Ads

Kamis, 11 Oktober 2018

Pendekar Kelana Jilid 14

Dalam perantauannya, pada suatu pagi yang cerah Si Kong mendaki sebuah bukit yang penuh dengan hutan pohon-pohon besar yang oleh penduduk di bukit-bukit lain disebut Bukit Iblis. Justeru mendengar sebutan Bukit Iblis inilah yang membuat hati Si Kong tertarik sehingga pagi itu dia mendaki Bukit Iblis, sebuah diantara bukit-bukit di pegunungan Thian-san yang amat luas dan penuh perbukitan itu.

"Kenapa bukit itu disebut Bukit Iblis?" tanya kepada pemilik rumah di dusun pegunungan dimana dia numpang menginap.

"Entahlah, akan tetapi tidak ada seorangpun berani naik ke bukit yang kabarnya dihuni oleh iblis-iblis yang mengerikan. Kabarnya, dahulu setiap kali ada orang berani mendaki bukit itu, tidak kembali lagi ke bawah dan lenyap begitu saja."

Si Kong sudah mendapat pendidikan cukup dari Yok-sian Lo-kai dan Kwa Siucai. Dia seorang pemberani dan tidak percaya akan tahyul, maka mendengar keterangan itu, timbul keinginan hatinya untuk menyelidik keadaan Bukit Iblis itu. Setelah tiba di lereng teratas, Si Kong tersenyum sendiri. Penduduk dusun yang tahyul itu, pikirnya. Disitu tidak ada apa-apa kecuali pemandangan yang indah sekali di pagi hari yang cerah itu! Apalagi iblis! Tidak nampak bayangannya sekalipun.

Akan tetapi tiba-tiba Si Kong menahan langkahnya. Dia mendengar bunyi langkah orang di belakangnya! Dia cepat menengok dan tidak melihat siapa-siapa. Dia melangkah maju lagi dan kembali terdengar langkah dua orang, langkah yang terdengar lembut sekali. Kalau dia tidak mengetahui kekuatan pendengarannya dan menahan napas, dia tidak akan dapat mendengar langkah itu. Tepat di belakangnya!

Cepat sekali dia menoleh ke belakang akan tetapi kembali dia kecelik. Tidak nampak seorangpun di belakangnya! Dia mulai bergidik ngeri. Benarkah ada iblis di tempat ini? Siang hari ada iblis berkeliaran? Ataukah manusia-manusia yang mengeluarkan bunyi langkah itu? Kalau manusia tentu ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai tingkat tinggi sekali.

Dia mendaki terus ke puncak. Ternyata puncak bukit itu datar dan merupakan padang rumput yang cukup luas. Ketika dia tiba di atas, dia melihat belasan orang laki-laki yang bertubuh kekar sedang berkumpul, duduk mengelilingi batu besar dimana duduk seorang laki-laki tinggi besar seperti raksasa yang berusia kurang lebih empatpuluh tahun.

Dari sikap dan lagaknya, mudah diketahui bahwa laki-laki raksasa itu tentulah menjadi pemimpin belasan orang itu. Dia menyelinap di balik semak-semak dan mengintai. Kiranya mereka itu orang-orang biasa yang bertubuh kekar kuat dan bersikap kasar. Dan bukan iblis-iblis!

Raksasa yang duduk di atas batu besar itu mengembangkan kedua lengannya dan berkata dengan suara lantang.

"Saudara-saudaraku, bagaimana kalian berpendapat tentang bukit ini kalau menjadi sarang kita yang baru? Ha-ha-ha, tempat ini sunyi tak pernah didatangi orang yang takut karena nama bukit ini Bukit Iblis. Ha-ha-ha, sekarang benar-benar menjadi Bukit Iblis dan iblisnya adalah kita."

Belasan orang ikut tertawa sehingga suara tawa mereka riuh rendah memenuhi permukaan bukit itu. Kalau ada orang mendengarnya, tentu akan mengira bahwa iblislah yang tertawa itu.

"Tempat ini baik sekali, twako! Kami merasa cocok untuk tinggal disini. Di hutan-hutan bawah itu terdapat banyak kayu besar dan bambu, mudah bagi kita untuk membuat bangunan-bangunan untuk kita tinggal."

Pada saat itu terdengar suara orang terkekeh-kekeh saling sahutan. Dari suara tawa yang berbeda-beda itu dapat diketahui bahwa yang tertawa itu lebih dari satu orang. Kemudian nampak tiga sosok bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu disitu telah berdiri tiga orang yang menyeramkan.

Yang seorang tinggi kurus seperti tiang bambu, kepalanya juga panjang kecil sehingga nampak aneh sekali. Orang kedua pendek gendut dan segalanya yang ada pada orang ini bundar belaka, jauh sekali bedanya dengan orang pertama yang serba kecil panjang. Orang ketiga bertubuh katai seperti kanak-kanak, akan tetapi mukanya menunjukkan bahwa dia sudah tua, sedikitnya lima puluh tahun usianya dan lebih muda sedikit saja dari dua orang terdahulu. Tiga orang ini muncul sambil tertawa-tawa.

"Ha-ha-he-heh-heh!" Orang pertama yang tinggi kurus berkata sambil tertawa-tawa. "Segerombolan setan kecil berani mengganggu daerah kami, sungguh sudah bosan hidup!"

"Jangan, Sam-kwi (Setan ke Tiga), jangan bunuh. Mereka perlu untuk menjadi pelayan-pelayan kita. Kita bikin tempat kita ini menjadi istana dengan belasan orang pelayannya, heh-heh!"

"Benar apa yang dikatakan Thai-kwi (Setan Tertua), Sam-kwi. Akupun sudah bosan setiap hari mencari makanan sendiri!"






Mendengar ucapan tiga orang itu, si raksasa yang memimpin limabelas orang anak buahnya itu terbelalak.

"Apakah kalian yang berjuluk Liok-te Sam-kwi (Tiga Iblis Bumi)?"

Kakek yang gendut bundar tertawa.
"Ha-ha-ha, setan cilik ini cerdik juga, sudah dapat menduga siapa adanya kita. Setan-setan cilik, setelah kalian ketahui siapa kami, hayo lekas berlutut dan berjanji untuk menjadi pelayan-pelayan kami yang patuh!"

Raksasa yang berdiri di atas batu besar itu bangkit berdiri, tubuhnya yang tinggi besar penuh otot mengembang itu menyeramkan dan dia berkata dengan lantang.

"Liok-te Sam-kwi, orang lain boleh merasa takut kepada kalian bertiga. Akan tetapi kami tidak takut kepada kalian. Kalau kalian tidak cepat pergi dari sini, kami enambelas orang pasti akan menyingkirkan kalian dengan paksa."

Thai-kwi yang bertubuh pendek gendut itu tertawa mendengar ucapan ini.
"Ji-kwi dan Sam-kwi, kalian mendengar bualan itu? Mari kita hajar mereka agar mengenal siapa kita, akan tetapi jangan dibunuh, kita membutuhkan tenaga mereka untuk melayani kita!"

Kepala gerombolan itu meloncat turun dari atas batu besar, mencabut sebatang golok besar dari punggungnya dan memberi aba-aba kepada para anak buahnya,

"Serbu..! Bunuh mereka...!"

Lima belas orang anak buahnya juga sudah mencabut golok masing-masing dan dengan ganas mereka menyerang tiga orang aneh itu.

Si Kong dalam persembunyiannya melihat betapa tiga orang itu kelihatan tenang saja, akan tetapi setelah serangan keroyokan itu dilakukan, mereka bergerak cepat mengelak dan membalas dengan tamparan dan tendangan mereka itu. Hebat sekali memang gerakan mereka itu. Mereka tidak memegang senjata akan tetapi gerakan mereka demikian cepat sehingga sukar diikuti dengan mata, tahu-tahu para pengeroyok itu berpelantingan terkena sambaran tangan atau kaki mereka. Golok-golok beterbangan terlepas dari tangan mereka dan dalam waktu pendek saja enambelas orang itu sudah roboh semua!

Diam-diam Si Kong memandang dengan kagum. Diantara tiga orang itu dia melihat si pendek gendut yang paling lihai. Akan tetapi yang diherankan diantara tiga orang ini walaupun memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi, masih belum mampu melangkah seperti yang didengarnya ketika mendaki bukit ini tadi. Langkah-langkah orang di belakangnya akan tetapi begitu dia menengok, tidak nampak orangnya!

Agaknya ginkang tiga orang ini belum setinggi yang dia dengar langkahnya tadi. Betapapun juga, harus diakui bahwa tiga orang itu lihai sekali. Dikeroyok enambelas orang yang rata-rata memiliki tenaga besar, begitu mudahnya bagi tiga orang itu untuk merobohkan mereka semua.

Raksasa itu agaknya terkena tendangan yang paling parah karena dia tidak dapat segera bangun, hanya mengaduh-aduh sambil memegang dadanya yang tertendang oleh kaki si pendek gendut.

"Ha-ha-ha-ha!" Tiga orang itu kini tertawa-tawa. "Apakah kalian sudah mengenal kami?"

Si pendek gendut yang menjadi orang pertama dari Tiga Iblis itu menghampiri pimpinan belasan orang itu.

Raksasa itu maklum bahwa dia dan teman-temannya tidak akan menang melawan tiga Datuk Iblis itu, maka diapun terpaksa mengakui kekalahannya daripada dibunuh.

"Kami telah kalah dan meyerah atas pimpinan sam-wi."

"Bagus! Mulai sekarang kalian enambelas orang menjadi anak buah kami, siapa berani membangkang akan kami bunuh!" kata pula si pendek gendut dengan girang.

Si Kong menyaksikan semua ini dan dia tidak ingin mencampuri. Itu adalah urusan orang-orang kang-ouw yang sesat saling berebut kekuasaan di Bukit Iblis itu. Tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya dan dia tidak ingin mencampuri. Biarlah kalau tiga orang Iblis ini menguasai bukit ini dan mengambil belasan orang itu sebagai anak buah mereka.

Akan tetapi selagi dia hendak pergi menyingkir dari tempat itu agar jangan terlibat, tiba-tiba terdengar lengkingan panjang yang membuat dia terkejut dan terpaksa Si Kong tidak jadi pergi, tetap mendekam di balik semak-semak untuk melihat apa yang akan terjadi.

Suara melengking tinggi itu bukan saja nyaring, akan tetapi juga mengandung getaran yang membuat semua orang yang mendengarnya merasa jantung mereka terguncang hebat. Belasan orang yang tadi kena hajar dan belum pulih benar, mendengar lengkingan ini menjadi panik dan mereka roboh kembali karena tidak dapat menahan guncangan jantung mereka.

Adapun tiga orang Datuk Iblis itu juga nampak terkejut dan mereka memejamkan mata, mengerahkan sinkang untuk melindungi jantung mereka dan menolak pengaruh yang hebat dari lengkingan panjang itu. Si Kong sendiri menahan napas dan mengerahkan sinkang untuk melindungi jantungnya. Belum habis suara melengking itu, disusul suara gerengan yang juga amat hebat. Gerengan ini seperti gerengan harimau yang mengguncangkan jantung.

Dua suara yang sama kuat getarannya ini seperti saling sahutan dan akhirnya dua suara ini berhenti dan entah dari mana datangnya, diatas batu besar yang tadi diduduki raksasa pemimpin gerombolan itu, telah berdiri dua orang kakek.

Yang seorang berusia sedikitnya enampuluh tahun, kepalanya besar sekali, sungguh menyolok karena berbeda dengan tubuhnya yang kecil. Kedua telinganya juga lebar bukan seperti telinga manusia biasa, kepalanya botak dan dia mengenakan baju serba putih, tangan kanannya memegang sebuah tongkat kayu berbentuk ular dan panjangnya sampai kepundaknya.

Orang kedua juga aneh. Kepalanya penuh rambut yang tebal dan panjang sampai ke punggung, mukanya juga penuh rambut seperti muka monyet, kedua lengannya panjang sekali sampai melebihi lututnya ketika bergantung di kanan kirinya. Tangan kanannya memegang sebatang pecut seperti yang biasa dipegang oleh para penggembala ternak. Pakaiannya serba hitam.

Si Kong terkejut sekali melihat mereka. Dia sendiri tidak tahu kapan mereka itu datang, tahu-tahu telah berada di atas batu itu. Sekarang tahulah dia siapa yang tadi terdengar langkahnya akan tetapi tidak nampak orangnya. Tentu kedua orang kakek aneh ini. Mereka memiliki ginkang yang sukar di ukur tingginya. Dia sendiri yang sudah mahir ilmu Liok-te Hui-teng yang membuat dia dapat bergerak seperti terbang cepatnya, sama sekali tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan dua orang kakek ini.

Liok-te Sam-kwi (Tiga Setan Bumi) itu juga terkejut melihat munculnya dua orang aneh ini. Mereka bertiga adalah tokoh-tokoh dunia sesat yang terkenal namun belum pernah mereka bertemu dengan dua orang ini. Dan melihat kemunculan mereka, tiga orang itu teringat akan dua nama yang amat ditakuti para tokoh persilatan. Dua nama yang hanya dikenal nama akan tetapi jarang ada orang bertemu dengan dua orang ini.

Thai-kwi, orang pertama dari Liok-te Sam-kwi yang pendek gendut, segera memberi hormat dari tempat dimana dia berdiri. Dia mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai penghormatan dan dengan suaranya yang besar dia berkata,

"Kalau kami tidak salah duga, ji-wi tentu yang dijuluki Ji Ok (Dua Yang Jahat). Kalau benar demikian, kami bertiga Liok-te Sam-kwi menghaturkan hormat kami kepada ji-wi lo-cian-pwe!"

Dengan menyebut ji-wi lo-cian-pwe, Thai-kwi telah merendahkan diri dan ini menandakan bahwa dia jerih menghadapi kedua orang aneh itu. Melihat sikap Thai-kwi yang merendahkan diri, kakek yang kepalanya besar tertawa, suara tawanya menggelegar dan membuat seluruh puncak bukit itu tergetar.

"Hoa-ha-ha-ha, bagaimana pendapatmu, Ji Ok (Jahat Ke Dua)? Kita berdua berjuluk Thao-mo-ong (Raja Iblis Tertua) dan Ji-mo-ong (Raja Iblis ke Dua) dan sekarang muncul mereka yang mengaku Liok-te sam-kwi dan hendak menguasai Bukit Iblis ini? Apa yang harus kita lakukan terhadap Siauw-kwi (Iblis Cilik) ini?"

"Toa-ok, kenapa pusing-pusing memikirkan hal itu? Bunuh saja mereka agar tidak menjadi saingan dan penghalang bagi kita!" kata kakek seperti monyet yang berpakaian serba hitam itu.

"Ha-ha-ha-ha! Engkau benar sekali, Ji Ok. Nah, kalian bertiga sudah mendengar sendiri. Liok-te Sam-kwi, kami tidak ingin mengotorkan tangan untuk membunuh kalian. Nah, sekarang cepat kalian bertiga membunuh diri di depan kami!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar