Ads

Kamis, 11 Oktober 2018

Pendekar Kelana Jilid 12

Mendengar ini, Tong Li Koan menjadi marah. Bahkan kedua orang anaknya juga menjadi marah.

“Ayah, kita hajar saja orang kurang ajar ini!” kata Kim Lan sambil mencabut pedangnya.

“Kim Lan, dan engkau Kim Hok, jangan ikut campur. Dia bukan lawan kalian!” kata Tong Li Koan dan dia maju menghampiri Ang-bi Mo-li lalu berkata, “Mo-li, kalau kedatanganmu ini hendak menantang aku, aku tidak dapat menolaknya. Jangan dikira bahwa aku takut menghadapimu! Silakan!”

Dia lalu memasang kuda-kuda dan memegang huncwenya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya mencabut pedangnya.

Melihat ini, Ang-bi Mo-li tertawa terkekeh-kekeh, lalu tiba-tiba tangan kanannya bergerak dan tahu-tahu ia telah mencabut pedangnya dari punggung dengan amat cepatnya.

“Orang she Tong! Engkau memilih mati dari pada menyerahkan bagian timur bukit ini?” ejeknya.

“Akan kupertaruhkan nyawaku untuk bukit ini!” jawab Tong Li Koan dengan tegas.

“Bagus, lihat seranganku!”

Ang-bi Mo-li tanpa rikuh lagi sudah mulai menyerang. Pedangnya berkelebat disusul berkelebatnya hud-tim (kebutan) di tangan kirinya. Entah mana yang lebih berbahaya, pedangnya atau kebutannya karena keduanya menyambar dengan dahsyat dan mengirim serangan maut.

“Trang-traang…….!”

Si Huncwe Maut menangkis dengan pedang dan huncwenya, lalu balas menyerang dengan hebatnya pula. Ang-bi Mo-li juga dapat menghindarkan diri dari serangan Huncwe Maut. Terjadilah perkelahian yang amat menegangkan antara kedua orang yang namanya sudah terkenal di dunia persilatan itu.

Kalau kebutan itu berbahaya sekali karena dapat menjadi kaku untuk menusuk atau menotok lalu menjadi lemas untuk melilit senjata lawan, huncwe itu tidak kalah berbahayanya. Dengan gerakan tertentu Tong Li Koan dapat membuat huncwe itu memercikan api ke arah wajah lawan, lalu menotok jalan darah dengan ujungnya.

Berkali-kali kedua pedang bertemu dan berpijarlah bunga-bunga api yang menyilaukan mata. Kim Hok dan Kim Lan yang menonton pertandingan itu merasa tegang sekali. Mereka tidak tahu apakah ayah mereka akan menang atau kalah dalam pertandingan itu dan untuk membantu mereka tidak berani. Ilmu kepandaian mereka masih jauh untuk dapat membantu.

Akan tetapi Si Kong yang juga menonton pertandingan itu mengerutkan alisnya. Dengan tingkat kepandaiannya dia dapat mengikuti pertandingan itu dengan baik dan dia melihat betapa tingkat kepandaian wanita itu masih lebih tinggi dari pada kepandaian majikannya. Majikannya akan kalah, hal ini sudah dapat diduganya melihat jalannya pertandingan.

Dugaan Si Kong memang benar. Biarpun dalam hal tenaga kedua orang yang bertanding itu memiliki kekuatan seimbang, namun dalam hal kecepatan gerakan, Tong Li Koan atau si Huncwe Maut masih kalah sehingga kini perlahan-lahan wanita itu mendesaknya dengan sambaran kebutan dan pedangnya.

Baru setelah Tong Li Koan terdesak dan mundur terus, kedua orang anaknya mengetahui bahwa ayah mereka terdesak dan hampir kalah. Rasa takut terhadap wanita itu hilang karena melihat ayah mereka terancam bahaya maut, maka dua orang anak itu meloncat ke depan dan menggunakan pedang mereka untuk menyerang Ang-bi Mo-li!

Akan tetapi kebutan Ang-bi Mo-li menyambar. Kim Hok dan Kim Lan terlempar ke belakang dan bergulingan. Pada saat itu, pedang Tong Li Koan menusuk ke arah dada Ang-bi Mo-li. Wanita itu dengan cepatnya mengelak, kebutannya menyambar dan membelit pergelangan tangan Tong Li Koan yang memegang pedang.

Ketika Tong Li Koan mengayun huncwenya, dia kalah dulu karena pedang wanita itu telah mengenai ujung pundaknya. Dia berteriak dan meloncat ke belakang, pedangnya terampas dan pundaknya berdarah. Kim Hok dan Kim Lan melompat dekat ayah mereka.

“Ayah, engkau tidak apa-apa?” tanya Kim Hok.

“Ayah, pundakmu berdarah.” Kata Kim Lan.

Tong Li Koan menghela napas panjang.
“Aku telah kalah…..” katanya dengan nada sedih.






“Heh-heh-heh-hi-hik, engkau cukup jantan untuk mengaku kalah. Aku memberi waktu dua hari kepada kalian semua untuk meninggalkan bukit ini!” kata Ang-bi Mo-li.

“Nanti dulu……!” terdengar bentakan dan semua orang menengok memandang kepada Si Kong yang datang menghampiri karena pemuda inilah yang membentak tadi.

“Ang-bi Mo-li, enak saja kau bicara! Majikanku telah mengalah, hal itu sudah sepatutnya karena engkau seorang wanita. Akan tetapi engkau tidak tahu diri, hendak merampas hak milik orang lain begitu saja. Masih ada aku disini yang mempertahankannya dan kuharap engkaulah yang segera pergi dan jangan mengganggu majikanku!”

“Si Kong….!” Kim Lan berlari mendekati. “Apa kau sudah gila? Ia…. Ia akan membunuhmu!”

Si Kong tersenyum. Hatinya senang karena anak perempuan majikannya ini mengkhawatirkan dirinya. Kim Lan selama ini bersikap ramah dan baik sekali kepadanya.

“Terima kasih, nona. Sebaiknya nona kembali kepada loya, biar aku hadapi iblis betina itu!”

Kim Lan berlari kembali kepada ayahnya.
“Ayah…….!” ia hendak minta ayahnya mencegah wanita itu membunuh Si Kong yang berani mati membela keluarganya. Akan tetapi ayahnya menggeleng kepala dan memandang kepada Si Kong dengan sinar mata heran dan kagum.

Dengan langkah lebar dan tenang Si Kong kini menghampiri Ang-bi Mo-li. Sejenak iblis betina inipun tertegun dan heran melihat seorang pemuda remaja berani berkata dan bersikap seperti itu kepadanya. Apalagi pemuda remaja itu menyebut Tong Li Koan sebagai majikannya. Pemuda ini tentu hanya seorang pembantu!

“Kau….. kau siapa?” tanyanya, alisnya berkerut dan pedangnya menuding ke arah muka Si Kong.

“Namaku Si Kong dan aku menjadi penggembala kerbau disini.”

Ang-bi Mo-li sudah menguasai keheranannya dan kini ia tertawa terkekeh-kekeh.
“Penggembala kerbau? Hah-hah-heh-heh-heh-heh, Tong Li Koan, tidak malukah engkau dibela oleh penggembala kerbaumu? Suruh dia mundur, karena dia berani menentangku berarti dia akan mati di tanganku!”

Tong Li Koan menghela napas panjang. Tentu saja dia merasa malu kalau penggembala itu sampai mengorbankan nyawa untuknya.

“Si Kong, mundurlah. Aku tidak ingin melihat engkau mati untukku.”

“Lo-ya, harap jangan khawatir. Aku tidak akan mati oleh wanita ini. Ang-bi Mo-li, kalau engkau tidak berani melawan aku, bilang saja terus terang, tidak perlu bicara dengan majikanku!”

“Bocah setan! Engkau tadi telah dikhianati kongcumu dan sekarang engkau bahkan hendak membela ayahnya? Kongcumu yang melukai kerbaumu, aku melihatnya sendiri.”

“Cukup! Urusan kami tidak ada sangkut pautnya denganmu, Ang-bi Mo-li!”

Kini Ang-bi Mo-li benar-benar marah. Tentu saja ia tidak takut kepada Si Kong, hanya merasa malu kalau harus bertanding melawan seorang pemuda remaja penggembala kerbau!

“Bocah gila! Kalau engkau sudah bosan hidup, majulah. Akan tetapi sekali kau maju, engkau pasti akan mampus!”

“Dan aku tidak akan membunuhmu, Ang-bi Mo-li! Aku tidak akan sekejam itu.”

Ang-bi Mo-li menyarungkan pedangnya di punggung dan memegang kebutannya dengan tangan kanan. Tanpa pedang, bahkan tanpa kebutan sekalipun ia akan mampu membunuh pemuda remaja itu.

“Ang-bi Mo-li, kalau engkau menurunkan tangan keji membunuh seorang pemuda remaja, engkau akan menjadi bahan ejekan orang sedunia kangouw!” kata Tong Li Koan dalam usahanya untuk menghindarkan Si Kong dari kematian.

“Heh-heh-heh, aku tidak sebodoh itu, Tong Li Koan. Aku tidak akan membunuhnya, hanya akan membuat kedua kakinya lumpuh selama hidupnya, heh-heh!”

Sementara itu, melihat betapa lihainya wanita itu mempergunakan kebutannya sebagai senjata, Si Kong tidak berani main-main dan dia sudah menyambar sebuah tongkat bambu yang biasa dia pergunakan untuk memikul keranjang rumput.

“Ang-bi Mo-li, aku sudak siap, tidak perlu terlalu banyak bicara lagi!” katanya sambil menghadapi wanita itu dengan tongkat di tangan.

“Heh-heh, kau sudah siap untuk menjadi lumpuh seumur hidupmu? Nah, sambutlah serangan ini!” Ang-bi Mo-li sudah menggerakkan kebutannya dengan cepat sekali.

“Wuuuttt……!”

Ang-bi Mo-li terkejut melihat betapa pemuda itu dengan mudah dan lincahnya mengelak dengan loncatan ke kiri, dan tiba-tiba saja tongkatnya di tangan sudah terayun dan mengancam pinggul kirinya. Tentu saja wanita ini tidak mau pinggul kirinya digebuk tongkat. Ia mengayun kebutannya untuk menangkis dengan membuat kebutan itu menjadi kaku dengan maksud untuk membentur tongkat itu agar terlepas dari pegangan si penggembala kerbau.

“Takkk….!”

Kembali Ang-bi Mo-li terkejut bukan main karena ketika kebutannya menangkis tongkat, tangannya tergetar hebat karena tongkat itu ternyata mengandung tenaga yang sangat kuat! Dan ia hampir terpekik kaget karena begitu tertangkis tongkat itu sudah membalik dan kini menghantam ke arah pundaknya! Ia menggunakan kelincahannya untuk mengelak, namun nyaris pundaknya terkena hantaman tongkat.

Dari rasa kaget, wanita itu menjadi marah bukan main. Hampir ia tidak dapat percaya bahwa pemuda tanggung itu dapat memiliki tenaga demikian kuat dan kecepatan gerakan tongkat yang luar biasa.

“Bocah setan, mampuslah!”

Ia berseru dengan marah dan menggerakkan kebutannya untuk menyerang lebih cepat dan kuat lagi. Kini ia tidak perduli lagi apakah serangannya akan membunuh lawan ini. Kebutan itu menegang dan menusuk ke arah leher Si Kong. Akan tetapi kembali Si Kong menggerakkan tongkatnya yang menggetar ujungnya untuk menangkis.

“Plakk!”

Ketika kebutan bertemu tongkat, Ang-bi Mo-li mengubah tenaganya dan kebutan itu menjadi lemas dan membelit tongkat itu. Ia ingin merampas tongkat itu sebelum menghajar pemiliknya.

Akan tetapi untuk yang kesekian kalinya ia terkejut. Kebutannya sama sekali tidak mampu merampas tongkat. Biarpun ia menarik dengan tenaga dalam yang kuat, tongkat itu tidak bergeming bahkan kini tongkat itu membalik dan ujungnya yang lain menyodok perutnya!

“Ihh…..!”

Ang-bi Mo-li berseru dan melepaskan libatan kebutannya sambil meloncat ke belakang. Si Kong kini mendesak maju dan mainkan ilmu silat tongkat Ta-kaw Sin-tung. Tongkatnya seolah berubah menjadi banyak dan ujung-ujung tongkat dengan gencarnya menghujankan gebukan kepada lawannya, Ang-bi Mo-li terkejut bukan main melihat gerakan tongkat itu, gerakan ilmu tongkat yang mengingatkan ia akan seorang tokoh besar dunia persilatan. Kembali ia memutar kebutannya untuk melindungi dirinya sambil berloncatan ke belakang.

“Tahan dulu!” serunya setelah ia mendapatkan kesempatan.

Mendengar seruan itu, Si kong menahan tongkatnya, memegang tongkat itu melintang di depan dadanya.

“Apa hubunganmu dengan Yok-sian Lo-kai?” tanya Ang-bi Mo-li.

“Beliau adalah guruku!” kata Si Kong yang kembali mulai menyerang sambil berseru, “Lihat seranganku!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar