Ads

Kamis, 08 November 2018

Pendekar Kelana Jilid 60

Tempat duduk dari jala itu lalu diturunkan kembali. Gadis kedua, ketiga dan seterusnya diangkat satu demi satu dan sorak sorai terdengar setiap kali ada gadis yang tiba diluar sumur. Akhirnya semua gadis yang pernah menjadi korban “iblis-iblis” itu telah dikeluarkan dari dalam sumur.

Orang berikutnya yang ditarik keluar sumur amat berat sehingga membutuhkan tenaga banyak orang untuk menarik tali. Ketika orang itu muncul, ternyata dia adalah kepala gerombolan yang tinggi besar bermuka bopeng. Mulutnya masih berlepotan darah dan dia tidak mampu berkutik karena sudah ditotok oleh Si Kong.

“Nah, inilah yang mengaku-ngaku iblis penjaga sumur itu. Kalian lihat, dia manusia biasa, bukan? Manusia biasa, akan tetapi amat jahatnya. Dia dan belasan orang anak buahnya yang mengganggu kalian, minta agar gadis-gadis dan perhiasan-perhiasan dikorbankan dan dilemparkan ke dalam sumur.”

Mendengar ucapan Hui Lan itu, para penduduk dusun menjadi marah, terutama yang gadisnya dijadikan korban. Mereka maju serentak untuk memukuli si bopeng yang sudah tidak berdaya itu. Ada yang menggunakan alat bertani seperti cangkul, kapak dan lain-lain.

“Sudah! Cukup! Jangan dibunuh!” teraik Hui Lan, akan tetapi ia terlambat.

Ketika orang-orang itu mundur, si muka bopeng sudah menjadi seonggok daging berlumuran darah!

“Kalian bertindak berlebihan!” Hui Lan menegur. “Mereka memang jahat dan perlu dihukum, akan tetapi tidak dibunuh dan dibantai seperti itu! Ingat, aku akan marah kalau kalian ulangi lagi perbuatan itu atas diri para penjahat yang akan dikeluarkan semua!”

Seruan Hui Lan itu mengandung wibawa yang kuat dan semua orang menundukkan muka. Hui Lan lalu memberi isarat kepada Si Kong dibawah untuk mengisi tempat duduk yang sudah diturunkan. Si Kong lalu memberi tanda dengan tarikan tali. Orang kedua dikeluarkan dan kini hanya caci maki yang terlontar dari mulut semua orang terhadap penjahat itu yang menjadi ketakutan setengah mati melihat demikian banyak orang marah-marah seolah hendak menelan dia bulat-bulat!

Demikianlah, satu demi satu penjahat dikeluarkan dan mereka semua menjadi ketakutan setengah mati ketika melihat pemimpin mereka sudah tewas dengan tubuh hancur. Akan tetapi mereka tidak dibunuh, hanya diseret dan digeletakkkan ke atas tanah. Setelah semua penjahat ditarik keluar, paling akhir yang keluar adalah Si Kong sendiri yang membawa sebuah peti.

Semua orang bersorak karena mereka semua sudah mendengar dari kakek pemilik kedai betapa pemuda itu menuruni sumur dan menolong para gadis yang ditahan. Si Kong megangkat kedua tangan ke atas dan membuka peti.Temyata di dalamnya terisi banyak perhiasan dari emas permata.

"Mereka yang merasa sudah melemparkan perhiasannya ke dalam sumur, boleh mencari perhiasannya dan mengambilnya kembali. Akan tetapi yang merasa tidak mempunyai perhiasan yang dirampok, jangan mengambil sesuatu dari dalam peti. Awas, aku tidak akan mengampuni mereka yang bertindak curang dan mengambil barang yang bukan miliknya!"

Mereka yang merasa kehilangan karena pernah diancam oleh suara iblis agar menyerahkan perhiasan mereka dan melemparkan ke dalam sumur, segera mencari perhiasan masing-masing dan akhirnya semua orang telah memperoleh kembali perhiasan mereka. Akan tetapi didalam peti itu masih terdapat banyak sekali benda-benda berharga dari emas, batu kemala dan lain-lain.

"Panggil kepala dusun kesini!" kata Si Kong.

Ternyata kepala dusun juga sudah berada diantara penduduk dusun dan dia segera melangkah maju ketika mendengar seruan Si Kong.

"Paman kepala dusun disini ?"

"Benar, taihiap."






"Dengarlah baik-baik.Kalau ada orang-orang seperti para pengacau ini, kumpulkan orang sedusun, atau kalau perlu ditambah para penghuni dusun tetangga, satukan tenaga untuk menghadapi dan nenghajar para penjahat itu. Jangan percaya kepada kabar dan cerita tahyul.”

“Baik, taihiap,” kata kepala dusun yang tadi ikut pula memukuli kepala penjahat itu. “Mulai sekarang, kami akan melakukan perlawanan.”

“Bagus! Nah, segerombolan penjahat ini sudah mendapat hajaran keras. Kalau berani muncul lagi di tempat ini jangan ragu keroyoklah ramai-ramai.”

“Baik, taihiap.”

Si Kong menghadapi gerombolan yang masih rebah malang melintang tak mampu bergerak itu, lalu memulihkan jalan darah mereka yang tertotok satu demi satu. Para penjahat itu sudah mendengar semua pembicaraan Si Kong dengan penduduk dan kepala dusun, maka begitu dapat bergerak, mereka lalu berlutut dan minta-minta ampun.

“Kalian benar-benar telah bertaubat? Awas, kalau berani sekali lagi aku melihat kalian berbuat jahat, aku tidak akan mengampunimu lagi. Sekarang, pergilah dan bawa mayat pemimpin kalian, kubur di tempat yang jauh dari sini. Nah pergilah!”

Para penjahat itu menghaturkan terima kasih dan segera mengangkut sisa mayat si bopeng, lalu pergi dari situ dengan cepat. Mereka sangat ketakutan. Sejak mereka melihat pemimpin mereka roboh muntah darah dihantam oleh gadis itu, mereka tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan mereka! Mereka hanya teringat secara samar-samar betapa mereka merasa berubah menjadi anjing, kemudian mereka tidak mampu bergerak, hanya melihat betapa mereka satu demi satu ditarik naik keluar dari sumur dalam keadaan tidak mampu bergerak dan dikepung penduduk dusun yang nampak marah sekali kepada mereka.

Mereka sudah putus asa dan tentu mereka akan dibunuh seperti yang terjadi pada pemimpin mereka. Maka, dapat dibayangkan betapa lega dan senang hati mereka dilepas dan diampuni. Pengalaman mereka itu sedikit banyak akan mempengaruhi jalan kehidupan mereka selanjutnya, membuat mereka jerih untuk melakukan kejahatan lagi.

Si Kong menghampiri Hui Lan yang sejak tadi menonton saja dan berkata kirih,
“Bagaimana pendapatmu, Lan-moi, jika sisa perhiasan ini kita bagikan kepada keluarga mereka yang terbunuh dan keluarga para gadis yang menjadi korban?”

Hui Lan sejak tadi menonton dengan hati kagum. Kalau menurut hatinya, ingin ia memberi hajaran keras kepada para penjahat itu! Akan tetapi Si Kong membebaskan mereka setelah menakut-nakuti mereka. Kini mendengar pertanyaan Si Kong, ia berkata,

“Terserah kepadamu, Kong-ko. Aku hanya dapat menyetujui saja.”

Si Kong melambaikan tangannya memanggil kakek pemilik kedai minuman itu.
“Paman, engkau kuangkat menjadi orang yang bertugas membagi-bagi perhiasan ini dengan adil kepada keluarga mereka yang dibunuh para penjahat dan keluarga para gadis yang menjadi korban. Sanggupkah engkau, paman?”

Kakek itu kelihatan bangga sekali.
“Serahkan saja kepada saya, taihiap. Saya akan membagi-bagi secara adil.”

Si Kong berkata kepada kepala dusun.
“Paman menjadi pengawasnya agar pembagian berjalan lancar dan adil. Harap panggil keluarga para korban pembunuhan dan penculikan dan membagi-bagi perhiasan ini secara adil.”

Kepala dusun mengangguk setuju. Si Kong lalu berkata kepada Hui Lan.
“Semua sudah beres, mari kita pergi, Lan-moi!”

Hui Lan mengangguk dan kedua orang muda perkasa itu sekali berkelebat lenyap dari depan semua orang. Melihat ini, semua orang terkejut dan ketahyulan kembali melanda hati mereka.

Kepala dusun yang lebih dulu menjatuhkan diri berlutut menghadap ke arah berkelebatnya dua orang itu. Semua penduduk segera mengikuti kepala dusun, berlutut sambil berterima kasih kepada dua orang “dewa-dewi” yang telah membebaskan mereka dari ancaman iblis jahat.

Dari jauh mereka mendengar yang dapat terdengar jelas oleh mereka,
“Jangan lupakan persatuan melawan yang jahat. Selamat tinggal!”

Itu adalah suara Si Kong yang sengaja diucapkan dari jauh dengan pengerahan khikang sehingga dapat terdengar oleh mereka yang berada di sekeliling sumur tua.

Kepala dusun memimpin semua orang, untuk melempar-lemparkan banyak batu ke dalam sumur sehingga sumur itu penuh batu dan tidak mungkin dilewati orang lagi. Kemudian, dengan pengawasan kepala dusun, mulailah perhiasan itu dibagi-bagikan kepada keluarga mereka yang tewas dan keluarga para gadis yang menjadi korban.

**** 60 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar