Ads

Senin, 26 November 2018

Pendekar Kelana Jilid 91

Gadis itu tersenyum lebar dan memandang ke arah muka Si Kong.
“Engkau…. menangis, koko? Menangis untukku…."

“Ya, aku ingin engkau hidup, Yin-moi!”

Cu Yin menggerakkan tangan kanan dan mengambil pedang Pek-lui-kiam dari punggungnya.

“Ini…. Pek-lui-kiam….. kuserahkan padamu sebagai bukti cintaku…. selamat…… selamat…… tinggal, koko…..” Gadis itu terkulai dan tewas dalam rangkulan Si Kong.

“Cu Yin……. ah, Yin-moi…..!” Si Kong menangis.

“Desss….!”

Tiba-tiba sebuah tendangan yang keras membuat tubuhnya terpelanting dan bergulingan. Kiranya yang menendang adalah Gin Ciong, yang hatinya merasa terbakar oleh api cemburu.

Si Kong baru sadar dan bangkit dari lautan duka dimana dia tadi terbenam. Pada saat itu, Gin Ciong sudah mengejarnya dan sekali lagi, kaki itu terayun, akan tetapi kini mengarah kepala Si Kong, merupakan tendangan maut.

Si Kong sudah sadar sepenuhnya, maka ketika kaki itu menyambar ke arah kepalanya, dia menggerakkan tangan kanannya, menyambar dan menangkap kaki itu lalu dilontarkannya ke depan. Tubuh Gin Ciong terlempar sampai jauh dan menimpa batang pohon. Berdebuk suaranya dan Gin Ciong terbanting, seketika nanar dan tidak mampu bangkit.

Melihat puteranya terlempar dan terbanting, Tung Giam Ong menjadi marah sekali. Akan tetapi Lam Tok lebih marah lagi melihat puterinya tewas. Biarpun puterinya tewas karena anak panahnya sendiri, namun dia menyalahkan Si Kong.

“Jahanam, kau bunuh anakku!” teriaknya dan berbareng dengan Tung Giam Ong, dia menerjang maju.

Kini Si Kong telah siap siaga. Mengingat akan kematian Cu Yin, dia berseru,
”Kalian dua orang tua bangka telah menyebabkan kematian Cu Yin!”

Setelah itu dia membabatkan pedang yang diterima dari Cu Yin tadi kearah kedua orang datuk besar itu. Melihat pedang yang bersinar kilat itu, baik Lam Tok maupunTung Giam Ong terkejut dan cepat merekapun mencabut senjata mereka. Lam Tok mencabut pedangnya dan Tung Giam Ong mencabut tombak cagaknya.

“Cringg… trakkk……!” Pedang di tangan Si Kong patah-patah ketika bertemu dengan kedua senjata itu.

Si Kong terbelalak, demikian pula dengan dua orang datuk besar itu. Akan tetapi Gin Ciong yang sudah dapat bergerak kembali berseru kepada ayahnya.

“Ayah, pedang itu bukan Pek-lui-kiam, melainkan hanya pedang tiruan!”






Mendengar ucapan ini, mengertilah Si Kong dan dia membuang pedang itu dengan marah, lalu menyambar sebatang cabang pohon untuk di jadikan senjata tongkat. Kini Si Kong dikeroyok tiga. Dia maklum bahwa tiga orang itu lihai dan berkeras hendak membunuhnya. Dia sendiri marah sekali melihat kematian Cu Yin yang mengorbankan nyawa untuknya, maka dia menyambut serangan tiga orang itu dengan tongkatnya, memainkan Ta-kauw Sin-tung dan mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya.

Namun, betapa lihainya Si Kong, sekarang dia melawan pengeroyokan dua orang datuk besar yang masih dibantu pula oleh Gin Ciong yang cukup tangguh. Dia tidak mendapat kesempatan menggunakan ilmu Thi-khi-i-beng karena tiga orang lawannya semua menggunakan senjata. Thi-khi-i-beng hanya boleh diandalkan kalau bertanding dengan tangan kosong, kalau ada persentuhan antara tangan lawan dan anggauta tubuhnya.

Untung bahwa ilmu tongkat yang dimainkannya, yaitu Ta-kauw Sin-tung mempunyai gerakan yang luar biasa, ditambah pula dengan ilmunya Yan-cu Hui-kun (Silat Burung Walet Terbang) membuat tubuhnya bergerak dengan lincah sekali sehingga sampai limapuluh jurus lebih mereka bertanding, belum juga pemuda itu dapat dirobohkan. Ini merupakan hal yang luar biasa sekali. Dua orang kakek itu hampir tidak dapat percaya bahwa mereka berdua, dibantu Gin Ciong, tidak dapat merobohkan pemuda itu dalam waktu limapuluh jurus lebih! Kalau hal ini diketahui dunia kangouw, mereka tentu akan menjadi bahan olok-olok.

Si Kong merasa bahwa kalau dilanjutkan perkelahian itu, dia akhirnya akan kehabisan tenaga dan akan kalah. Dia ingin melepaskan diri dari pengeroyokan mereka, akan tetapi mereka bertiga tidak memberi kesempatan kepadanya. Mereka mengepung ketat sekali.

Tiba-tiba muncul banyak orang, ada puluhan orang banyaknya, tidak kurang dari empatpuluh orang. Mereka adalah orang-orang Kui-jiauw-pang dan Pek-lian-pai. Melihat mereka, Gin Ciong berseru.

“Kalian semua bantu kami menangkap pemuda ini!”

Puluhan orang Kui-jiauw-pang dan Pek-lian-pai segera menyerbu dengan senjata mereka. Akan tetapi hal ini bukan membuat Si Kong terancam bahaya, bahkan memberi jalan kepadanya untuk meloloskan diri dari ancaman maut. Begitu melihat puluhan anak buah itu mengepung dan menyerangnya, Si Kong meninggalkan tiga orang pengeroyoknya dan melompat ke tengah-tengah puluhan orag anak buah itu.

Gerakannya demikian cepat sehingga setelah merobohkan beberapa orang, dia sudah lenyap diantara mereka sehingga Lam Tok, Tung-giam-ong dan Tio Gin Ciong tidak dapat mengejarnya. Dari dalam kerumunan banyak orang itu Si Kong menyelinap dan akhirnya berhasil keluar dari kepungan dan melarikan diri secepatnya, mempergunakan ilmu berlari cepat Liok-te Hui-teng dan sebentar saja bayangannya telah lenyap di telan pohon-pohon dalam hutan.

**** 91 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar