Ads

Senin, 05 November 2018

Pendekar Kelana Jilid 52

Hui lan yang tidak mau terkena asap itu segera meloncat ke belakang dan kesempatan itu di pergunakan Ang-bi Mo-li untuk melarikan diri.

Cia Kui Bu menghampiri keponakannya.
“Engkau hebat, Hui Lan. Ang-bi Mo-li itu lihai sekali dan engkau dengan mudah telah mengusirnya!”

“Sayang aku tidak dapat menangkapnya, paman. Ia menggunakan bahan peledak untuk melarikan diri. Sekarang aku sudah tahu pasti, paman. Peti itu tentu bukan berisi emas, melainkan batu-batu biasa saja. Dengan cara ini ia hendak membikin nama baik Ceng-liong Piauwsu menjadi tercemar. Ini semua memang sudah diatur. Agaknya wanita iblis itu menaruh dendam kepada keluarga Cin-ling-pai, maka ia membalasnya kepadamu.”

Cia Kui Bu mengangguk-angguk.
“Agaknya Ang-bi Mo-li itu bersekutu dengan Tung-hai Liong-ong. Ini berarti bahwa Tung-hai Liong-ong juga ingin membalas dendam kepada keluarga Cin-ling-pai.”

“Boleh jadi, paman. Tidak mengherankan kalau begitu karena sejak dulu orang-orang tua yang menurunkan kita selalu menegakkan kebenaran dan keadilan dan menentang semua penjahat.Bahkan aku belum sempat mengabarimu, paman. Kakek buyut Ceng Thian Sin juga sudah meninggal dunia.”

“Ahhh……!”

Kui Bu memandang Hui Lan dengan kaget. Rasanya sukar dipercaya bahwa kakek Ceng Thian Sin yang memiliki kesaktia luar biasa itu dapat mati!

”Mari kita bicara di dalam, Hui Lan.”

Para piauwsu mengobati luka-luka ringan mereka dan mereka tidak habis-habis memuji kehebatan Hui Lan yang mampu mengalahkan wanita iblis itu!

Setelah berada di dalam, Kui Bu bertanya,
“Bagaimana sampai kakek Ceng thian Sin meninggal dunia, Hui Lan? Apakah karena sakit dan karena usia tua?”

“Boleh dibilang demikian, akan tetapi juga karena adanya orang-orang yang hendak membalas dendam kepadanya. Tujuh orang datuk datang ke pulau teratai merah menantang kakek buyut. Mereka semua dapat dikalahkan oleh kakek buyut akan tetapi kakek buyut yang sudah tua dan mulai lemah menderita luka berat yang membawanya kepada kematiannya.”

Cia Kui Bu menghela napas napas panjang
“Permusuhan dan permusuhan, saling membalas dendam. Sampai kapankah berakhirnya? Apakah kita juga harus membalas dendam kepada mereka yang membalas dendam?”

Hui Lan tersenyum.
“Tentu saja tidak begitu jalan pikiran kita, paman. Kita tidak membalas dendam, akan tetapi kita selalu menentang segala bentuk perbuatan jahat. Kalau kita membasmi kejahatan lalu ada keturunan orang jahat membalas dendam, tentu saja kita layani, karena keturunan yang membalaskan dendam kematian orang tua mereka yang jahat, sudah pasti bukan orang baik pula.”

“Pekerjaan seorang piauwsu penuh bahaya dan permusuhan, Hui Lan. Oleh karena itu, aku ingin berganti perusahaan, tidak lagi menjadi piauwsu, melainkan menjadi pedagang. Aku telah mengumpulkan modal dan aku seringkali mengangkut barang dagangan sehingga aku tahu barang apa yang harus dijual kesana. Dengan demikian akupun dapat tetap memberi pekerjaan kepada para pembantuku.”

“Berganti perusahaan baik-baik saja, paman. Akan tetapi kurasa, menjadi piauwsu juga baik. Adapun halangan atau bahaya itu akan selalu menimpa manusia dimanapun dia berada dan pekerjaan apapun yang dilakukannya. Yang jelas, semua yang merintangi pekerjaan piauwsu adalah para perampok dan maling, para orang jahat.”

Kembali Cia Kui Bu menghela napas panjang.
“Benar juga pendapatmu, Hui Lan. Biarlah kulanjutkan pekerjaan piauwsu ini. Akan tetapi bagaimana dengan urusan peti emas itu? Bagaimana kalau ia datang lagi untuk meminta ganti?”






“Aku kira tidak, paman. Ang-bi Mo-li tentu tahu bahwa akal busuknya telah kita ketahui dan ia tidak akan begitu bodoh untuk datang lagi setelah ia mendapat hajaran keras tadi. Lain dari pada itu, paman, apakah paman juga mendengar tentang pek-lui-kiam?”

“Pek-lui-kiam yang dipakai perebutan di dunia kangouw itu? Tentu saja aku juga mendengarnya, karena hal itu ramai dibicarakan orang didunia persilatan. Menurut kabar angin, barang siapa dapat memiliki pedang itu, dia akan menjgoi seluruh dunia dan dapat diangkat atau dipilih menjadi bengcu kelak.”

“Ah aku tidak percaya, paman. Kelihaian seseorang tergantung dari kepandaian orang itu sendiri, bukan dari senjatanya walaupun senjata itu membantunya.Orang yang mempunyai ilmu kepandaian setingkat mungkin akan menang dengan menggunakan sebuah pedang pusaka yang ampuh, akan tetapi bagaimana ampuhpun senjata itu, kalau dia berhadapan dengan orang yang tingkatnya jauh lebih tinggi, dia akan kalah juga.”

“Pendapatmu itu benar, Hui Lan. Aku juga tidak menginginkan pedang pusaka itu kalau untuk itu aku harus berebutan dengan banyak orang.”

“Akan tetapi besar bahayanya kalau pedang pusaka yang kabarnya sangat ampuh itu terjatuh ke tangan seorang datuk jahat yang berilmu tinggi. Dia seperti harimau yang tumbuh sayap, akan berbahaya sekali bagi manusia pada umumnya dan dunia persilatan pada khususnya. Kewajiban kita adalah mencegah terjadinya hal itu, paman. Kalau pedang itu terjatuh ke tangan seorang pendekar gagah perkasa yang budiman, hal itu sudah benar. Akan tetapi kalau terjatuh kepada seorang iblis, aku harus menentangnya!”

“Ada berita bahwa pedang pusaka itu sekarang berada di tangan Ang I Si-anjin, ketua dari kwi-kiauw-pang di kwi-liong-san. Entah benar atau tidak berita itu, akan tetapi kalau benar terjatuh ke tangan ketua kwi-jiauw-pang, dunia kang ouw akan menjadi semakin keruh. Kwi-jiauw-pang terkenal sebagai perkumpulan sesat yang amat kuat dan orang-orangnya terkenal kejam. Apalagi karena kwi-jiauw-pang kabarnya berhubungan dekat dengan perkumpulan besar pek-lian-kauw.”

“Hemm, kalau begitu berbahaya sekali, paman. Nanti setelah singgah ke tung-ciu, ke rumah paman Pek Han Siong, aku ingin menyelidiki ke kwi-liong-san.”

“Aih, jangan sembrono, Hui Lan. Kwi-jiauw-pang di kwi-liong-san benar-benar kuat, banyak sekali anak buahnya. Kalau engkau hanya seorang diri saja pergi kesana, amatlah berbahaya bagimu.”

“Tentu saja aku tidak akan bertindak sembrono, paman. Aku hanya akan menyelidiki apakah benar Pek-lui-kiam berada disana. Aku tidak akan melibatkan diri dalam pertempuran dengan mereka.”

“Kalau begitu hatiku lega, Hui Lan.Aku percaya bahwa engkau telah mewarisi banyak ilmu silat yang lihai, akan tetapi kalau hanya seorang diri menghadapi puluhan, bahkan ratusan anak buah kwi-jiauw-pang, sungguh perbuatan itu tidak bijaksana.”

Pada keesokan harinya, Hui Lan berpamit dari pamannya dan melanjutkan perjalanan ke kota Tung-ciu di sebelah timur kota raja. Ia hendak memenuhi pesan ayahnya agar singgah ke rumah Pek Han Siong yang menjadi sahabat baik seperti saudara sendiri dari ayahnya.

Akan tetapi karena perjalanan ke Tung-ciu melewati kota raja, ia hendak singgah dulu di kota raja. Di kota raja tinggal bibinya, adik ayahnya, yang bernama mayang, peranakan tibet sedangkan ayahnya adalah kakeknya. Jadi mayang adalah bibi tirinya yang hubungannya amat akrab dengan ayahnya.

Bibinya itu kini menjadi isteri seorang bangsawan, yaitu Cang Sun, sudah lewat dua tahun sejak Cang Sun, mayang, dan Teng Cin Nio, isterinya kedua, datang berkunjung ke Cin-Ling-pai. Masih teringat ia betapa gembiranya ketika itu. Ia berkenalan dengan anak-anak mereka.

Yang pertama adalah Cang Hok Thian, seorang pemuda putera Mayang, empat tahun lebih tua darinya. Yang kedua adalah puteri Teng Cin Nio bernama Cnag Wi Mei, setahun lebih tua darinya. Biarpun mereka hanya tinggal setengah bulan di Cin-ling-san, kedua orang muda itu telah menjadi sahabat akrabnya.

Setelah meninggalkan Pao-ting, Hui Lan lalu melakukan perjalanan ke utara, ke kota raja.

**** 52 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar