Ads

Senin, 26 November 2018

Pendekar Kelana Jilid 93

Ketiga ketua Kui-jiauw-pang bergembira menerima Tung-giam-ong yang diajak oleh puteranya menjadi tamu kehormatan Kui-jiauw-pang. Toa Ok semakin senang mendengar bahwa Lam Tok telah tewas oleh Tung-giam-ong. Lam Tok merupakan satu diantara para datuk yang disegani dan sekarang datuk itu telah tewas.

“Kami mengucapkan selamat atas kemenanganTung-giam-ong atas Lam Tok. Mari minum secawan arak untuk menghormati Tung-giam-ong dan menghaturkan selamat datang!”

Semua orang minum arak untuk menyambut ucapan selamat dari Toa Ok itu. Tung-giam-ong sendiri juga dengan gembira minum araknya.

“Sebagai ayah dari sahabat baik kami Tio-kongcu, kami harap agar Tung-giam-ong berterus terang tentang tujuan perjalanannya kesini,” kata pula Toa Ok.

“Ha-ha-ha-ha, Toa Ok masih pura-pura bertanya lagi!”

Tung-giam-ong tertawa, memandang kepada semua yang hadir dan minum lagi arak dari cawannya. Mereka semua lengkap duduk di meja perjamuan itu. Toa Ok, Ji Ok, Sam Ok, Coa leng Kun, Tio Gin Ciong, kelima Butek Ngo-sian dan empat orang tokoh Pek lian-kauw See-thian Su-hiap.

“Biarpun kamu sudah dapat menduga, akan tetapi akan lebih baik kalau engkau mengatakannya kepada kami, karena sebagai seorang tamu kehormatan, kami harus dapat melayanimu sebaik-baiknya, Tung-giam-ong!”

Kembali Tung-giam-ong tertawa, lalu memandang kepada puteranya dan berkata,
“Puteraku telah mengadakan hubungan dengan Kui-jiauw-pang, itu saja sudah menunjukkan bahwa kedatanganku sebagai sahabat, bukan musuh. Akan tetapi aku mengingatkan Toa Ok dan Ji Ok. Kalian sudah mengundang para datuk termasuk aku untuk mengadakan pertandingan disini untuk menentukan siapa yang paling lihai diantara para datuk. Karena undangan itulah aku datang, dan kedua, akupun tertarik oleh berita tentang Pek-lui-kiam, maka akupun hendak memperebutkannya pula!” Kini dia memandang kepada Sam Ok atau Ang I Sianjin dengan sinar mata menantang.

“Bagus, memang sudah kami duga, Tung-giam-ong. Akan tetapi mengingat bahwa engkau adalah ayah dari Tio-kongcu, kami mengajak engkau untuk bekerja sama. Pertama-tama, engkau bantulah kami untuk mengusir semua datuk dan tokoh kang-ouw yang hendak memperebutkan pedang Pek-lui-kiam. Setelah semua datuk dapat kita kalahkan, barulah diantara engkau dan kami berdua bertanding untuk menentukan siapa datuk yang paling lihai,” kata Toa Ok.

“Ha-ha-ha-ha! Aku orang tua tidak begitu berminat untuk mengejar nama. Tanpa menjadi datuk paling lihai di dunia akupun sudah dikenal orang. Akan tetapi bagaimana kalau pertandingan, pemenangnya bukan saja menjadi datuk terlihai, akan tetapi juga berhak memiliki pedang pusaka Pek-lui-kiam?”

Toa Ok dan Ji Ok saling pandang, kemudian tertawa bergelak. Toa Ok kembali mengangkat cawannya dan berkata

“Tung-giam-ong, mari kita minum untuk itu. Kami setuju sekali karena sebagai datuk terlihai, tentu saja berhak menjadi pemilik Pek-lui-kiam!”

Bukan main girang rasa hati Tung giam-ong. Tentu saja baginya jauh lebih ringan memenuhi syarat yang diajukan Toa Ok daripada kalau dia sendiri harus memperebutkan Pek-lui-kiam itu diantara banyak datuk dan tokoh kangouw. Dia lalu menerima ajakan minum arak sampai tiga cawan penuh.

Selagi mereka minum dengan gembira, tiba-tiba seorang penjaga berlari masuk dan wajahnya pucat. Toa Ok memandang penjaga itu dengan marah.

“Berani benar engkau mengganggu kami! Apa kau tidak takut untuk dihukum mampus?”

“Ampun, Toa-pangcu ,” penjaga itu melapor, “diluar terdapat seorang pemuda yang minta bertemu dengan pangcu, dan… dan puncak ini sudah terkepung pasukan yang besar jumlahnya!”

Semua orang menjadi kaget mendengar ini. Tanpa banyak kata lagi Toa Ok memberi isarat kepada para pembantunya dan Tung-giam-ong juga segera bangkit dan ikut keluar. Serombongan orang yang menjadi pimpinan itu keluar membawa senjata masing-masing. Toa Ok berjalan di depan, diikuti Ji Ok dan Sam Ok, lalu Tung-giam-ong.

Mereka terkejut dan terheran melihat bahwa yang datang hanya seorang pemuda saja. Akan tetapi Tung-giam-ong dan Bu-tek Ngo-sian mengenal pemuda itu dan sudah tahu akan kelihaiannya, maka mereka memandang dengan alis berkerut, tidak gentar karena mereka kini ditemani tiga pangcu dari Kui-jiauw-pang dan yang lain-lain.






“Hemm, orang muda, siapakah engkau dan apa maksudmu hendak bertemu dengan kami?”

“Aku datang untuk menantang pembunuh pendekar Tan Tiong Bu di Sia-lin dan minta kembali Pek-lui-kiam yang dirampasnya!” kata Si Kong sambil memandang tajam kepada Sam Pangcu atau Ang I Sianjin yang berjubah merah.

Mendengar tantangan ini, semua orang tersenyum mengejek. Pemuda itu hanya seorang diri dan mereka terdiri dari limabelas orang jagoan.

“Ha-ha-ha, katakan siapa engkau sebelum kami membunuh engkau, jangan sampai mati tanpa nama!” gertakToa Ok.

Si Kong tersenyum. Pemuda perkasa ini tidak begitu tolol untuk mendatangi sarang harimau itu seorang diri pula. Dia telah bertemu dengan Pek Bwe Hwa dan Hui Lan, telah diperkenalkan pada Panglima Gui Tin dan Cang Hok Thian yang sudah memimpin pasukannya mendaki puncak dan mengepung puncak yang menjadi sarang Kui-jiauw-pang itu. Dia muncul seorang diri akan tetapi teman-temannya menanti di belakangnya, siap untuk turun tangan kalau dia dikeroyok!

“Toa Ok, biarkan Ang I Sianjin melawan aku, ataukah engkau sendiri yang akan maju?”

Toa Ok mengerutkan alisnya.
“Bocah sombong! Katakan siapa namamu!”

“Toa Ok, apakah engkau sudah lupa kepadaku? Ingat, ketika engkau bersama Ji Ok dan Bu-tek Ngo-sian menyerbu Pulau Teratai Merah, kita sudah pernah saling berhadapan, akan tetapi kalian begitu pengecut untuk melarikan diri!"

Toa Ok terbelalak dan mengingat-ingat. Kini teringatlah dia akan pemuda yang membawa tongkat dan hendak menerjangnya ketika mereka sudah terluka oleh perlawanan Ceng Lojin.

“Hemm, kiranya engkau bocah di Pulau Teratai Merah itu?”

“Benar, namaku Si Kong. Aku menantang Ang I Sianjin atau siapa saja yang menghalangiku untuk merampas kembali Pek-lui-kiam.”

“Engkau akan mampus dikeroyok!” kata Gin Ciong yang membenci pemuda yang pernah di cinta Cu Yin itu.

Si Kong tersenyum dan menatap tajam wajah Toa Ok yang kelihatan masih ragu-ragu. Kemudian dia berkata dengan suara lantang sehingga terdengar oleh semua orang yang berada disitu.

“Toa Ok, jangan mencoba untuk main keroyokan! Aku tantang kalian untuk bertanding satu lawan satu. Kalau kalian mau main keroyokan, dibelakangku terdapat banyak kawan-kawanku, dan juga pasukan kerajaan telah mengepung sarang Kui-jiauw-pang ini!”

Toa Ok adalah seorang datuk yang cerdik. Dari laporan penjaga tadi, dia tidak perlu menyangsikan kebenaran ucapan Si Kong, bukan gertakan kosong belaka. Akan tetapi dia ditemani banyak orang pandai, kalau bertanding satu lawan satu belum tentu kalah. Dia juga melihat kebawah dan dibelakang Si Kong, teraling pohon-pohon dan semak-semak, kelihatan bayangan beberapa orang.

“Si Kong, apakah engkau menepati janji untuk bertanding satu lawan satu dan tidak mengerahkan pasukan?”

“Pasukan kerajaan akan maju kalau pasukan Kui-jiauw-pang dan Pek-lian-pai bergerak, dan kawan-kawan akan maju kalau teman-temanmu maju pula! Engkau sebagai orang nomor satu disini, hayo majulah dan tandingi aku, murid Pendekar Sadis Ceng Thian Sin!” tantang Si Kong yang sudah marah sekali.

Mendengar disebutnya pemuda itu sebagai murid Pendekar Sadis, agak gentarlah hati rasa Toa Ok, dan dia lalu menoleh kepada Ji Ok dan berkata,

“Ambilkan Pek-lui-kiam!”

Ji Ok melompat pergi memasuki rumah induk. Si Kong yang mendengar ini, tersenyum.
“Bagus, pergunakan Pek-lui-kiam kalau engkau merasa jerih kepadaku dan aku hanya akan menggunakan tongkat bambu ini!” Si Kong memalangkan tongkat bambu yang sudah di bawanya ke depan dada.

Tak lama kemudian Ji Ok datang lagi sambil membawa pedang pusaka Pek-lui-kiam. Toa Ok menerima pedang itu lalu digantungkan di punggungnya, sedangkan tangan kananya memegang senjatanya yang istimewa, yaitu sebatang tongkat berbentuk ular yang tingginya sepundaknya. Agaknya dia akan membawa pedang pusaka itu agar jangan sampai dirampas orang lain dan juga agar dia dapat mempergunakannya dan mengandalkan keampuhannya kalau sampai dia terdesak. Selain itu, juga kalau pihaknya terdesak dan dia terpaksa melarikan diri, dia dapat membawa serta pedang pusaka itu.

“Bocah sombong, sekarang saatnya bagimu untuk mampus ditanganku!” Toa Ok membentak untuk mengecilkan hati lawannya.

Akan tetapi Si Kong tersenyum mengejek.
“Toa Ok, ketika engkau menyerbu Pulau Teratai Merah dulu, masih untung guruku memberi maaf kepadamu sehingga tidak mencabut nyawamu. Akan tetapi sekarang aku tidak akan memberi maaf lagi karena kejahatanmu sudah meningkat dengan pemberontakan!”

Mendengar ucapan ini, Toa Ok menjadi marah sekali dan dia sudah menggerakkan tongkat ularnya menerjang maju. Tongkat itu menyambar dahsyat ke arah kepala Si Kong, dibarengi dengan menyambarnya tangan kirinya yang melakukan pukulan dengan sinkang yang panas. Tangan kiri ini ampuh sekali, tidak kalah dahsyatnya dibandingkan tongkatnya. Namun Si Kong telah siap siaga. Dia maklum akan kelihaian datuk dari barat ini. Tongkatnya diputar secara aneh menangkis tongkat ular dan menyambar kebawah menotok tangan kiri lawan yang terbuka dan didorongkan kepadanya.

Toa Ok kaget karena dari kedudukan menyerang sekarang mendadak dia diserang! Tongkat ularnya mental kembali ketika bertemu tongkat bambu yang mengandung getaran kuat itu dan kini telapak tangan kirinya terancam totokan tongkat bambu. Dia cepat menarik kembali tangan kirinya dan tongkatnya sudah menyambar ke arah kedua kaki Si Kong.

Dengan gerakan ringan bagaikan burung walet tubuh Si Kong meloncat ke atas sehingga tongkat ular itu lewat di bawah kakinya. Ketika tubuhnya masih terbang ke atas, tongkat bambunya sudah menyambar ke bawah, menotok ke arah belakang kepala Toa-ok.

Kembali Toa Ok terkejut karena serangan balik Si Kong itu sama sekali tidak disangka-sangka. Memang disitulah letak kelihaian ilmu tongkat Ta-kauw Sin-tung, gerakannya sukar diduga lebih dulu dan amat aneh, tidak seperti ilmu tongkat pada umumnya. Ilmu tongkat Pemukul Anjing ini memang amat hebat dan pernah dengan ilmu itu Yok-sian Lo-kai malang melintang di dunia kang-ouw, dan menjadi tokoh nomor satu diantara seluruh kaipang (perkumpulan pengemis).

Toa Ok harus memutar tubuhnya dilindungi oleh tongkat ularnya untuk dapat terhindar dari bahaya maut. Tongkatnya menangkis tongkat bambu yang menotok ke arah tengkuknya itu.

“Trakkk!” Tongkat ular bertemu tongkat bambu dan tongkat ular mental kembali dengan kuatnya.

Memang tongkat bambu ini cocok sekali untuk ilmu tongkat Ta-kauw Sin-tung, seolah dalam ruas-ruas tongkat yang kosong itu kini terisi tenaga sinkang yang kuat sekali, membuat tongkat bambu itu terasa keras dan berat ketika bertemu tongkat ular.

Tiba-tiba Toa Ok melompat ke belakang dan sambil melompat itu tangannya bergerak. Sinar hitam menyambar ke arah Si Kong. Melihat sambaran senjata-senjata rahasia itu hebat sekali, Si Kong melepaskan capingnya dan sekali melemparkan caping itu, topi lebar itu berputar dan semua jarum hitam itu menancap pada caping dan runtuh ke atas tanah.

Si Kong cepat menerjang ke depan dengan tongkatnya sehingga Toa Ok harus melindungi dirinya dengan putaran tongkat ularnya yang membentuk perisai melindungi seluruh tubuhnya.

Melihat betapa Toa Ok sudah maju dan bertanding dengan pemuda itu dengan serunya, hati Tung-giam-ong menjadi tidak enak. Yang dikhawatirkan adalah kalau Toa Ok kalah dan pedang Pek-lui-kiam yang asli di punggung Toa Ok itu sampai berpindah tangan terampas oleh pemuda lihai itu. Dia tidak dapat membantunya karena sebelumnya sudah berjanji terlebih dahulu. Akan tetapi dia ingin mengetahui kekuatan pihak lawan, maka diapun meloncat ke depan sambil menantang.

“Siapa yang akan melayani aku? Marilah kita bertanding satu lawan satu!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar