Ads

Kamis, 15 November 2018

Pendekar Kelana Jilid 67

Kemanakah perginya Si Kong dan Hui Lan? Benarkah mereka mati diterkam harimau atau ada orang yang menolong mereka? Kedua-duanya tidak benar.

Ketika mereka berdua ditinggalkan Cu Yin dan Gin Ciong, Si Kong berkata,
“Lan-moi, jangan khawatir. Aku dapat mengobati kita….”

Si Kong lalu memeriksa lagi nadi pergelangan tangan Hui Lan untuk mengetahui jenis racun apa yang memasuki tubuh mereka melalui makanan tadi. Dia mengerutkan alisnya. Racun itu bekerja lambat namun berbahaya sekali, mengandung hawa panas yang akan membakar dan merusak pencernaan. Ada memang ramuan obat yang akan dapat melawan racun itu, akan tetapi ramuan obat itu sukar didapat dari hutan, harus dibeli ditoko obat yang besar di kota. Padahal melihat sifatnya racun itu, mereka tidak akan bertahan lebih dari sehari semalam!

“Bagaimana, Kong-ko?” tanya Hui Lan melihat wajah Si Kong nampak berduka.

“Obatnya harus didapatkan di toko obat yang besar, Lanmoi. Kita harus dapat membelinya di toko obat itu sebelum lewat sehari semalam. Kalau lewat waktu itu, kita tidak dapat diselamatkan lagi.”

“Kong-ko, aku mempunyai sebuah mustika batu giok yang dapat menawarkan segala racun. Ayah memberikan mustika itu kepadaku. Mungkin mustika ini yang akan dapat menyembuhkan kita.”

Hui Lan mengeluarkan batu giok itu dari buntalannya dan memberikannya kepada Si Kong.

Begitu menerima batu kemala itu dan mengamatinya, Si Kong berseru kagum,
“Ini tentu Liong-cu-giok (Kemala Mustika Naga)! Aku pernah diceritakan oleh guruku Yok-sian Lo-kai!”

“Entahlah, Kong-ko. Aku menerimanya dari ayah dan mustika kemala ini dapat menawarkan segala macam racun.”

“Bagus sekali, akupun sudah mendengar tentang cara pemakaiannya dari suhu.”

Si Kong lalu membuat api unggun, mengambil guci tempat air yang tadi sudah dipenuhi air jernih oleh pemilik kedai dan dia memasukkan kemala itu ke dalam tempat air lalu menggantung tempat air itu ke atas api. Dia menambah kayu bakar sehingga api bernyala besar dan tak lama kemudian air itu mendidih, diturunkannya tempat air dan dibiarkan mendingin kembali.

“Kalau ini benar Kemala Mustika Naga, kita akan tertolong, Lan-moi. Biar aku yang minum lebih dulu.”

Setelah air di tempat air itu sudah menjadi dingin, Si Kong lalu minum dari bibir guci itu beberapa teguk. Dia berdiam diri sambil memejamkan matanya, lalu mengambil pernapasan panjang dan mencoba untuk mengerahkan sinkangnya. Tidak terasa sakit sama sekali.

“Bagus! Aku sudah sembuh, Lan-moi!” Dia berseru girang sekali. “Mari kau minum air obat ini.”

Tanpa ragu lagi Hui Lan minum air dari guci itu dan ia merasakan hawa yang dingin memasuki perutnya. Ia mengembalikan guci itu kepada Si Kong, lalu iapun memejamkan kedua matanya, mengumpulkan hawa murni dan mencoba mengerahkan sinkangnya. Iapun tidak merasakan sakit lagi!

“Bukan main! Batu kemala milikmu ini benar-benar merupakan batu ajaib yang amat hebat, Lan-moi! Harap simpan dengan hati-hati agar jangan sampai dirampas orang jahat.”

Si Kong mengambil batu giok itu dari dalam guci dan menyerahkannya kepada Hui Lan yang segera menyimpannya kembali ke dalam buntalan pakaiannya. Pada saat itu mereka mendengar derap kaki kuda dari jauh.

“Mereka datang lagi! Dan kita belum dapat memulihkan sinkang. Cepat kita harus bersembunyi, dan hati-hati jangan tinggalkan jejak sepatu.”

Mereka memadamkan api unggun, menyambar buntalan pakaian masing-masing dan berindap-indap pergi dari situ, memasuki semak-belukar. Mereka tadi sengaja menginjak tanah yang tertutup daun sehingga tidak meninggalkan jejak langkah mereka. Didalam semak belukar itu mereka menyusup masuk dan mengintai dari celah-celah daun rumpun yang tebal.







Tak lama kemudian mereka melihat Cu Yin dan Gin Ciong melompat turun dari kuda mereka dan memandang ke sekeliling. Dengan jantung berdebar tegang, Si Kong dan Hui Lan mengintai tanpa berani bergerak dan menjaga pernapasan mereka agar jangan mengeluarkan bunyi. Akhirnya kedua orang itu melompat ke atas punggung kuda dan pergi dari situ.

Sampai lama Si Kong tidak bergerak, bukan lagi takut ketahuan Cu Yin, melainkan masih terharu ketika mendengar ucapan dan tangis Cu Yin tadi. Gadis itu sungguh mencintainya dengan caranya sendiri yang liar. Setelah Hui Lan menyentuh lengannya, barulah Si Kong sadar dan merekapun keluar dari semak-semak, lalu berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu, mengambil jurusan lain dari jurusan yang diambil Cu Yin tadi.

Mereka berlari cukup jauh, barulah mereka berhenti dan beristirahat di tepi sebuah sungai kecil. Matahari telah naik tinggi dan mereka merasa lelah karena berlari dengan cepat tadi

“Kong-ko, siapakah gadis cantik dan pemuda tadi? Agaknya mereka yang meracuni kita, akan tetapi mengapa ia melakukan hal itu?”

Si Kong menghela napas panjang.
“Ia bernama Siangkoan Cu Yin, puteri dari datuk besar Lam Tok.”

“Ah, puteri Si Racun Selatan yang tersohor itu? Pantas kalau begitu, ia pandai sekali menggunakan racun tanpa kita ketahui. Racun itu rupanya ditaruh di dalam masakan mi kuah itu, Kong-ko. Dan mengapa ia meracunimu? Meracuni kita?”

Hening sejenak ketika Hui Lan mengamati wajah Si Kong yang menundukkan kepalang. Kemudian Hui Lan mengangguk-angguk dan berkata,

“Aku mengerti sekarang, Kong-ko!”

“Mengerti apa, Lan-moi?”

“Aku mengerti mengapa ia meracuni kita. Tadi ketika ia menemui kita, ia mengaku bahwa ia yang meracuni kita, bahkan mengatakan bahwa engkau seorang yang kejam, lalu meninggalkan kita. Hal itu membuktikan bahwa ia mendendam kepadamu, merasa sakit hati. Lalu ketika ia datang lagi mencari kita, ia menangis dan mengira bahwa engkau dimakan harimau. Sikapnya itu jelas sekali menunjukkan bahwa ia mencintaimu, Kong-ko. Ia mencintaimu, akan tetapi juga membencimu karena engkau menyakitkan hatinya. Apakah yang telah engkau lakukan sehingga gadis itu sakit hati kepadamu, Kong-ko?”

Si Kong menghela napas panjang dan merasa salah tingkah. Kalau tidak diberitahukan kepada Hui Lan, tentu Hui Lan akan menyangka dia melakukan yang tidak-tidak. Sebaliknya kalau dia berterus terang, dia merasa kikuk dan malu mengatakan bahwa Cu Yin jatuh cinta padanya! Setelah berpikir sejenak dia menjawab.

“Cu Yin pernah mengajak aku untuk mencari Pek-lui-kiam. Aku menolak ajakannya karena aku merasa tidak pantas seorang laki-laki melakukan perjalanan bersama seorang gadis.”

“Hemm, Kong-ko, bukankah kini kita berdua melakukan perjalanan bersama? Apakah ini juga kau anggap tidak pantas?”

“Ah, tidak….. tidak…..,” Si Kong menjadi bingung. “Kalau kita berdua lain lagi. Guruku masih terhitung kakek buyutmu, jadi kita ini boleh dibilang orang sendiri. Nah, mungkin karena penolakanku itu ia merasa sakit hati.”

“Bagaimana mungkin hanya karena ditolak melakukan perjalanan bersama ia menjadi begitu sakit hati untuk membunuhmu?”

“Kalau mengingat bahwa ia puteri Lam Tok, apa anehnya kalau ia bertindak aneh dan kejam?”

“Tidak Kong-ko, pasti ada alasan yang lain dan aku mengerti mengapa ia melakukan itu. Ia bukan saja meracunimu, akan tetapi juga meracuni aku yang sama sekali tidak mempunyai permusuhan dengannya. Jawabannya hanya satu, ialah bahwa ia cemburu kepadaku! Melihat engkau melakukan perjalanan dengan aku, padahal menolaknya, ia merasa cemburu dan sakit hati, maka berusaha hendak meracuni kita.”

“Begitukah pendapatmu, Lan-moi?”

“Tidak salah lagi. Cemburu dapat menimbulkan perbuatan kejam. Kenyataan bahwa ia mengkhawatirkan keselamatanmu membuktikan bahwa puteri Lam-tok itu amat mencintaimu, karena cinta itulah maka ia menjadi cemburu.”

“Hemmm…..”

Si Kong tidak menjawab karena dia sudah tahu bahwa Siangkoan Cu Yin mencintanya. Hal ini telah diakui terus terang oleh Cu Yin.

“Apakah cinta harus disertai cemburu? Cinta adalah perasaan yang menyayang dan melindungi, sedangkan cemburu adalah perasaan yang membenci dan merusak.”

Hui Lan memandang pemuda itu dengan sinar mata penuh selidik, kemudian dengan kedua pipi berubah kemerahan ia berkata,

“Kenapa engkau tanyakan hal itu kepadaku? Aku tidak tahu, aku tidak pernah mencinta, tidak pernah cemburu.”

Si Kong tersenyum dan balas memandang.
“Aku sendiripun tidak pernah mencinta dan tidak pernah cemburu. Akan tetapi setidaknya kita berdua tentu pernah menyayang. Tidakkah engkau menyayang ayah ibumu? Dan bukankah ibumu menyayangmu? Mungkinkah kalian saling membenci?”

“Ah, aku menjadi pusing. Engkau saja yang menerangkan dan menjawab pertanyaanmu itu sendiri, Kong-ko. Tentu saja aku menyayang orang tuaku karena mereka adalah orang-orang yang paling baik dan menyayang diriku.”

“Hemm, akan kucoba untuk mengupas soal cinta ini, Lan-moi. Akan tetapi aku minta agar engkau bersungguh-sungguh dan adil membantuku mengupasnya. Engkau menyayang orang tuamu karena mereka menyayang dan bersikap baik kepadamu. Sekarang, coba renungkan, bagaimana andaikata orang tuamu tidak bersikap baik dan menyayangmu? Pernah engkau ngambek dan menangis ketika masih kecil, kalau permintaanmu tidak dipenuhi orang tuamu? Dapatkah engkau menyayang mereka kalau mereka bersikap jahat dan kejam kepadamu?”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar