itu.

Namun, pada saat itu Bi Lian sudah menyerang dengan pedangnya dan karena pedang itupun nampak besar dan panjang sekali, lebih panjang dari pada tingi tubuhnya, maka mengelak pun amat sukar bagi Lian Hwa Cu dan pinggangnya tersabet ujung pedang. Diapun terjungkal roboh dan tidak mampu bangkit kembali karena beberapa saat kemudian dia tewas.

Baru dua hari suami isteri ini saling berjumpa. Seperti yang telah diduga oleh Pek Han Siong, isterinya itu pergi mencari Hay Hay untuk meminjam mustika kemala penghisap racun ke Cin-ling-pai. Di Cin-ling-pai, Bi Lian tidak bertemu dengan Hay Hay, bahkan mendengar bahwa Kui Hong juga pergi mencari Hay Hay ke kota raja. Iapun segera pergi ke kota raja.

Han Siong yang juga mengejar isterinya itu, melakukan perjalanan cepat, tidak seperti Bi Lian yang mencari Hay Hay. Oleh karena itu, dua hari yang lalu, Han Siong berhasil menyusul Bi Lian dan suami isteri ini merasa gembira dan bahagia bukan main. Mereka baru saja melangsungkan pernikahan, akan tetapi di tengah perayaan itu datang gangguan yang membuat mereka saling berpisah. Dan pertemuan dengan suami tersayang itu semakin menjadi berbahagia ketika ia mendengar dari Han Siong bahwa ayahnya telah di sembuhkan oleh obat yang ditinggalkan Hek Tok Siansu. Dapat dibayangkan betapa suami isteri ini selama dua hari dua malam itu menumpahkan kerinduan dan kasih sayang hati masing-masing sebagai pengantin baru yang berbulan madu.

Dan pada hari kedua, ketika mereka sedang berbulan madu disebuah rumah penginapan, tidak melanjutkan usaha mereka mencari Hay Hay, dari dalam kamar penginapan itu mereka mendengar suara orang yang amat mereka kenal, yaitu suara Hek Tok Siansu!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar