Ads

Kamis, 11 Oktober 2018

Pendekar Kelana Jilid 15

Liok-te Sam-kwi terkejut bukan main. Ini sudah keterlaluan sekali. Mereka diminta membunuh diri agar tidak menjadi saingan dan tidak menghalangi mereka berdua. Ini namanya terlalu memandang rendah kepada mereka! Orang ketiga dari Liok-te Sam-kwi yang bertubuh katai seperti kanak-kanak ternyata seorang cerdik. Dia hendak menggunakan tenaga enambelas orang gerombolan yang baru saja menyerah kepada mereka. Dia meloncat ke depan pimpinan gerombolan itu dan berkata,

"Kami perintahkan kalian semua untuk mengeroyok dua orang kakek itu!"

Enambelas orang itu tidak berani membangkang. Mereka sudah mencabut golok mereka dan mengepung dua orang kakek itu, sedangkan Liok-te Sam-kwi sendiri juga sudah bersiap-siap.

Si Kong menonton dari tempat persembunyiannya dengan penuh perhatian. Jantungnya berdebar tegang karena dia tahu bahwa sekarang akan terjadi pertandingan yang hebat. Tiga orang Liok-te Sam-kwi itu memiliki ilmu kepandaian yang hebat, akan tetapi kedua orang kakek Toa Ok dan Ji Ok ini agaknya memiliki ilmu yang lebih hebat lagi.

Karena dapat menduga bahwa mereka menghadapi lawan yang berat, Liok-te Sam-kwi mengeluarkan senjata masing-masing. Orang pertama yang gendut bundar itu mengeluarkan sebuah rantai baja yang ujungnya dipasangi kaitan dari pinggangnya dimana rantai itu tadinya dilibatkan.

Orang kedua yang tinggi kurus itu mencabut sebatang pedang dari punggungnya dan orang ketiga yang katai mencabut sepasang golok kecil dari punggungnya pula. Bersama enambelas orang gerombolan yang sudah menjadi anak buah mereka itu, mereka kini mengepung batu besar dimana Toa Ok dan Ji Ok berdiri. Dua orang Raja Iblis ini tersenyum-senyum saja dengan tenangnya, seolah dua orang dewasa menghadapi pengeroyokan anak-anak kecil saja.

Tiba-tiba, seperti sudah bersepakat lebih dulu, Toa Ok si kepala besar meloncat turun dari atas batu, kearah kiri sedangkan Ji Ok Si Muka Monyet itu meloncat turun ke arah kanan sehingga mereka terpisah menjadi dua.

Para pengeroyoknya juga terbagi menjadi dua. Si gendut dan si katai bersama delapan orang anak buah sudah mengepung Toa Ok. Sedangkan si tinggi kurus bersama delapan orang anak buah yang lain mengepung Ji Ok.

"Hyaaatt..!"

Si gendut sudah memulai dengan serangannya. Cambuk rantainya menyambar dan menjadi sinar putih menghantam ke arah leher Toa Ok. Gerakan ini disusul pula oleh si katai yang menggerakkan sepasang goloknya. Demikian pula delapan orang anak buah mereka sudah menggerakkan golok masing-masing untuk mengeroyok.

Toa Ok tertawa bergelak dan tahu-tahu tubuhnya meloncat ke atas dengan kecepatan kilat. Sambil meloncat dia menggerakkan tongkat ularnya ke bawah dan sekali tongkat itu menyambar, robohlah empat orang anak buah gerombolan itu dengan kepala pecah!

Ji Ok juga dikepung rapat oleh si tinggi kurus dan delapan orang anak buahnya. Si tingi kurus itu menggerakkan pedangnya dan menyerang dengan cepat sekali, diikuti oleh delapan orang anak buah yang menggerakkan golok mereka. Akan tetapi Ji Ok memandang rendah mereka. Pecutnya meledak-ledak dan nampak seperti kepulan asap ketika pecut itu meledak-ledak. Tubuhnya sendiri berkelebat lenyap dari kepungan sembilan orang itu dan ketika pecutnya berhenti meledak, sudah ada empat orang pengeroyok terkapar dengan leher hampir putus! Gerakan pecutnya sedemikian lihainya sehingga pecut itu menjadi tajam seperti pedang.

Liok-te Sam-kwi mengeroyok dan berusaha mati-matian untuk merobohkan Toa Ok dan Ji Ok, akan tetapi mereka itu kalah cepat dan kalah kuat tenaganya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, begitu tongkat ular berhenti menyambar dan pecut berhenti meledak, semua pengeroyok itu, Liok-te Sam-kwi bersama enambelas orang anak buah mereka, telah roboh dan tewas semua!

Dua orang kakek itu meloncat lagi ke atas batu besar dan keduanya tertawa terkekeh saking gembiranya telah dapat membunuh sekian banyaknya orang dalam waktu singkat.

Si Kong bergidik. Sungguh tepat mereka disebut Toa Ok dan Ji Ok, Si Jahat Pertama dan Si Jahat Kedua dengan julukan Thai-mo-ong dan Ji-mo-ong! Tanpa sebab yang jelas mereka membunuhi belasan orang begitu saja. Karena tidak dapat menahan lagi menonton pertunjukan yang kejam itu, Si Kong membuat gerakan hendak pergi dari tempat persembunyiannya. Dia lupa betapa lihainya dua orang Raja Iblis itu. Baru saja beberapa langkah dia maju, tiba-tiba Ji Ok sudah berseru dengan suaranya yang tinggi kecil.

"Siapa itu? Berhenti atau kamu mati!"






Si Kong terkejut dan baru teringat bahwa sedikit gerakan saja tentu akan diketahui oleh mereka yang amat lihai. Dia berhenti melangkah dan membalikan tubuh. Kini dia sudah berdiri di balik semak dan dapat nampak oleh dua Raja Iblis itu dari pinggang ke atas.

Melihat betapa orang itu hanya seorang pemuda remaja yang membawa buntalan pakaian di ujung pikulan bambunya, dua orang kakek itu mendengus marah.

"Engkau melihat apa?" bentak Ji Ok pula.

Karena masih muak menyaksikan pembunuhan atau pembantaian keji itu, seperti dengan sendirinya Si Kong menjawab,

"Saya melihat pembantaian di luar perikemanusiaan!"

Dua orang kakek itu tertegun, lalu tertawa bergelak. Ji Ok menggerakkan pecutnya ke bawah. Pecut itu meledak dan menyambar ke bawah, ujungnya sudah melibat sebatang golok milik anak buah gerombolan dan sekali menggerakkan pecutnya, golok itu sudah terbang dan menancap di depan kaki Si Kong.

"Pungut pedang itu dan gorok lehermu sendiri!" Ji Ok membentak pula.

Panas hati Si Kong. Dia tahu bahwa dua orang kakek itu lihai sekali, akan tetapi dia tidak takut. Apalagi disuruh membunuh diri sendiri. Mana mungkin dia dapat menaati perintah yang keji itu? Dia membungkuk perlahan memungut golok itu. Akan tetapi dia tidak menggorok batang leher sendiri melainkan menggunakan jari tangan menekuk golok itu.

"Pletakkk!" Golok itu patah menjadi dua dan dilempar ke atas tanah oleh Si Kong.

Melihat ini, Ji Ok menjadi marah sekali. Gerakan Si Kong mematahkan golok itu dianggapnya sebagai tantangan kepadanya! Dia ditantang oleh anak kemarin sore, seorang pemuda remaja! Akan tetapi Ji Ok masih merasa segan untuk bermusuhan dengan seorang bocah remaja. Hal itu dianggapnya memalukan sekali. Merendahkan kedudukannya sebagai datuk besar. Dengan kemarahan yang ditahan-tahan dia menendang ujung batu besar itu.

Ujungnya pecah dan pecahan batu sebesar kepala itu meluncur dan menyambar ke arah kepala Si Kong! Akan tetapi dengan tenang saja Si Kong menarik kepalanya ke belakang sehingga sambaran batu itu luput. Melihat ini, Ji Ok merasa semakin penasaran! Pecutnya kini menyambar-nyambar ke bawah, membelit golok-golok yang berada di bawah dan menyambitkan golok-golok itu ke arah Si Kong.

Golok-golok itu beterbangan menyambar, akan tetapi dengan sigap dan mudahnya Si Kong mengelak dan semua golok yang disambitkan dengan pecut itu tidak ada sebuahpun yang mengenai dirinya. Tidak kurang dari sembilan buah golok yang menyambar ke arah tubuhnya dan semua dapat di elakkan. Sekarang Ji Ok merasa heran juga. Sambitannya tadi cepat dan kuat sekali. Akan tetapi bocah itu dapat mengelak dengan amat mudahnya.

"Ha-ha, Ji Ok. Engkau sekali ini dipermainkan seorang bocah cilik!"

"Jangan mentertawakan aku, Toa Ok! Kulihat anak ini bukan anak sembarangan, kalau tidak mana mungkin dia dapat mengelak dari semua golok itu?"

"Hemm, kalau dia sampai lolos dan menceritakan di dunia kangouw betapa dia sudah mampu menghindarkan diri dari seranganmu, bukankah kita akan menjadi buah tertawaan orang sedunia? Sekarang, selagi tidak ada orang lain melihatnya, mari kita berlumba, siapa antara kita yang lebih dulu dapat membunuhnya!"

"Baik!" Kata Ji Ok dan mereka berdua sudah melayang dari atas batu itu ke arah Si
Kong.

Anak ini sudah tahu akan niat mereka. Biarpun dia tahu bahwa kedua orang kakek itu bukanlah lawannya, namun dia tidak putus asa. Selagi masih hidup, dia harus mempertahankan hidupnya. Dia sudah menurunkan buntalan pakaiannya dan memegang pikulan bambunya sebagai tongkat. Begitu menyambar, kedua orang kakek itu sudah menggerakan senjata sebelum kaki mereka turun ke tanah. Tongkat ular di tangan Toa Ok berlumba cepat dengan pecut di tangan Ji Ok.

"Wuuuuutttt...!"

Si Kong maklum betapa besar bahayanya penyerangan itu. Dia lalu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya Liok-te Hui-teng dan berkelebat dengan cepatnya mengelak dari sambaran kedua senjata itu.

"Wuuuutt... tarrr...!"

Tongkat dan pecut itu menyambar ganas akan tetapi tidak mengenai sasarannya. Kedua orang datuk itu terkejut dan heran bukan main. Mereka berdua menyerang dengan berbareng dan anak itu dapat menghindarkan diri! Ini saja sudah merupakan hal yang luar biasa sekali. Tokoh-tokoh kang-ouw jarang ada yang mampu menghindarkan diri kalau mereka menyerang seperti tadi dan bocah itu mempergunakan gin-kang yang amat hebat sehingga dapat bergerak lebih cepat dari pada sambaran senjata mereka!

Toa Ok mengeluarkan suara gerengan aneh saking penasaran dan marahnya dan dia sudah menyerang dengan tongkatnya yang ditusukkan ke arah dada Si Kong dengan penuh keyakinan bahwa Si Kong pasti akan tewas sekali ini.

Si Kong melihat gerakan tongkat dan diapun mengerakkan tongkat bambunya untuk menangkis sambil menggetarkan ujung tongkat bambunya.

"Tukkk...!"

Dua batang tongkat bertemu dengan kuatnya dan Si Kong membuat tongkatnya terpental dan diapun ikut meloncat sehingga serangan Toa Ok gagal lagi.

Melihat ini, Ji Ok juga menyerang dengan pecutnya yang dibuat menjadi lemas. Pecut itu menyambar ke arah leher Si Kong, kalau mengenai sasaran akan membelit leher dan sekali sentak dengan tenaga sin-kang, leher bocah itu tentu akan putus!

Akan tetapi kembali tongkat ditangan Si Kong menangkis dan ketika ujung cambuk hendak membelit tongkat bambu, Si Kong telah lebih dahulu mengirim tendangan kakinya ke arah pergelangan tangan lawan yang memegang cambuk.

Ji Ok melihat betapa tendangan itu kuat sekali. Dia tidak ingin pergelangan tangannya tertendang, maka terpaksa dia menarik kembali cambuknya, tidak jadi melibat tongkat. Kini kedua orang datuk itu marah sekali, akan tetapi mereka juga merasa malu kalau harus mengeroyok seorang pemuda remaja dengan menggunakan senjata mereka!

"Ji Ok, kita bunuh anak ini dengan tangan kosong saja!" kata Toa Ok dengan muka berubah merah karena merasa malu.

"Baik!" kata Ji Ok yang segera menyimpan sabuknya, diikatkan dipinggangnya sedangkan Toa Ok menancapkan tongkatnya di tanah.

Kini mereka menghampiri Si Kong dengan tangan kosong. Akan tetapi jangan dikira dengan tangan kosong itu mereka menjadi kurang berbahaya. Kedua orang datuk ini telah memiliki tenaga dalam yang luar biasa kuatnya. Toa Ok yang berkepala besar itu memiliki sinkang yang berhawa panas dan yang dapat menghanguskan tubuh lawan dengan pukulannya. Sebaliknya Ji Ok memiliki sinkang berhawa dingin. Dengan pukulan tangannya, dia mampu membuat lawan roboh dan tewas dengan darah membeku!

Si Kong bukan tidak maklum akan kesaktian dua orang kakek itu. Juga dia mengerti bahwa dua orang datuk besar ini merasa marah dan malu sehingga berniat untuk membunuhnya.

"Ji-wi lo-cianpwe mengapa berkeras hendak membunuhku? Apa kesalahanku terhadap ji-wi (anda berdua)?" Si Kong bertanya, suaranya nyaring, sama sekali tidak ada tanda-tanda takut padanya.

"Bocah setan, engkau harus mampus di tanganku!" Ji Ok membentak.

"Kalau tidak ingin mati di tangan kami, bunuhlah dirimu sendiri dengan tongkatmu!" kata Toa Ok yang masih merasa malu kalau harus membunuh lawan yang melihat usianya pantas menjadi cucunya itu.

"Aku tidak bersalah, aku tidak ingin mati di tangan siapapun!" kata Si Kong, siap dengan tongkatnya.

"Heeeiiiitt...!"

Ji Ok sudah menyerang dengan tangan kirinya yang membentuk cakar harimau. Akan tetapi Si Kong mengelak dengan cepat dan ujung tongkatnya sudah menyerang ke arah siku tangan yang menyerangnya itu. Ji Ok terkejut dan menarik tangan kirinya, kini tangan kanan menyambar dengan sebuah tamparan ke arah muka Si Kong.

Si Kong mengelak ke belakang akan tetapi secara tidak terduga, sambil mengelak itu tongkatnya menyambar ke bawah.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar