Ads

Kamis, 25 Oktober 2018

Pendekar Kelana Jilid 31

Demikianlah riwayat gadis cantik manis yang tinggal di rumah Hartawan The Kun dan mari kita kembali keluar gedung untuk melihat apa yang terjadi di tempat pembagian beras itu. si Kong bekerja dengan rajin sehingga menyenangkan empat orang lainnya.

Akan tetapi, seperti yang dikhawatirkan semua orang, mendadak datang lima orang yang kesemuanya berpakaian hitam dan kelihatan sikap mereka yang kasar dan tubuh mereka yang kokoh kuat. Diantara lima orang itu terdapat si baju hitam yang tadi hendak merampas beras sekarung dan dapat di usir oleh Si Kong.

“Dimana pemuda jahanam yang tadi berani memukul aku?” teriak si baju hitam itu. Sebelum Si Kong melangkah maju, terdengar bentakan halus.

“Bangsat pengacau, kalian datang untuk mencari penyakit!”

Semua orang terkejut dan menengok. Ternyata Kiok Nio sudah berdiri disitu. Gadis ini tadi mendengar cerita pamannya tentang si baju hitam yang memaksa hendak mengambil sekarung beras akan tetapi pengacau itu dapat diusir seorang pemuda yang kini diterimanya sebagai pembantu bekerja membagi-bagi beras. Gadis itu merasa menyesal mengapa ia tadi tidak ikut keluar sehingga dapat menghajar sendiri pengacau itu. Kini, mendengar ribut-ribut diluar ia cepat meloncat keluar dan melihat lima orang itu, ia lalu membentak mereka.

Si baju hitam dan empat orang kawannya mendengar bentakan itu lalu menoleh. Kiranya yang membentak mereka adalah seorang gadis cantik. Melihat Kiok Nio, si baju hitam lau maju menghampiri, diikuti empat orang temannya.

“Nona manis,” kata si baju hitam sambil menudingkan telunjuknya. “Jangan engkau mencampuri urusan kami, atau aku akan menangkapmu untuk kujadikan isteriku!” Empat orang kawannya juga menyeringai menjemukan.

“Jahanam busuk, kalau engkau dan teman-temanmu ini datang untuk mengacau, aku sendiri yang akan memberi hajaran kepada kalian!”

Pada saat itu, dari dalam rumah muncul Hartawan The Kun. Melihat keponakannya berhadapan dengan lima orang laki-laki yang menyeramkan, diapun cepat berkata,

“Kiok Nio, jangan berkelahi!” lalu kepada si baju hitam dia berkata, “Kalau kalian menginginkan beras ambillah akan tetapi harap jangan bikin kacau disini.”

Si Kong sejak tadi terheran-heran melihat seorang gadis cantik berani menantang lima orang berandal itu. Melihat pedang di punggung gadis itu, dia tahu bahwa gadis itu tentu seorang yang pandai ilmu silat. Ketika Hartawan The Kun muncul dan menegur gadis yang di panggil Kiok Nio itu, Si Kong mengira bahwa gadis itu puteri Hartawan The. Dia lalu menghampiri dan berkata kepada si baju hitam.

“Sobat, engkau berani datang lagi membawa teman-temanmu. Majulah, aku tidak takut kepada kalian.”

“Tidak!” Gadis itu berkata cepat. “Aku yang akan menghajar lima orang ini kalau mereka tidak cepat pergi dari sini. Paman The, jangan khawatir, aku dapat menandingi mereka. Hayo, anjing baju hitam, aku tantang kalian. Kalau kalian tidak berani, cepat kalian pergi dari sini dan jangan menganggu ketenteraman.”

Si baju hitam tentu saja menjadi marah mendengar dirinya disebut anjing hitam oleh seorang gadis. Itu merupakan penghinaan besar, apalagi diucapkan di depan banyak orang yang sedang antri beras.

“Gadis kurang ajar, berani engkau menghina kami!”

Dan setelah bekata demikian, dia menerjang maju dengan gerakan cepat sambil mengembangkan kedua lengannya seolah hendak menerkam Kiok Nio. Akan tetapi dengan gesitnya Kiok Nio mengelak kesamping sehingga terkaman itu luput. Empat orang kawan si baju hitam melihat kawannya sudah mulai bergerak, tidak tinggal diam. Mereka semua ingin sekali dapat membekuk dan memeluk gadis cantik itu, maka tanpa diperintah lagi mereka sudah mengepung Kiok Nio dengan sikap yang kasar menakutkan.

Melihat dia dikepung lima orang laki-laki tinggi besar itu, Kiok Nio sama sekali tidak gentar. Akan tetapi ia tidak mau beradu tangan dan lengan dengan mereka, maka sekali tangan kanannya bergerak ke punggung, ia telah mencabut sebatang pedang dan melintangkan pedang itu di depan dada!

Melihat ini si baju hitam dan kawan-kawannya juga mencabut senjata mereka berupa golok yang besar dan tajam.

“Kawan-kawan, hati-hati jangan lukai nona manis ini. Sayang kalau kulitnya yang halus itu ada yang lecet, ha-ha-ha!” Kawan-kawannya juga tertawa mendengar ucapan ini.






Ucapan si baju hitam itu membuat Kiok Nio menjadi marah sekali.
“Lihat serangan!” bentaknya dan pedangnya udah berkelebat ke depan menyerang si baju hitam.

Orang ini terkejut bukan main. Serangan sedemikian cepatnya sehingga hampir saja dia terkena tusukan pada dadanya. Dia menggerakkan goloknya menangkis sambil melompat mundur dan kini empat orang kawannya maju dengan golok mereka, menyerang Kiok Nio dari empat jurusan.

Akan tetapi Kiok Nio memutar pedangnya dan terdengar suara nyaring berdenting empat kali. Selanjutnya gadis itu memainkan ilmu pedang keluarga Tan dan lima orang lawannya menjadi terkejut dan mata mereka silau. Pedang di tangan Kiok Nio berubah menjadi segulungan sinar yang terang dan menyambar-nyambar ke arah tubuh mereka!

Lima orang itu kini hanya mampu membela diri dengan tangkisa-tangkisan dan berlompatan ke sana sini untuk menghindarkan sinar pedang yang makin lama semakin cepat itu.

Si Kong yang tadinya merasa khawatir dan siap-siap membantu atau menolong kalau gadis itu terancam bahaya, kini sebaliknya menjadi kagum bukan main. Gadis itu memiliki ilmu pedang yang dahsyat dan tahulah dia bahwa gadis itu tidak akan kalah dikeroyok lima orang itu.

Dugaan Si Kong memang tepat. Setelah lewat belasan jurus, pedang di tangan Kiok Nio telah mengurung lima orang itu dan orang yang pertama roboh terpelanting adalah si baju hitam. Pedang Kiok Nio melukai pangkal lengan kanannya sehingga dia terpaksa melepaskan goloknya da roboh, memegangi lengan kanan yang terluka itu sambil mengaduh-aduh.

Pedang itu berkelebatan terus dan berturut-turut empat orang pengeroyok yang lain juga roboh. Ada yang terluka pundaknya, ada yang robek pahanya dan orang kelima roboh oleh tendangan kaki Kiok Nio yang tepat mengenai perut, membuat orang itu perutnya mulas!

Tepuk sorak terdengar ketika mereka yang antri beras itu melihat lima orang itu dapat dirobohkan oleh gadis itu. si Kong juga ikut bertepuk tangan memuji dengan hati lega karena selain gadis itu dapat menang, akan tetapi terutama sekali gadis itu tidak membunuh orang. Dengan ilmu pedang seperti itu, kalau gadis itu hendak membunuh para pengeroyoknya, hal itu dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi gadis itu hanya membuat mereka luka ringan saja. hal inilah yang mengagumkan hati Si Kong.

Setelah hari menjadi sore dan pekerjaan membagi-bagi beras itu selesai The-wan-gwe memanggil Si Kong. Si Kong segera memasuki ruangan depan dan disitu telah duduk The Kun, isterinya dan Tan Kiok Nio. Si Kong memberi hormat kepada mereka.

“Inilah pemuda yang bernama Si Kong itu yang telah mengusir pengacau.” The Kun memperkenalkan kepada isteri dan keponakannya. Kemudia berkata kepada Si Kong, “Si Kong, ini adalah isteriku dan itu adalah keponakanku bernama Tan Kiok Nio.”

Kembali Si Kong memberi hormat.
“Duduklah, Si Kong. Kami memanggilmu untuk diajak berunding.”

Si Kong mengambil tempat duduk.
“Urusan apakah yang hendak dirundingkan, lo-ya?”

“Sebelumnya kami ingin mengetahui engkau berasal dari mana, dan siapa gurumu?”

“Saya dulu ketika masih kecil tinggal di Ki-ceng, akan tetapi sejak saya berusia sepuluh tahun saya berkelana seorang diri karena orang tua saya sudah meninggal dunia. Saya selalu merantau dan dalam perantauan itu saya belajar silat dari beberapa orang guru. Ketika tadi saya melihat di kota ini ada seorang dermawan membagi-bagi beras, hati saya tertarik dan beruntung saya dapat membantu lo-ya.”

“Dan kami berterima kasih sekali kepadamu, Si Kong. Keponakanku ini kebetulan datang sehingga ia dapat mengusir lima orang pengacau tadi.”

“Siocia memiliki ilmu yang sangat tinggi, sungguh mengagumkan sekali.” kata Si kong dengan sejujurnya karena dia memang melihat betapa hebatnya ilmu pedang gadis itu.

“Keponakanku ini adalah puteri seorang pendekar besar yang namanya terkenal di dunia persilatan, bernama Tan Tiong Bu, tentu saja ia memiliki ilmu yang tinggi warisan dari ayahnya.”

“Ah, paman harap jangan memuji terlalu tinggi. Di dunia ini terdapat banyak sekali orang sakti, bahkan mendiang ayah juga dikalahkan dan di bunuh orang yang tentu lebih pandai.” kata Kiok Nio merendah.

Hartawan The menghela napas panjang.
“Betapa banyaknya orang jahat di dunia ini. Seperti para pengacau tadi, mereka adalah orang-orang yang amat jahat. Entah mengapa mereka memusuhi aku. Si Kong, engkau sudah banyak merantau di dunia kang-ouw, mungkin engkau mengenal mereka itu siapa dan dari perkumpulan apa?”

Si Kong menggeleng kepalanya.
“Maaf, lo-ya. Saya baru saja hari ini memasuki kota Ci-bun. Saya sama sekali tidak mengenal mereka.”

Kiok Nio yang ikut mencurahkan perhatian kepada percakapan itu berkata,
“Mereka berpakaian serba hitam semua, tentu mereka itu anggauta sebuah perkumpulan. Dan melihat pakaian dan penampilan mereka, mereka itu tentu anggauta-anggauta perkumpulan perampok atau perkumpulan pengemis yang sesat.”

Hartawan The menepuk pahanya.
“Perkumpulan pengemis? Ah, sekarang aku teringat! Di Ci-bun ini memang terdapat sebuah perkumpulan pengemis berbaju hitam, yaitu Hek I Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam). Apakah mereka itu dari perkumpulan itu? Akan tetapi biasanya para anggauta perkumpulan itu tidak pernah ada yang membikin kacau, apalagi berbuat jahat. Kalau melihat pakaian mereka, memang besar sekali kemungkinan mereka itu orang-orang Hek I Kaipang.”

“Hemm, dimanakah sarang perkumpulan itu, lo-ya?”

“Bagaimana kami bisa mengetahui tempat tinggal mereka? Akan tetapi biasanya ada saja pengemis baju hitam yang berkeliaran di kota ini. Kalau engkau bertanya kepada mereka, tentu mereka akan dapat memberi keterangan.”

“Kalau begitu, besok pagi saya mohon pamit, lo-ya.”

Kiok Nio memandang penuh perhatian. Pemuda itu menurut cerita pamannya telah mengalahkan si baju hitam. Akan tetapi hal itu belum menjadi jaminan bahwa dia memiliki ilmu silat tinggi yang akan mampu menghadapi pengeroyokan anggauta Hek I Kaipang!

“Apa maksudmu hendak mencari sarang Hek I kaipang!” tanyanya dengan hati tertarik.

“Saya hendak bicara dengan ketuanya, melaporkan perbuatan anak buahnya yang jahat dan minta kepadanya agar selanjutnya jangan mengganggu usaha kemanusiaan lo-ya yang membagi-bagi beras.”

“Engkau berani?”

“Kenapa tidak, siocia. Saya kesana dengan maksud baik. Saya tidak ingin bermusuhan dengan siapa juga.”

“Kalau ketuanya tidak mendengar omongamu dan engkau dikeroyok, bagaimana?”

“Saya kira tidak demikian, siocia. Akan tetapi kalau terjadi seperti yang nona katakan itu, yah, bagaimana nanti sajalah!”

Kiok Nio mendapatkan ingatan mengenai urusannya sendiri.
“Si Kong, engkau adalah seorang yang suka berkelana tentu pengetahuanmu tentang dunia kang-ouw kebih luas daripada aku. Oleh karena itu, aku minta pertolongan kepadamu, entah engkau mau menyanggupi atau tidak.”

“Katakanlah, siocia. Kalau memang aku dapat melakukannya, tentu akan kusanggupi.”

“Begini, aku mempunyai musuh besar, yaitu orang yang telah membunuh ayah ibuku. Akan tetapi aku belum pernah melihat orangnya, tidak tahu namanya. Hanya ada keterangan bahwa pembunuh itu mengenakan pakaian serba merah usianya enampuluh tahun kurang lebih, tubuhnya tinggi kurus dan mukanya pucat. Nah, kalau engkau dapat mengetahui siapa orang itu, siapa namanya dan dimana tempat tinggalnya, aku minta agar engkau suka memberi kabar padaku disini. Maukah engkau membantuku, Si Kong?”

Si Kong mengangguk dan menjawab dengan sungguh-sungguh.
“Akan saya buka lebar-lebar mata dan telinga saya untuk mencari tahu tentang kakek itu, nona. Mudah-mudahan saja ada yang tahu siapa kakek dengan gambaran seperti yang nona ceritakan tadi.”

“Ada satu keterangan tambahan, Si Kong. Orang itu telah merampas sebatang pedang milik ayah. Pedang itu disebut Pek-lui-kiam, pedang yang mengeluarkan sinar kilat.”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar