Ads

Minggu, 28 Oktober 2018

Pendekar Kelana Jilid 37

Setelah tiba di pekarangan rumah besar, Hawtawan Lui, Si Kong menyeret Lo Sam memasuki pekarangan. Akan tetapi tiba-tiba dari dalam rumah itu keluar seorang laki-laki yang usianya sekitar limapuluh tahun dan dia memegang sebuah kampak yang mengerikan karena kampak itu besar dan berat, berkilauan saking tajamnya.

Melihat ini, segera Si Kong menendang Lo Sam dan tubuh Lo Sam terlempar dan dia hanya mengaduh-aduh, tidak dapat bangkit lagi karena kedua tangannya sudah lumpuh dan kaki kirinya yang terkena tendangan pada pahanya itu juga nyeri luar biasa.

Si Kong melangkah maju, disambut oleh laki-laki yang memegang kampak itu. Laki-laki itu bertubuh tinggi tegap dan dia memegang kampak besar dan menumpangkan kampak itu di atas pundak kanan.

“Hei, orang muda pengacau. Ternyata engkau berani datang lagi dan aku sudah menunggumu. Katakan siapa namamu agar engkau jangan mati tanpa nama.”

Si Kong mengerutkan alisnya dan tahulah dia bahwa Hartawan Lui agaknya sengaja memanggil tukang pukul atau jagoan ini untuk melawannya.

“Sobat, kalau boleh kunasihatkan, jangan mencampuri urusanku dengan Lui Wan-gwe dan pulanglah ke rumahmu sendiri. Aku tidak ingin bermusuhan dengan siapapun juga!”

Orang itu tertawa.
“Ha-ha-ha, pemuda sombong. Ketahuilah, aku Gin-to-kwi adalah pelindung Hartawan Lui. Engkau berani datang mengganggunya, berarti engkau sudah bosan hidup!”

Si Kong memandang penuh perhatiab dan melihat bahwa di belakang orang itu, terdapat sebatang golok menempel di punggung. Agaknya orang ini ahli bermain golok, akan tetapi untuk menakut-nakuti lawan, dia sengaja membawa kampak yang besar itu.

“Gin-to-kwi, kalau engkau tidak mau pergi, terpaksa aku akan menghajarmu pula!”

Sepasang mata itu melotot. Belum pernah ada orang yang berani menantangnya selama ini, dan pemuda ini berani berkata hendak menghajarnya! Kemarahannya membuat mukanya menjadi kemerahan dan dia mengayun kampaknya untuk memperlihatkan kekuatannya. Kampak itu diputar di atas kepalanya, kemudian dia berseru,

“Orang muda, mampuslah engkau!”

Orang itu menyerang dengan kampaknya, dihantamkan ke arah Si Kong. Kalau serangan itu mengenai sasarannya, kepala Si Kong tentu akan terpisah dari tubuhnya seperti penjahat yang dipancing kepalanya oleh seorang algojo. Akan tetapi, dengan mudah saja Si Kong menundukkan kepala dan menekuk sedikit lututnya sehingga kampak itu berdesing lewat di atas kepalanya. Saat itu dipergunakan oleh Si Kong untuk mengayun kaki kanan, menendang ke arah perut Gin-to-kwi.

“Dukk!”

Gin-to-kwi menangkis dengan tangan kirinya. Ternyata jagoan ini memiliki kepandaian yang lumayan juga. Tidak mengherankan kalau dia menjadi jagoan nomor satu di dusun Ki-ceng. Biarpun dia merasa nyeri pada tangannya yang menangkis, tidak diperdulikan dan kampaknya sudah menyambar lagi, kini menghantam ke arah dada Si Kong. Kembali Si Kong mengelak ke samping dengan menggeser kakinya. Kampak itu membuat gerakan memutar ke atas dengan cepatnya menyerang lagi ke arah kepala Si Kong!

Si Kong tahu akan bahayanya senjata berat ini, maka setelah mengelak dengan mendoyongkan tubuh ke belakang dia lalu balas menyerang dengan cepat luar biasa karena dia menggunakan ilmu Yan-cu Hui-kuin (Silat Burung Walet Terbang).

Orang bertubuh tinggi besar itu terkejut, akan tetapi dia tidak dapat mengelak atau menangkis lagi ketika tangan Si Kong menampar dan tepat mengenai belakang sikunya. Seluruh lengan terasa lumpuh sehingga kampak itu terlepas dari tangannya. Dia cepat meloncat kebelakang dan menggerak-gerakkan tangan kanan untuk mengusir kelumpuhan itu. Ketika lengannya sudah pulih kembali, dia lalu mencabut golok dari punggungnya. Sinar terang menyilaukan mata menyambar ketika golok dicabut. Kiranya senjata itu terbuat dari perak murni dan tajam bukan main.






“Bocah setan, sekarang bersiaplah untuk mampus!”

Bentak Gin-to-kwi sambil memutar goloknya dan menyerang. Bagi Si Kong, gerakan lawan itu tidak terlalu cepat seperti tampaknya, dia mengelak ke sana sini mencari kesempatan. Ketika melihat lowongan pada saat golok menyambar lehernya, dia lalu masuk menotok dada kanan lawan.

“Tukk!”

Golok itu terlepas dari tangannya dan sebelum Gin-to-kwi dapat berbuat sesuatu, sebuah tendangan membuat tubuhnya terlempar ke belakang! Dia mencoba untuk bangkit, akan tetapi roboh lagi. Si Kong sudah tidak memperdulikan dia lagi, menghampiri Lo Sam dan membebaskan totokannya lalu menyeretnya memasuki rumah gedung tempat tinggal Lui Wan-gwe itu.

“Hartawan Lui, keluarlah aku mau bicara!” teriak Si Kong ke sebelah dalam. Tak lama kemudian, Hartawan Lui keluar dengan dipapah dua orang gadis cantik.

Si Kong mendorong Lo Sam sehingga orang ini jatuh berlutut.
“Nah, Hartawan Lui, inilah Lo Sam yang telah mengawini enciku. Menurut keterangan tadi, enciku keluar dari rumah ini dan menikah dengan Lo Sam. Akan tetapi sesungguhnya tidak demikian. Hayo Lo Sam, akuilah terus terang bagaimana engkau sampai dapat menikah dengan enci Kiok Hwa yang tadinya menjadi selir Hartawan Lui!”

Lo Sam sudah mati kutu. Dia tidak berani lagi berbohong, walaupun dia takut kepada Hartawan Lui akan tetapi dia lebih takut kepada Si Kong.

“Pada suatu hari saya dipanggil Hartawan Lui dan diberi hadiah seorang selirnya dan juga uang.”

“Nah, kau dengar sendiri, Lui-wangwe? Engkau dahulu mengambil enci Kiok Hwa menjadi selirmu, mengandalkan kekayaanmu dan mengambil kesempatan selagi ayahku terdesak oleh kemiskinannya. Akan tetapi, setelah lewat lima tahun engkau merasa bosan dan memberikan enciku kepada jahanam ini seolah enciku sebuah benda yang tidak terpakai lagi. Jahanam Lo Sam ini telah menyiksa enciku dan memaksanya menjadi pelacur! Akan tetapi, kesengsaraan yang diderita enciku itu bermula pada tindakanmu yang memberikan ia kepada Lo Sam. Engkau harus bertanggung jawab untuk itu!”

Kakek Hartawan itu gemetar seluruh tubuhnya.
“Aku menyesal telah melakukan itu. Harap engkau suka mengampuni aku. Kalau engkau menginginkan uang, sebutkan saja jumlahnya, tentu aku akan memberi padamu.”

“Aku tidak butuh uangmu! Akan tetapi engkau harus membebaskan semua tanah, sawah dan ladang yang kau sita dari penduduk miskin karena mereka tidak mampu membayar hutang mereka kepadamu. Dan engkau harus membebaskan semua hutang penduduk miskin di dusun ini, mulai hari ini tidak ada seorangpun yang pinjam uang kepadamu, semua telah lunas. Mengerti?”

“Ba…. baik……!” kata Hartawan itu.

“Awas engkau! Kalau dalam beberapa hari ini engkau masih belum mengembalikan sawah ladang kepada mereka, aku akan datang lagi kesini dan membunuhmu seperti anjing ini!”

Si Kong menggerakkan tangannya ke arah kepala Lo Sam. Orang yang kejam inipun terpelanting roboh dan tidak dapat bergerak lagi karena kepalanya sudah retak dan nyawanya sudah melayang meninggalkan badannya.

Hartawan Lui makin ketakutan. Mukanya pucat sekali dan kalau dia tidak dipapah dua orang gadis itu, tentu dia akan roboh. Lututnya sudah menggigil.

“Dan ingat, jangan panggil jagoan seperti yang menggeletak diluar itu atau aku akan membunuhmu dan membakar rumah ini!”

“Baik…. akan kuturuti permintaanmu……” kata Hartawan Lui.

Setelah mengeluarkan ancaman itu, Si Kong lalu keluar dari rumah itu. Para penjaga tidak kelihatan karena mereka semua telah bersembunyi ketakutan. Si Kong kembali ke rumah Lo Sam untuk melihat encinya. Akan tetapi ketika dia memasuki kamar itu, Kiok Hwa telah meninggal dunia.

Si Kong memeluk tubuh encinya dan merasa kasihan sekali. Encinya menjadi korban karena kemiskinan orang tua mereka. Kalau ayahnya tidak semiskin itu, tentu encinya tidak sampai diserahkan kepada Hartawan Lui.

Para tetangga datang melayat ketika mendengar bahwa Si Kiok Hwa meninggal dunia. Si Kong mengurus jenazah encinya dan dikuburkan di dekat kuburan ibu dan ayahnya. Setelah penguburan selesai dia berkata kepada para tetangga itu.

“Kalau diantara kalian ada yang mengggadaikan tanah kepada Hartawn Lui dan yang lain-lain, mulai sekarang boleh memiliki tanah itu kembali. Garaplah sawah ladang kalian baik-baik dan jangan sekali-kali menggadaikannya. Kalau kalian butuh uang, mintalah saja kepada para hartawan disini, mereka pasti akan menolong kalian.”

Ucapan Si Kong itu disambut dengan sikap bermacam-macam oleh mereka. Ada yang berjingkrak kegirangan, ada pula yang tidak percaya dan ada yang ragu-ragu.

Si Kong tidak berhenti sampai disitu saja. Dia mengunjungi semua tuan tanah dan hartawan yang tinggal di Ki-cang. Tentu saja dia mendapatkan perlawanan dari tukang-tukang pukul para hartawan. Akan tetapi semua tukang pukul dia robohkan dan semua hartawan itu diancamnya untuk membebaskan semua hutang dan mengembalikan sawah ladang, dan selanjutnya bermurah hati kalau rakyat dusun itu sedang menderita kekurangan pangan.

Si Kong tinggal di dusun itu sampai sebulan lamanya. Setelah dia melihat bahwa semua ancamannya dipenuhi para hartawan sehingga seluruh penduduk dusun yang miskin menjadi gembira luar biasa, baru Si Kong meninggalkan dusun itu. Penduduk yang tahu akan kepergian Si Kong, berbondong-bondong mengantarkan pemuda itu sampai keluar dari dusun.

Dan semenjak hari itu, seluruh penduduk dusun hidup dengan aman dan tenteram. Para hartawan tidak perlu lagi memelihara tukang pukul karena rakyat miskin yang mengenal budi itu akan menjaga keselamatan mereka dari gangguan perampok. Tidak ada lagi kekurangan pangan, karena para hartawan suka membagi-bagi beras apabila musim panas yang panjang datang. Dan tidak ada lagi pencurian atau perampokan, karena selain penduduk melakukan penjagaan, juga tidak ada keadaan yang memaksa mereka untuk mencuri.

Dusun Ki-ceng menjadi dusun tauladan. Penduduknya hidup tenteram dan sebentar saja dusun itu berkembang menjadi besar. Bahkan banyak orang berdatangan untuk menjadi penghuni dusun Ki-ceng. Para hartawan juga tidak kehabisan hartanya karena suka membagi-bagi beras kepada penduduk miskin, karena kalau sedang panen para penduduk miskin yang banyak menerima bantuan itu secara bergotong royong membantu tanpa menuntut upah.

Memang demikianlah. Kalau yang memiliki kelebihan memberi kepada yang kekurangan, baik kelebihan harta atau ilmu pengetahuan, maka akan ada pemerataan penghasilan diantara penduduk, tidak ada lagi bahaya kelaparan dan tidak ada lagi rasa iri dan dendam. Tanpa dia sadari Si Kong telah menolong rakyat di dusun tempat asalnya dan mengubah dusun yang biasanya dilanda kelaparan itu menjadi dusun yang maju dan makmur.

**** 37 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar