Ads

Jumat, 16 November 2018

Pendekar Kelana Jilid 75

“Haiitt…..!”

Sam Ok meloncat ke belakang dan ketika pemuda itu mendesaknya, diapun mengerahkan sinkang untuk menangkis.

“Dukkk….!”

Pertemuan kedua lengan itu membuat Sam Ok terdorong mundur tiga langkah, akan tetapi Leng Kun juga mundur empat langkah. Hal ini berarti bahwa dalam hal tenaga dalam, Leng Kun kalah kuat.

Akan tetapi pemuda itu hendak menutupi kekurangannya dalam hal tenaga itu dengan kelebihan ginkangnya. Dia bergerak cepat sekali dan kini tubuhnya berpusing sehingga menjadi bayangan berputar-putar yang menghampiri lawan. Itulah Ilmu Silat Angin Taufan yang membuat lawan menjadi bingung menghadapinya. Demikian pula dengan Sam Ok. Menghadapi serangan yang dilakukan dengan tubuh berpusing itu, dia menjadi bingung dan gugup sehingga dia terpaksa mundur terdesak hebat.

Pada saat itu, Toa Ok berseru,
“Hentikan pertandingan!”

Legalah hati Sam Ok. Dia harus mengakui bahwa menghadapi ilmu silat yang berpusing itu, dia menjadi bingung dan tidak tahu harus bagaimana menghadapi lawan dan kalau dilanjutkan besar kemungkinan dia akan kalah. Mendengar bentakan Toa Ok, dia meloncat jauh ke belakang dan Leng Kun juga menghentikan gerakannya.

“Cukup sudah Coa Leng Kun. Akan tetapi engkau tadi menggunakan ilmu silat Gelombang Samudera dan Angin Taufan. Setahu kami, kedua ilmu itu adalah ilmu Hek Tok Siansu almarhum. Bagaimana engkau yang menjadi utusan Pek-lian-pai tidak menggunakan ilmu silat dari Pek-lian-pai melainkan ilmu-ilmu silat mendiang Hek Tok Siansu?”

Leng Kun maklum bahwa Toa Ok dan Ji Ok adalah dua orang datuk besar dari barat yang luas pengetahuannya sehingga dapat mengenal kedua ilmu silatnya tadi. Maka, diapun berterus terang.

“Mendiang Hek Tok Siansu adalah kakek guruku!”

Mendengar jawaban ini, Toa Ok dan Ji Ok saling pandang dan wajah mereka berseri-seri.

“Bagus sekali! Dahulu, Hek Tok Siansu bekerja sama dengan Pek-lian-pai dan sekarang cucunya melanjutkan kerja sama itu sehingga diangkat menjadi utusan yang penting. Silakan duduk, Coa-sicu!” kata Toa Ok dan nada suaranya lebih ramah.

“Kami mengucapkan selamat datang, Coa-sicu. Berita apakah yang kau bawa?”

“Pimpinan Pek-lian-pai mengutus aku datang kesini untuk membantu Kui-jiauw-pang yang akan kedatangan banyak orang pandai yang ingin merampas pedang pusaka Pek-lui-kiam. Kami tidak mengetahui bahwa sekarang Kui-jiauw-pang memiliki dua orang ketua baru sehingga keadaannya lebih kuat lagi. Untuk itu, aku sebagai utusan Pek-lian-pai mengucapkan selamat kepada para ketua baru.”

Tiga orang ketua itu tersenyum lebar dan Toa Ok berkata lantang,
“Jangan khawatir, Cao-sicu. Kami telah tahu akan hal itu dan kami telah siap siaga. Siapapun yang datang hendak merampas pedang pusaka, tentu tidak akan mampu keluar lagi dari daerah Kui-liong-san. Apalagi engkau datang membantu sehingga keadaan kita lebih kuat lagi.”

“Ketika hendak mendaki bukit ini, aku memisahkan diri dari seorang gadis yang berilmu tinggi. Ia tidak boleh dipandang ringan karena ia adalah cucu dari ketua Pek-sim-pang!”

Tiga orang ketua itu saling pandang dan Toa Ok berseru, dalam suaranya terkandung kekhawatiran.

“Cucu ketua Pek-sim-pang? Siapa namanya, sicu?”

“Namanya Pek Bwe Hwa.”

“Ah, tidak salah lagi. Ia memang keturunan keluarga Pek, dan mengingat bahwa ketua Pek-sim-pang hanya mempunyai seorang putera yang amat terkenal sebagai seorang pendekar yang sakti, maka tak salah lagi, gadis itu tentu puteri Pek Han Siong!” kata Toa Ok sambil mengerutkan alisnya. “Ayah gadis itu, Pek Han Siong, akan merupakan lawan yang tangguh. Akan tetapi kita tidak perlu khawatir, dengan kepandaian kita semua, biar Pek Han Siong sekalipun tidak perlu kita takuti.”






Coa Leng Kun mengerutkan alisnya.
“Kalau begitu, daripada menghadapi gadis itu sebagai lawan, lebih baik kalau ia ditarik menjadi sahabat atau sekutu kita.”

Tiga pasang mata menatap wajah Leng Kun dengan penuh pertanyaan dan Ji Ok berseru,

“Aneh! Mana mungkin puteri Pek Han Siong kita ajak kerja sama? Kalau ia datang, tentu ia menginginkan pedang pusaka itu!”

“Benar apa yang dikatakab Ji Ok, Coa-sicu. Bagaimana mungkin gadis itu mau bekerja sama dengan kita? Sejak dahulu, ayah gadis itu menentang pemberontakan terhadap kerajaan, bahkan dia menjadi musuh besar Pek-lian-pai. Bagaimana mungkin kini kita mengajak puterinya untuk bekerja sama?” tanya Sam Ok.

“Harap sam-wi pangcu (Ketiga Ketua) tidak menjadi bingung. Ketika menuju ke Kui-liong-san, aku bertemu dan berkenalan dengan Pek Bwe Hwa, bahkan kini menjadi sahabat. Tentu saja dara itu tidak tahu bahwa aku adalah utusan Pek-lian-pai. Ia mengira aku seorang diantara mereka yang ingin merampas pedang Pek-lui-kiam. Bahkan kami bersepakat untuk bekerja sama dalam hal ini, dan aku akan membantunya. Nah, kalau aku sekarang mengawaninya naik kesini dan memperkenalkan ia kepada sam-wi, tentu ia akan merasa senang sekali. Tentu saja sam-wi harus menjanjikan kepadanya untuk menyerahkan pedang pusaka itu.”

“Ahhh……!” Tiga orang ketua itu berseru kaget.

“Harap tenang, sam-wi pangcu. Kita harus menggunakan akal, yaitu menyerahkan pedang pusaka tiruan atau palsu. Dan kalau pedang pusaka berada di tangannya, tentu orang-orang yang ingin memperebutkan pedang pusaka itu akan memusuhinya. Nah, pada saat itulah kita turun tangan membantunya sehingga kita akan dapat membasmi orang-orang itu.”

Tiga oran ketua itu mengangguk-angguk dan saling pandang.
“Akan tetapi kita harus merahasiakan bahwa aku adalah utusan Pek-lian-pai, karena kalau ia mengetahui hal ini, tentu sikapnya kepadaku akan berubah dan ia akan menganggap aku sebagai musuh. Ketika berkenalan dengannya, aku mengaku sebagai seorang perantau yang ingin pula memperebutkan pedang pusaka Pek-lui-kiam. Sam-wi hanya bersikap baik kepadanya dan segalanya aku yang akan mengaturnya agar ia percaya.”

“Baiklah, Coa-sicu. Kami menyerahkan kepadamu untuk mengurus pendekar wanita itu.” akhirnya Toa Ok menyatakan setuju karena kalau benar pendekar wanita puteri pendekar Pek Han Siong itu dapat ditarik untuk bekerja sama, kedudukan mereka tentu lebih kuat. “Akan tetapi, agaknya engkau membenci wanita itu. Ada urusan apakah antara engkau dengannya?”

Leng Kun menghela napas panjang lalu berkata,
“Di dunia ini hanya ada dua keluarga yang paling kubenci karena merekalah yang menyebabkan kakek guruku Hek Tok Siansu tewas penasaran. Kedua keluarga itu adalah keluarga Tang Hay, dan keluarga Pek Han Siong. Terutama keluarga Tang Hay karena di tangan dialah kakekku itu tewas.”

Tiga orang kepala perkumpulan Kui-jiauw-pang itu saling pandang dan Toa Ok berseru,
“Ah, musuh-musuhmu adalah musuh kami juga, dan juga musuh besar Pek-lian-pai karena mereka berdua itulah yang paling banyak menentang Pek-lian-pai dalam pemberontakan mereka. Akan tetapi harus diakui bahwa mereka berdua itu memiliki kepandaian yang hebat.”

Leng Kun mengerutkan alisnya.
“Aku tidak takut, dan sekarang kebetulan sekali puteri keluarga Pek berada disini.”

“Kenapa ia tidak kita bunuh saja karena ia adalah puteri musuh besarmu, sicu?” tanya Sam Ok.

“Ahh, pembalasan seperti itu terlampau lunak, Sam Pangcu. Juga kita tidak memetik keuntungan apapun. Aku mempunyai rencana yang lebih hebat daripada itu. Selain itu kita dapat mempergunakan tenaganya untuk membantu kita menghadapi mereka yang hendak merebut pedang pusaka Pek-lui-kiam, aku juga ingin menjatuhkan hatinya. Kalau sampai aku dapat mempermainkannya sebagai isteriku, ini berarti aku telah melakukan balas dendam yang memuaskan sekali karena seluruh keluarganya akan merasa menyesal sekali. Dan akhirnya, sebagai suaminya, aku mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membasmi keluarga Pek!”

Toa Ok dan Ji Ok tertawa bergelak.
“Bagus! Kiranya engkau yang masih muda ini mempunyai kecerdikan yang tinggi. Kami suka sekali mendengar siasatmu itu, sicu. Baiklah, laksanakan siasatmu itu dan kami semua akan berpura-pura baik terhadap gadis itu.” kata Toa Ok.

“Sekarang aku minta agar sam-wi pangcu mengirim seregu anak buah Kui-jiauw-pang untuk menghadang gadis itu di lereng. Nanti aku akan muncul dan melerai mereka.”

“Akan tetapi, jalan menuju ke puncak sudah kami beri perangkap dan juga kami menyebar racun sehingga siapapun yang hendak mendaki puncak ini akan menghadapi bahaya maut! Kami juga sudah memasang para anggauta untuk menjadi baris pendam, menyerang siapa saja yang mendaki puncak. Tentu saja jalan yang kau lalui itu tidak kami pasangi jebakan karena jalan itu dipakai oleh kita semua sebagai jalan rahasia.”

“Gadis itu lihai dan cerdik sekali, tentu ia akan dapat menghindarkan diri dari jebakan dan racun. Biar aku turun dan menyambutnya! Akan tetapi aku minta belasan orang anak buah Kui-jiauw-pang untuk mengeroyoknya.”

Leng Kun lalu memimpin limabelas orang anak buah Kui-jiauw-pang, menuruni puncak itu. Dia berpesan kepada limabelas orang itu agar nanti mengeroyok Pek Bwe Hwa, akan tetapi segera mundur kalau dia muncul melerai perkelahian mereka.

Akan tetapi dia berpesan pula kepada mereka agar mereka jangan sampai melukai gadis itu, dan berhati-hati karena gadis itu lihai sekali. Para anggauta Kui-jiauw-pang yang sudah mengetahui bahwa pemuda itu seorang utusan Pek-lian-pai dan diterima dengan hormat oleh tiga orang ketua mereka, menaati pesan Leng Kun.

Pek Bwe Hwa melakukan pendakian dengan hati-hati sekali. Ia dapat menduga bahwa Kui-jiauw-pang tentu telah melakukan penjagaan dengan hati-hati dan tidak aneh kalau di jalan setapak menuju puncak itu dipasangi jebakan-jebakan yang berbahaya. Ia menggunakan semua kewaspadaannya untuk menyelidiki jalan setapak itu sebelum kakinya melangkah.

Ia mematahkan sebuah ranting pohon yang cukup panjang dan dengan kayu ini ia mencoba jalan di depannya. Ketika ia melihat di depannya sepetak rumput menutupi jalan, ia lalu menggunakan rantingnya untuk memeriksa. Ia menusukkan ujung rantingnya ke dalam rumput yang tebal itu dan seperti yang di khawatirkannya, tongkatnya masuk dalam sekali dan merasa betapa dibawah selimut rumput itu, dibawahnya kosong dan merupakan lubang.

Ia lalu mengambil sepotong batu besar dan melemparkannya kepada timbunan rumput itu dan batu itu terus masuk ke dalam lubang yang tersembunyi dibawah rumput. Maklum bahwa didepannya terdapat jebakan lubang besar tertutup rumput, ia lalu mencari jalan memutar dan meraba-raba dengan tongkatnya.

Ia melangkah terus dengan berani. Walaupun terdapat banyak perangkap, ia tidak takut dan melanjutkan perjalananya dengan penuh kewaspadaan. Diam-diam ia mengkhawatirkan nasib Leng Kun. Pemuda itu tentu menghadapi banyak perangkap pula. Akan tetapi ia menenangkan hatinya. Leng Kun adalah seorang pemuda yang tinggi ilmunya. Tentu dia dapat menjaga diri sendiri dengan baik.

Ketika ia menghindari jalan yang tertutup semak belukar penuh duri, tiba-tiba saja dari dalam semak belukar itu menyambar belasan batang anak panah ke arah tubuhnya. Bwe Hwa sudah siap siaga. Bagaikan seekor burung walet saja, tubuhnya sudah meloncat ke atas sehingga anak panah itu lewat di bawah kakinya dan menyambar masuk ke dalam semak-semak.

Bwe Hwa turun dengan hati-hati dan setelah memeriksa dengan teliti, tahulah ia bahwa tadi ia telah menginjak sepotong kayu yang menarik sehelai tali yang dihubungkan dengan alat melepas anak panah itu dan yang berada di dalam semak belukar. Berbahaya sekali, pikirnya. Akan tetapi ia tidak merasa takut dan melangkah terus dengan lebih berhati-hati, melihat dulu sebelum ia melangkah.

Ketika jalan setapak yang diikutinya itu sampai disebuah selokan ke kanan, tiba-tiba berlompatan belasan orang laki-laki dari balik pohon-pohon dan semak-semak. Limabelas orang laki-laki telah berdiri didepannya dan mereka semua memakai cakar setan pada kedua tangan. Sikap mereka bengis dan menyeramkan. Bwe Hwa dapat menduga bahwa belasan itu tentu anak buah Kui-jiauw-pang, maka iapun siap untuk menhadapi pengeroyokan mereka. Ia bersikap tenang saja dan memandang kepada mereka dengan mata bersinar tajam.

Pemimpin regu anak buah Kui-jiauw-pang itu lalu membentak dengan suara lantang,
“Engkau siapakah berani memasuki wilayah kami tanpa ijin, nona? Lebih baik engkau menyerah untuk kami tangkap dan kami hadapkan kepada pimpinan kami, daripada kami harus menggunakan kekerasan untuk menangkapmu.”

Dengan sikap tenang dan gagah Bwe Hwa menjawab,
“Aku tidak sudi menyerah dan kalau kalian hendak menangkapku dengan kekerasan, silakan. Hendak kulihat bagaimana caranya kalian menggunakan kekerasan!”





Tidak ada komentar:

Posting Komentar