Ads

Jumat, 16 November 2018

Pendekar Kelana Jilid 71

Bagi Toa Ok, tentu saja dia dapat mengikuti jalannya perkelahian itu dengan jelas dan mulailah dia merasa khawatir. Kalau dia tadi dapat mengalahkan Ang I Sianjin dan puluhan orang pembantunya karena dia menang tenaga sinkang, sekarang keadaannya lain lagi. Ang I Sianjin memegang sebatang pedang pusaka yang amat ampuh, sedangkan tingkat kepandaian silat ketua Kui-jiauw-pang itu tidak berselisih banyak dibandingkan tingkat Ji Ok. Karena itu dia khawatir sekali kalau-kalau Ji Ok tidak akan mampu merampas pedang pusaka, bahkan dia mungkin akan menjadi korban pedang ampuh itu.

Pertandingan itu memang seru sekali. Ang I Sianjin menang senjata, akan tetapi Ji Ok menang tenaga sinkang dinginnya. Berulang kali Ji Ok menyerang dengan tangan kirinnya, menghantam dan pukulannya mendatangkan hawa dingin yang kadang menbuat Ang I Sianjin gemetar. Akan tetapi, sambaran pedang Pek-lui-kiam juga membuat Ji Ok terdesak dan kadang-kadang dia terpaksa meloncat ke belakang dan mundur. Dengan demikian, maka keadaan kedua orang tokoh ini berimbang dan sukar diduga siapa diantara mereka yang akan keluar sebagai pemenang.

Melihat hal ini, Toa Ok tiba-tiba meloncat dengan tongkat ular ditangannya dan tongkat itu menyambar dengan cepat sekali ke depan, pada saat pedang di tangan Ang I Sianjin terbelit oleh ujung cambuk di tangan Ji Ok. Agaknya Ji Ok hendak merampas pedang itu dengan membelitkan cambuknya dan menarik cambuk agar pedang itu terlepas dari pegangan Ang I Sianjin. Akan tetapi Ang I Sianjin menahan pedangnya, bahkan menggunakan gagang kipasnya untuk menotok ke arah dada Ji Ok.

Pada saat itu, Ji Ok mengerahkan tenaga sinkangnya untuk menarik pedang sedangkan tangan kirinya menyambut kipas dengan cengkeraman. Tepat pada saat itu, tongkat di tangan Toa Ok datang menyambar.

Ang I Sianjin terhuyung ke belakang, dan Ji Ok juga terhuyung ke belakang. Akan tetapi pedang itu telah terlepas dari tangan Ang I Sianjiin dan disambar oleh Toa Ok dengan cepatnya. Ternyata Toa Ok telah menotok siku lengan kanan Ang I Sianjin sambil mendorong dengan tangan kirinya sehingga Ang I Sianjin terpaksa melepaskan pedangnya dan tubuhnya terdorong ke belakang.

Sebaliknya, cambuk di tangan Ji Ok putus dan Ji Ok terdorong tenaga tarikannya sendiri sehingga terhuyung ke belakang.

Ang I Sianjin sudah dapat berdiri tegak kembali. Dia tidak terluka dan dia memandang kepada Toa Ok dengan pemasaran. Melihat pedang pusakanya berada di tangan datuk yang bertubuh gendut itu, dia berkata dengan penasaran.

“Kalian telah bertindak curang! Kalian mengeroyokku!”

Toa Ok tertawa dan sama sekali dia tidak merasa malu disebut curang. Segala perbuatan keji dan jahat sudah dia lakukan bersama Ji Ok, apalagi bertindak curang.

“Ha-ha-ha, Ang I Sianjin, jangan berlaku bodoh dan pura-pura gagah! Ketika kami berdua melawanmu beserta puluhan orang anak buahmu, bukankah itu juga melakukan pengeroyokan? Kalau engkau masih penasaran, engkau boleh mencoba untuk merampas pedang ini dari tanganku, akan tetapi aku tidak mau berjanji untuk tidak membunuhmu!”

Ditantang demikian, Ang I Sianjin diam saja. Dia tahu benar bahwa dia tidak akan menang melawan datuk gendut ini, apalagi Toa Ok sudah memegang Pek-lui-kiam.






“Baiklah, Toa Ok. Aku mengaku kalah dan seperti yang sudah kujanjikan, aku bersama semua anggauta Kui-jiauw-pang mengangkatmu sebagai pimpinan. Akan tetapi aku minta agar dapat menjadi saudara kalian dan di sebut Sam Ok (Jahat Ketiga). Bagaimana?”

Toa Ok dan Ji Ok saling pandang dan mereka berpikir. Mendapatkan pembantu seperti Ang I Sianjin amat menguntungkan, apalagi beserta seratus orang lebih anggauta Kui-jiauw-pang yang boleh diandalkan. Sebaliknya kalau mereka menolak, tentu pernyataan takluk dari Ang I Sianjin hanya pada lahirnya saja, dan orang itu hanya akan menjadi musuh dalam selimut yang berbahaya.

“Baiklah, Sam-ok!” kata Toa Ok.

Ji Ok tertawa bergelak.
“Ha-ha-ha, bagus sekali! Kami senang sekali mempunyai saudara ketiga, dan sekarang kita harus merayakan peristiwa ini, Sam Ok!”

Diam-diam Ang I Sianjin juga merasa girang. Dia tahu bahwa banyak orang yang memiliki kepandaian tinggi sedang berlumba untuk memperebutkan Pek-lui-kiam. Tadinya dia mengandalkan anak buahnya yang banyak. Akan tetapi ternyata anak buahnya yang banyak itu tidak mampu melindunginya dari Toa Ok dan Ji Ok. Kini, dengan bergabung menjadi satu, mereka bertiga merupakan kekuatan yang dapat menentang siapapun juga, di tambah lagi dengan anak buahnya.

Bagaimanapun juga, kekalahannya dan kehilangan pedang pusaka itu tidak membuatnya kehilangan muka karena dia bahkan kini menjadi Sam Ok, kedudukan yang lebih besar daripada ketua Kui-jiauw-pang. Dengan julukan Sam Ok, berarti dia terangkat menjadi anggauta dari persaudaraan yang dikenal sebagai datuk barat!

Ang I Sianjin atau Sam Ok berpaling memandang anak buahnya dan dia berkata dengan lantang.

“Kalian semua tentu telah melihat dan mendengar! Mulai saat ini, kalian memanggil Toa Ok denganToa-pangcu (Ketua Pertama), Ji Ok dengan Ji-pangcu (Ketua Kedua) dan aku Sam Ok dengan Sam-pangcu (Ketua Ketiga). Mengertikah kalian semua? Kalian sekarang dipimpin oleh tiga orang ketua sehingga kedudukan kita semakin kuat!”

Para anak buah itu sudah melihat sendiri kehebatan ilmu kepandaian dua orang datuk itu, maka dengan serentak mereka menjawab dengan sorakan gembira. Sam Ok lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengadakan pesta merayakan peristiwa itu dan mereka makan minum dengan penuh kegembiraan.

**** 71 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar